Malam itu aku tidak bisa tidur, berfikif keras kemana kira-kira perginya Dinda. Apakah dia punya musuh? Atau ada yang iri dengan dia atau..
Malam itu aku sama sekali tidak terfikir apapun hingga waktu terlewatkan dengan cepatnya. 4 Hari setelah hari itu, tiba-tiba Citra datang ke rumah, saat itu sudah malam, kira-kira jam 19.20. Ketika itu aku sedang makan di ruang keluarga.
"Kak, ada mantan lo tuh di Depan" kata adik bontotku..
"Siapa? Lisa?"
"Lihat saja sendiri!"
"Lah, emang kamu tidak kenal? Yaa sudah suruh tunggu di depan. Kakak habiskan makan dulu"
Kira-kira 10 menit sudah dia menunggu. Akupun segera keluar menemui tamuku yang dikatakan adikku tadi.
"Oh, kamu Cit?"
"Ada apa nih?"
"Enggak kok, cuma mau mampir saja.. sambil ngobrol sama kamu. Kan sudah lama kita tidak ngobrol"
Aku pun duduk di sebelahnya.
"Mau minum apa?"
"Apa saja lah!"
"Oke, tunggu dulu yah"
Aku ke dalam meminta tolong adikku yang bontot untuk membuatkan air minum yaitu es jeruk. Kemudian aku keluar kembali menemui citra yang sedang duduk di depan rumah.
"Di, gua turut berduka ya atas meninggalnya Dinda!"
"Siapa yang bilang Dinda sudah meninggal"
"Gua denger kabarnya begitu"
"Dia cuma hilang kok, sampai sekarang belum tahu kabarnya"
"Oh, begitu.. semoga dia cepat diketemukan dan dalam keadaan baik-baik saja ya!"
"Aamiin"
Seni keluar mengantarkan es jeruk bikinannya dan kue kaleng.
"Terima kasih ya Seni! Benarkan kamu namanya Seni" bicara sambil menegaskan ke Seni..
"Iya kak"
"Kamu sekarang kelas berapa?"
"Kelas 2 SMA (Sekolah Menengah Atas) kak, aku masuk dulu yah.. silahkan diminum"
"Iya.. terima kasih"
Seni kembali masuk ke dalam rumah.
"Kemana Yani? Kok tidak kelihatan Di?"
"Ada di kamarnya"
"Ooo"
"Kamu ke sini ada apa?"
"Kan tadi aku sudah bilang mau ngobrol dengan kamu"
"Aku lagi capek ni pengen istirahat!"
"Kok kamu begitu sih" Dia mendekatiku dan duduk di pangkuanku.. harum tubuhnya serta rambutnya sangat wangi sekali..
Aku mengangkat tubuhnya dan menyuruhnya duduk kembali di bangku. Tidak disangka si otong berdiri tegang. Memang aku akui Citra sangat berani dan agresif sekali, dia juga cukup cantik, cara berpakaiannya pun sangat modis sekarang. Namun aku belum bisa mencintainya sepenuh hati.
"Kamu jangan begitu Cit, kan tidak enak dilihat orang!"
"Biarin aja kata orang, gua sudah tidak peduli"
"Kalau kamu begini, mending kamu tidak usah datang ke sini"
"Di, aku tuh sayang sekali sama kamu! Masa sih kamu tidak bisa mencintaiku sedikit saja"
"Sekarang ini aku baru kehilangan Dinda, aku masih pusing dengan hilangnya dia. Tolong jangan ganggu aku dulu ya"
"Dinda sudah hilang 4 hari, polisi juga tidak bisa menemukan tanda apapun kan. Gua sih yakin lo tidak akan bisa ketemu dengan dia lagi selamanya. Mendingan lo lupain dia deh, kan masih ada aku"
"Aku optimis, Dinda bisa ditemukan.. besok aku akan ke kantor polisi menanyakan perkembangan penyelidikannya"
"Gua rasa berapapun lo habis duit untuk bayar tuh ke polisi, lo tetep tidak akan menemukannya"
"Ya.. kita lihat saja nanti"
"Pokoknya, gua akan selalu ada untuk lo Di, dan gua siap menggantikan Dinda di hati lo"
"Lo semakin ngaco, sudah ya.. gua mau istirahat"
"Yaa sudah, gua pamit pulang ya! Kalau ada apa-apa hubungi gua ya! Nomor telepon gua masih yang lama"
Setelah Citra menghabiskan minumannya, diapun pamit pulang. Aku hanya mengantarkannya sampai depan pintu pagar.
Aku melangkahkan kakiku menuju dapur untuk menaruh gelas minuman lalu pergi ke kamar ku.
Di atas tempat tidur, aku memikirkan perkataannya tadi. Yang aku bingung dia yakin sekali jika Dinda sudah tidak ada. Aku pun menjadi bertanya-tanya dalan hati 'apakah Citra yang telah menculik Dinda dan membunuhnya?'.
Keesokan paginya aku bersiap untuk berangkat kerja. Pulangnya aku naik bus ke arah Koja, bermaksud untuk menanyakan perkembangan kasus Dinda yang hilang. Selesai sholat magrib di kantor polisi, aku menemui pihak kepolisian.
"Selamat malam pak!"
"Malam.. ada yang bisa kami bantu?"
"Kedatangan saya ingin menanyakan mengenai kasus kehilangan Dinda"
"Oh, yang TKP (Tempat Kejadian Perkara) di daerah Kelapa Gading ya?"
"Iya benar pak"
"Untuk kasus itu masih kita selidiki, karena minimnya saksi dan kamera CCTV yang kurang jelas, membuat kita sulit melacaknya. Untu kesimpulan sementara, Dinda dibawa oleh mobil berwarna hitam, saat Dinda keluar dari kantornya. Dugaan kami sementara Dinda dibawa orang yang sudah dikenalnya. Apakah ada orang kamu curigai?"
"Ada pak.. namanya Citra. Saya curiga jika dia pelakunya"
"Kenapa anda berfikir jika dia yang melakukannya? Apa motifnya?"
"Citra itu cinta mati dengan saya, sedangkan saya 1 minggu lagi akan melamar Dinda. Disini mungkin dia panik, dia pasti takut kehilangan saya"
"Oh begitu!"
"Iya pak, kalau orang sudah Bucin (Buta Cinta) pasti dia akan melakukan apa saja demi mendapatkan cintanya"
"Oke, jika begitu saya akan memanggil dia untuk meminta kesaksian. Kapan terakhir kamu bertemu Citra?"
"Semalam pak"
"Semalam!?"
"Iya pak, dia main ke rumah. Dari perkataan itulah saya mendapatkan petunjuk"
"Maksudnya?"
"Iya saya curiga dengannya, dia bilang jika polisi tidak akan bisa menemukan Dinda, sampai kapanpun dan hanya akan menghabiskan waktu, tenaga dan uang saja. Pokoknya apa yang dilakukan akan sia-sia saja"
"Oke, terima kasih atas laporan dan masukannya"
"Iya pak, saya berterima kasih atas segala upaya dan usaha dari bapak semua.. saya pamit pak"
"Iya"
Aku tidak menyangka obrolan singkat ku itu ternyata memakan waktu 2 jam. Karena hari sudah malam, aku pulang menggunakan taxi.
Seminggu kemudian aku beserta keluarga Dinda dipanggil ke kantor kepolisian.
"Selamat siang pak"
"Selamat siang.. apakah semua keluarga Dinda sudah berada di sini semua?"
"Sudah pak"
"Kita panggil keluarganya Dinda dan calon suaminya bermaksud untuk menjelaskan bahwa kami kurang petunjuk dan alat bukti untuk menemukan keberadaan Dinda. Kemarin satu-satunya petunjuk dari mas Adi tetap tidak bisa menemukannya karena menurut informasi Citra, dia tidak mengenal Dinda akan tetapi dia tidak membantah jika mengenal Mas Adi. Dengan begitu kasus ini dengan terpaksa kami tutup sampai nantinya kita menemui petunjuk kuat tentang hilangnya Dinda, maka kita bisa membuka kasus ini kembali"
"Begitu ya pak?"
"Iya, semoga pihak keluarga bisa sabar dan ikhlas dengan kejadian ini"
"Iya pak, terima kasih sudah membantu kami selama ini"
"Mungkin ada pertanyaan lagi dari pihak keluarga?"
"Sudah pak, kami pasrah. terima kasih"
2 hari setelah itu aku mengatur pertemuan dengan Citra, karena aku yakin sekali Citra yang telah merencanakan semua ini. Aku bertemu dengannya di sebuah mall di daerah Jakarta Selatan.
"Hai Di.. ada apa nih mau ketemuan dengan gua?"
"Enggak.. aku mau ngobrol saja"
"Ngobrolin apa? Cinta kita? Alhamdulillah lo sudah mau menerima gua"
"Cit, sebenarnya kamu kemanain Dinda"
"Jadi lo nemuin gua cuma bermaksud menanyakan tentang dia? Kalau cuma itu mendingan gua pulang"
"Ayo lah Cit, bantu aku.. kasian keluarganya!"
"Terus, lo gak kasian sama gua?"
"Apa maksud kamu?"
"Yuk, lo ikut gua"
"Kita kemana?"
"Ikut saja dulu"
Kita berdua pergi menggunakan taxi ke rumah kontrakan di daerah sepi yang jarang sekali terlihat orang di sana. Di sepanjang jalan Citra terus manja denganku dengan merebakan kepalanya ke pundakku. Turun dari taxi aku dengannya berjalan ke arah rumah yang tidak terlalu besar namun sedikit kotor.
"Masuk"
"Lo mau tahu tentang Dinda kan?"
"Buka pakaian lo semua!"
"Apa maksud lo!"
"Mau gak?"
"Enggak"
"Yaa sudah.. lo boleh pergi kalau begitu"
"Oke, apakah kalau gua turutin kemauan lo, lo pasti akan kasih tahu semuanya"
"Mungkin!"
"Sebenarnya apa sih mau lo Cit"
"Pake nanya lagi lo.. mau gua ya elo.. paham!"
Akhirnya aku terpaksa menuruti semua kemauannya, tidak ada sehelai benangpun yang menempel ditubuhku. Aku melihat semua pakaian, jam tangan, telepon genggam dibawanya dan ditaruh di dalam tong kaleng yang berada jauh di ruang belakang. Aku duduk di ruang tamu yang sangat sempit, sebenarnya aku malu dengan keadaan seperti ini, namun apa boleh buat.
"Lo tahuu kenapa gua suruh lo seperti ini! Supaya lo tidak bisa merekam apa yang akan gua katakan nanti"
"Gua kan tidak pegang kamera atau alat perekam"
"Ya siapa tahu aja lo sudah berniat tidak baik dengan gua"
"Lo duduk disini, gua mau ke kamar dulu"
Kira-kira 30 menit dia berada di kamar kemudian dia keluar dengan berpakaian seksi, dan berdandan super cantik dengan rambut dikepang satu dari atas kepala. Dia berjalan berlenggok ke arahku kemudian duduk dipangkuanku. Sepontan anuku berdiri dibuatnya.
"Nah kan, berdiri kan lo"
"Tidak usah munafik deh, berarti lo suka gua kan!"
"Bagaimana tidak berdiri, jika melihat cewek cantik, tapi inikan bukan berarti gua suka sama lo, nafsu dan cinta tidak sama Cit. Kalau cinta karena nafsu, lama-lama akan pudar tetapi jika cinta karena hati, dia akan terpelihara dengan baik sampai hati itu tidak berfungsi lagi"
"Ah, teori.. gua sebel dengan orang yang banyak bicara" dia berkata sambil menciumku..
"Jadi cuma ini yang lo mau katakan ke gua? Jadi mana Dinda"
"Sabar dong.. sabar.. kita mulai saja dulu baru nanti bicara tentang Dinda"
"Gua tidak mau main-main dengan lo"
"Kenapa? Tadi katanya gua cantik"
"Kita belum muhrim Cit, kita belum sah secara agama untuk melakukan itu"
"Jangan sok suci lo!"
"Bukan begitu.. mahkota lo adalah milik suami lo.. bukan siapa-siapa.. jadi nanti siapa yang pertama merenggut keperawanan lo yaitu suami lo.. ingat keperawanan adalah hal yang utama yang harus lo pertahankan"
"Ah capek gua ngomong sama lo"
Hingga akhirnya Citra terduduk di hadapanku, dia tertunduk lama. (KK)
--- DH ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar