Setelah mengambil sampo, sabun, handuk dan perlengkapan mandi lainnya. Penjaga sekolah dan istrinya mendatangi kita yang berada di toilet laki-laki.
"Bagaimana keadaannya Mba?"
"Dia belum bisa diajak bicara bu" Aku menjawab..
"Emang di sini sering begitu mas, mba.. kita mah disini tidak bisa berbuat apa-apa. Kita takut, kita cuma mau cari duit saja di sini."
"Gitu yah bu.. tadi saya sudah curiga, pasti Pak Satpam sudah tahu ini!"
"Makanya Mas, Mba.. mendingan diam saja deh kalau menghadapi Ronald" "Iya pak, kedepan kita akan diam saja bila berhadapan dengan Ronald. Tetapi masalah yang terjadi sekarang ini, tidak mungkin kami hanya diam saja pak, pihak sekolah harus tahu ini"
"Percuma mas, capek doang.. karena Ronald orang tuanya sering nyumbang untuk sekolah ini"
"Terus, sampai kapan dia akan semena-mena dengan anak-anak di sini?"
"Ya , setidaknya sampai tahun depan.. setelah dia lulus dari sekolah ini"
"Tapi pak, ini sudah keterlaluan.. bapak mau tahu tidak seperti apa peristiwa barusan terjadi! dia seret Lia dengan menarik rambutnya ke arah toilet duduk. Sebelum itu toilet tersebut terlebih dahulu mereka kencingi kemudian dia benamkan muka Lia ke air kencing tersebut. Ronald juga menutup tempat toilet itu dengan menginjakkan kaki di atasnya saat kepala Lia sedang di benamkan"
"Iya saya mengerti, tapi setidaknya kalian tidak apa-apa. Semoga saja ini yang terakhir"
"Tidak bisa begitu pak, Ronald itu terlalu berani. Sebelum itu, dia gunting juga rambut Lia sehelai.. 2 helai. Terus menurut Bapak ini biasa saja? Seandainya anak bapak yang dibegitukan bapak mau?"
"Ya bagaimana lagi, kita tidak mungkin bisa menang deh"
"Ya sudah, percuma ngomong sama bapak.. petugas keamanan sekolah tapi tidak bisa melindungi orang yang lemah dan tertindas"
Sementara Lia sedang mandi, di temani oleh istri dari penjaga sekolah. Aku banyak ngobrol dan berdebat dengan penjaga sekolah. Kemudian Lia datang dengan mengenakan pakaian yang di pinjamkan dari istri penjaga sekolah.
"Terima kasih Pak.. Bu.., saya dan Lia pamit dulu"
"Iya.. hati-hati dijalan yah"
Malam itu aku mengantarkan Lia pulang sampai rumah. Di jalan dia terlihat murung dan lelah. Dia baringkan kepalanya dipundakku dengan tatapan mata terlihat kosong. Aku yakin dia sangat tertekan dan sangat sedih atas kejadian yang barusan saja terjadi.
Tidak banyak yang bisa aku katakan kepada ibunya. Aku katakan semuanya yang harus aku katakan. Terlihat ibunya sangat marah atas kejadian ini. Kemarahannya terlihat dari raut mukanya, namun masih tertahan karena dia tidak mau anaknya semakin bersedih.
Setelah semua beres, aku pun berpamitan pulang kepada Ibunya karena hari sudah sangat malam. Sampai-sampai di rumah, sudah jam 10.00 malam lewat. Perut terasa lapar sekali karena belum terisi sejak siang. Di rumah kembali aku ceritakan kepada kedua orangtuaku, kejadian yang baru saja menimpaku. Semua aku ceritakan setelah aku mandi, aku segera turun untuk makan, saat makan itu aku menceritakan semuanya kepada kedua orang tuaku, tidak ketinggalan kedua adikku ikut mendengarkannya.
"Ibu setuju.. besok kamu harus melapor ke guru BP (Bimbingan Konseling)"
"Seperti aku katakan tadi bu, menurut petugas keamanan sekolah.. percuma saja melapor, tidak akan ditanggapi"
"Ya, setidaknya kamu sudah mencoba untuk memberitahukan peristiwa yang sebenarnya"
"Ya sudah, besok.. aku ajak Lia untuk melapor.. semoga dia mau!"
"Iya.. semoga yah!.. Eh, Adi.. tadi sore Lisa telepon kamu!"
"Terus ibu jawab apa?"
"Ya ibu bilang belum pulang lah"
"Oh, ya sudah.. besok pulang sekolah aku ke rumah Lisa dulu ya.. bu. Sekarang aku mau tidur dulu ya bu.. sudah ngantuk banget ni.. rasanya lelah banget"
Keesokan harinya, saat sampai di sekolah, aku tunggu Lia di kelas. Dia tidak kunjung datang. Sehingga dihari itu aku tidak jadi melaporkan masalah semalam ke guru BP.
Pulang sekolah aku bersama Yoga dan Hari, mengunjungi rumah Lia. Sampai depan rumahnya, terlihat pintu rumahnya tertutup dan sepi, berjalan mendekati pintu rumah juga tidak terdengar suara dari dalam.
"Assalam mu'alaikum" 3x aku mengucapkan baru ada sautan dari dalam..
"Wa'alaikum salam" terdengar seperti suara ibunya..
Ibunya membuka pintu dengan pelan, sambil menengok dan melihat kami satu persatu.
"Oh, nak Adi.. masuk!"
"Iya bu.. yuk masuk teman-teman"
Kami duduk di kursi ruang tamu, terlihat foto-foto Bapaknya masih terpajang jelas menjadi pelengkap hiasan dinding ruang tamu. Ibunya menemani kita bertiga.
"Kalian dari sekolah langsung ke sini?"
"Iya bu.. Lia kenapa tidak masuk bu?"
"Dia demam dan pusing sejak bangun tidur tadi pagi. Lia sempat mandi tadi pagi, setelah sarapan dia pusing.. ibu pegang keningnya, badannya juga panas"
"Oh, gitu bu.. semoga Lia cepat sehat ya bu!"
"Aamiin"
"Kalau boleh, biar kami langsung melihatnya ke dalam"
"Oh, nanti Ibu liat Lia-nya dulu!"
Awalnya dia sempat tidak mau kami jenguk. Namun akhirnya dia terima.
"Hai Li" kita berkata kompak..
"Hai"
"Gimana Li? Sudah enakan badannnya?
"Sudah tidak apa-apa kok"
"Kamu harus banyak istirahat"
"Iyaaa Adi.. tumben kalian mampir ke rumahku?"
"Kita mau kasih semangat sama elo, jangan menyerah, terus bangkit!"
"Husss.. emang mau ngapain! Hehehe"
Kita tertawa lepas dan saling lempar ledekan dan candaan. kemudian saat kami asik bercanda dan tertawa, terlihat Lia memegang kepalanya.
"Kenapa Lia?" tanya hari
"Masih sakit ya kepalanya?" tanya yoga juga..
"Iya nih masih terasa jambakan tangan Ronald semalam. Apa aku potong rambut aja yah, sudah kepanjangan juga ni!"
"Jangan Li, rambut kamu bagus begitu.. sayang kalau dipotong. Kamu juga terlihat manis dengan rambut panjang mu"
"Masa'?"
"Iya, aku kalau belum punya pacar pasti sudah kepincut oleh kamu"
"Oh ya? bohong kali!"
"Beneran kok"
"Cie.. cie" Yoga dan Hari nyeletuk..
"Ah sudah, jangan godain Lia terus.. dia mau istirahat" Jawabku
"Kita pulang dulu ya Li, semoga cepat sembuh yah"
"Kita pamit ya Li.. cepat sembuh yah!" Yoga pamitan..
"Iya Li, gua juga permisi dulu ya, sudah mau malam juga. Pokoknya jangan pikirin yang aneh-aneh, yang macem-macem. Istirahat saja, banyak makan ya dan cepat pulih biar bisa ke sekolah dan main sama kita-kita" Hari berkata..
Kami pamitan dengan Ibunya Lia yang sedang berada di dapur. Saat keluar dari rumah Lia, terlihat langit sudah mulai gelap, ku lihat di jam tanganku sudah pukul 17.40. Aku pergi ke stasiun Kali bata untuk menaiki kereta, perjalananku sangat dekat karena hanya melewati 3 stasiun kereta dan stasiun yang ke empatnya aku turun.
Sebelum sampai ke rumah Lisa aku sempatkan untuk sholat maghrib terlebih dahulu.
"Kak, kok malam banget sih sampai sininya?"
"Iya kak Adi mampir dulu ke rumah teman tadi?"
"Teman yang mana?"
"Teman sekolah lah!"
"Siapa? jangan-jangan kakak sudah ngeduain aku yah? kakak sekarang juga terlihat berubah!"
"Berubah bagaimana sih cintaku? beberapa hari ini ada kejadian yang tidak mengenakkan di sekolah, aku mau selesaikan dulu"
"Masalah apa sih kak?"
"Iya nanti kakak ceritakan.. Kakak laper nih, kita cari makan yuk? kamu mau makan apa?"
"Aku sudah makan kak, aku masakin indomie saja yah? kakak mau indomie rebus atau goreng?"
"Ya sudah masakin yang goreng saja deh?"
"Mau aku bikinin 1 bungkus aja atau 2?"
"2 boleh"
"Pakai telur gak?"
"Pakai dong"
"Pakai sayur sawi hijau tidak?"
"Emang kamu ada?"
"Ada lah, memang sudah disiapin di kulkas untuk masak indomie"
"Oh gitu.. boleh deh pakai sayur"
"Pakai bawang goreng tidak?"
"Haduh.. kamu tuh tanya-tanya terus sih? pokoknya pakaiin aja semua, apa yang ada masukin aja. Sudah sana.. kapan mau masaknya kalau tanya-tanya terus"
"Siap komandan" tangannya sampai sikap hormat segala..
Lisa meninggalkan aku yang duduk di teras rumah, 2 menit kemudian dia keluar kembali.
"Kak pedes gak? mau pakai irisan cabe rawit tidak?"
"Aduh, aku pikir sudah jadi mie nya ternyata malah nanya lagi! terserah deh pedes boleh.. enggak juga tidak apa-apa"
"Oke"
Ada sekitar 10 menit aku ditinggal sendirian di luar.
"Kak mau makan di dalam atau di luar?"
"Di luar saja.. mana mie-nya? belum jadi juga?"
"Tunggu, aku ambil dulu"
"Haduh, Lisa.. Lisa.."
Dia keluar dengan membawa semangkuk indomie dan kembali masuk untuk membuatkan aku es sirop air jeruk.
"Kamu mau? ayuk kita makan berdua!"
"Enggak ah, aku cobain sedikit saja"
"Sudah makannya?" kulihat dia makan tidak berhenti-henti..
"Belum!"
"Katanya sudah makan tadi?"
"Iya sudah kok, tapi mie-nya enak"
"Ya sudah, kalau gitu kamu habiskan saja semuanya"
"Bener nih?"
"Bener"
"Yah, dia ngembek.. aku kan cuma becanda kak!"
"Aku bener, habisin saja mie-nya"
"Enggak aku sudah kenyang, aku cuma mau cobain saja sedikit"
"Sedikit bagaimana? orang sudah tinggal setengah piring begini" aku sambil mengangkat piringnya..
"Kak, tadi mau cerita apa sama aku?"
"Kamu masih ingat tidak sama Ronald yang waktu itu godain kamu?"
"Oh iya.. aku ingat.. emang kenapa dia kak?"
"Dia gangguin cewek teman sekelasku"
"Oh begitu! digangguinnya seperti apa?"
"Ronald menyeret temanku dengan menarik rambutnya ke arah toilet duduk. Sebelum itu
toilet tersebut terlebih dahulu mereka kencingi kemudian dia benamkan
muka temanku itu ke air kencing tersebut. Ronald juga menutup tempat toilet itu
dengan menginjakkan kaki di atasnya saat kepala temanku yang sedang di benamkan. Tidak hanya itu saja, sebelum itu, Ronald juga menggunting rambut Lia sehelai.. 2 helai"
"Waduh kasihan juga yah?"
"Itu bener teman kamu kan?"
"Ya iya lah.. emang siapa? kamu tanya aja sama Yoga dan Hari?"
"Awas yah kalau nanti aku tahu kamu ada apa-apa dengan dia"
"Iya.. aku cuma sayang sama kamu doang kok"
"Iya aku juga sayang sama kakak.. sayang banget.. nget.. nget.. Makanya kakak jangan kecewain aku yah?"
"Iya cintaku.. manisku" aku mencubut dagunya dan membelai rambutnya..
"Terus bagaimana keadaan teman kamu itu Kak?"
"Tadi dia tidak masuk sekolah karena demam, terus di kepalanya masih sakit akibat tangan Ronald yang menjambaknya"
"Kasihan juga yah Lia.. semoga dia tidak apa-apa ya!"
"Aamiin.. ini kamu masih mau tidak mie-nya?"
"Sudah, kakak habiskan saja"
Ibu Lisa keluar dari dalam rumah, katanya mau pergi keluar sebentar. Setelah berbincang sedikit dengan Ibunya, kami pun melanjutkan obrolan.
"Kakak tuh, sudah beberapa hari tidak telepon Lisa, main ke rumahpun tidak!"
"Lah kan biasanya mainnya malam minggu atau hari minggunya"
"Akukan kangen sama kakak"
"Oh begitu, ini kan sudah ketemu.. berarti sudah tidak kangen lagi dong?"
"Aku masih kangen, kakak tidak usah pulang yah.. temenin Lisa di sini?"
"Lah, gimana! besok kan kakak sekolah Lis"
"Yah, gak tahu kenapa aku kangen berat sama kakak dari 2 hari yang lalu. Aku teleponin kakak tidak pernah ada di rumah"
"Oh, begitu. begini saja, besok kakak ke sini lagi yah, nemuin pacar kakak yang cantik ini" aku sambil mencubit kedua pipinya yang memiliki lesung pipit di kedua pipinya..
"Bener yah kak, besok kakak ke sini pulang sekolah"
"Iya"
"Aku tunggu di halte yah?"
"Tidak usah, kamu tunggu di rumah saja"
"Emang kenapa kak?"
"Takut ada pelajaran tambahan, macet, keretanya lama, atau kemungkinan lainnya.. nanti kamu lama nungguin akunya"
"Sudah tidak apa aku tunggu kakak, lama juga tidak apa-apa"
"Iih, ngeyel banget sih, pacar kakak yang satu ini.. sudah tunggu di rumah saja yah"
"Kok pacar yang satu ini, berarti kakak punya pacar lain dong?"
"Aduh.. kamu tuh curigaan saja, salah ngartiin omongan terus sih sayangku?"
"Semoga kita berjodoh ya sayang?"
"Aamiin, aku maunya nikah cuma sama kakak"
"Iya, masih kecil sudah ngomongin nikah, SMA (Sekolah Menengah Atas) juga belum"
"Biarin.. emang kakak tidak mau menikah dengan aku?"
"mmmm.. gimana yah? sudah ah, sudah malam kakak pulang dulu" (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar