Pertemanan kami dimulai saat kami masih kecil sekali, kami bertetangga dekat. Rumahnya tepat di belakang rumahku bahkan menempel 1 dinding dengan rumahku. Sejak kecil aku dengannya sering bermain bersama di kebun, lapangan bahkan di sungai.
Sedari sekolah TK (Taman Kanak-kanak) hingga tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) aku selalu bersamanya. Kemanapun kami selalu berdua, banyak orang bilang kita seperti anak kembar. Yang tidak bisa terpisahkan.
Teringat olehku saat kami masih satu sekolah di TK, Harfi selalu duduk di sampingku, kami berdua bermain di dalam kelas kemudian bernyanyi bersama, Saat itu Harfi disuruh bernyanyi di depan kelas, akupun mengikutinya, namun saat aku disuruh sendiri bernyanyi di depan kelas, aku pasti tidak mau, kecuali bersamanya. Saat istirahat atau pulang sekolah kami bersama sama main ayunan atau perosotan yang ada di halaman sekolah, kami bermain bersama dan berlarian kesana kemari.
Memasuki masa sekolah SD (Sekolah Dasar), kami disekolahkan di sekolah yang sama juga, sekelas dengannya, bahkan sebangku dengannya membuat aku semakin akrab, disetiap pelajaran kami saling mengkoreksi terhadap apa yang sudah kami tulis, Harfi sangat baik dia juga sering membelikan ku jajanan. Aku ingat sekali dulu dia sering memberikanku cilok, es goyang, mie lidi bahkan goreng-gorengan. Memang tidak bisa dipungkiri Harfi adalah anak pertama dari keluarga yang berada, saat itu di lingkunganku dia adalah salah satu orang yang sudah memiliki mobil. Sedangkan keluargaku tinggal di sebuah gang yang hanya bisa dilalui motor, akan tetapi keluargaku jangankan mobil, motor saja tidak punya.
Sehari-hari usai pulang sekolah kami sering bermain tap lari jongkok, petak umpet, galaksin gawang, masak-masakan dan jual-jualan dengan menggunakan bungkus permen sebagai uangnya, bungkus permen tersebut sudah kita tentukan nominalnya sesuai dengan bungkus perman apa itu.
Terkadang saat PR (Pekerjaan Rumah) banyak kami mengerjakannya dulu kemudian baru bisa bermain. Saat pagi dan sore hari kami masih mandi di sungai Ciliwung, saat itu Ciliwung masih jernih, bahkan udang yang lewat bisa terlihat oleh mata. Aku sering menangkap udang bahkan ikan dengan menggunakan serokan bersama teman-teman saat liburan sabtu minggu. Jika tangkapan kami banyak, kami akan bakar di bebatuan tepi sungai Ciliwung. Namun jika sedikit aku akan taruh ikan tersebut di kolam ikan rumah temanku.
Tamat SD aku melanjutkan ke sekolah SMP (Sekolah Menengah Pertama), di sekolah tersebut aku masih bersama dengannya. Kami ke sekolah selalu berangkat dan pulang bersama. Aku sekolah di SMP 98 di daerah Jakarta Selatan, antara rumah dengan jalan raya kira-kira berjarak 800m, jadinya kita jalan kaki dulu sekitar 7-10 menit lamanya kemudian disambung dengan menggunakan bus Miniarta atau Kopaja. Saat itu ongkos masih Rp 100,- aku pun sering dibayarin olehnya.
Jika pulang sekolah kami sering berjalan kaki lewat belakang sekolahan kemudian menyusuri Jalan Agung Raya 2. Perjalananku dari sekolah hingga sampai di rumah memakan waktu 30 menit lamanya. Jadi jika kami pulang jam 13.00 maka jam setengah 2 kami sudah di rumah.
Saat SMP, aku sering bermain kasti di lingkungan, kalau sepak bola aku tidak pernah ikutan, aku hanya sebagai penyemangat yang main atau hanya duduk di bawah pohon sambil bermain tali dengan teman wanita lain.
Syukurnya memang di lingkunganku ada lapangan yang sangat besar, luasnya mungkin 2000 meteran. Di sekitaran rumahku masih banyak sekali kebun pisang dan tanaman buah di dalamnya mulai dari buah rambutan, jambu batu, jambu air, kecapi, sawo, kelapa, pepaya dan sebagainya. Saat musim buah tiba kami juga sering memetik buahnya.
Hingga memasuki masa-masa SMA, kami juga masih di sekolah yang sama. Hingga pergi dan pulang sekolahpun kami masih bersama. Saat di SMA kami sering mengerjakan PR bareng di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu berdua di rumah. Orang tua kamipun sudah menganggap hubungan kami seperti adik kakak, itu karena kedekatan kami berdua sedari kecil. Kami sering bertengkar, ledek-ledekan kemudian baikan lagi.
Di masa ini kami mulai menanyakan mengenai tipe pasangan yang kami berdua idamkan.
"Fi, gua mau tanya ni sama lo.. kira-kira tipe cewek yang lo idam-idamkan seperti apa sih?"
"Kok, tumben lo nanya gitu Yani. Ada apa ni!"
"Ah, ga ada apa-apa kok.. cuma mau nanya aja!"
"Mau nanya atau mau tahu ni?"
"Ah lo mah malah ngeledek.. mau tahu deh.."
"Mau tahu aja atau mahu tahu banget?"
"Ah ya sudah deh gak usah.. lupain ajaaa" aku ngambek karena malu..
"Loh kok gitu sih, iiya deh.. gua tuh tipenya yang pasti bukan seperti lo. lo tuh orangnya tomboy banget sih, udah rambut kayak laki-laki, pake celana pendek.. maen juga, maen bola. Dah gitu kalo mandi ke Ciliwung gabung sama anak laki-laki pula, trus masih banyak lagi deh"
"Loh kok jadi ngebahas gua sih.. gua marah sama lo.." aku pun meninggalkan nya dari ruang tamu menuju kamarku..
Diapun mengejarku sampai depan kamar, dia langsung memegang tanganku dan berkata 'Jangan marah dong kan cuma becanda lagi pulakan, jika aku ngomong begitu beneran kan biar lo bisa berubah jadi cewek yang sebenarnya'. Dengan muka yang lesu dan jalan seperti orang yang malas-malasan aku dengannya kembali ke ruang tamu.
"Udah gak usah jutek begitu, gak usah juga pasang muka melas dan kayak orang ogah hidup gitu"
"Tuh kan ngeledek lagi.. gua pergi aja deh mendingan.. biar lo ngomong sama tembok atau sama kursi sana"
"Cie.. cie.. ngambek lagi ni yeeee.. Maaf deh"
"Ya iyalah abis lagi kurang mut di ledekin mulu"
"Ya sudah kalo kurang mut.. kita makan diluar yuk sudah siang ni"
Kami pun pergi berdua keluar dengan mengggunakan motor Harfi, kami berdua makan bakso di depan jalan besar. Saat makan bakso dan es campur tersebut, Harfi melanjutkan obrolan di rumah tadi.
"Yan, wanita idamanku itu gak muluk-muluk kok. Dia mempunyai rambut panjang, aku seneng kalau lihat wanita berjalan dengan rambut terurai panjang kemudian tertiup angin, kayaknya anggun banget seperti bidadari turun dari surga. Terus dia memakai rok atau bajunya yang memang hanya dipakai untuk wanita"
"Maksudnya gimana?"
"Ya pakaian yang memang laki-laki tidak pernah pakai.. Ya contohnya gaun, daster, rok, hijab, ya pokoknya pakain wanita deh.. masak harus aku sebutin semua"
"Oh begitu, ini bukan lagi nyindir gua kan?"
"Emang lo merasa tersindir yah! kalau gitu yaaa maafin dah sekali lagi"
"Trus apa lagi"
"Trus aku suka ya seperti lo periang, murah senyum, gak neko-neko.. mau gimanapun hayuk lah"
"Trus kalau warna kulit sama tinggi dan bentuk badan ngaruh gak?"
"Enggak lah.. yang penting enak dipandang atau kalau dibilang tidak ngebosenin lah"
"Nah guakan sudah kasih tau ni tipe cewek idaman gua, nah kalau lo seperti apa pria idaman lo?"
"Kalo gua sih yang penting bisa buat gua bahagia aja, itu sudah cukup"
"Simple banget hidup lo ya?"
"Emang mau gimana lagi?"
"Lo kan bakal ngadepin pasangan lo seumur hidup niii! masak cuma itu syaratnya"
"Ya iya lah.. buat apa banyak-banyak syarat tapi gak bahagia"
"Sialan lo.. hehehe"
Kamipun tertawa lepas berdua dan selesai makan kami berdua kembali ke rumah dan nongkrong di pinggir kali Ciliwung.
Seiring waktu aku mulai memanjangkan rambutku dan meninggalkan celana pendek yang biasa aku pakai. Aku juga mulai belajar berdandan saat memasuki perkuliahan.
Saat kuliah ini kami tidak satu kampus, dia kuliah di daerah Jakarta Barat sedangkan aku hanya di sekitaran rumah, yang memang bisa berjalan kaki dan mencari kampus dengan biaya kuliah murah.
Kedekatanku dengannya menjadi berkurang, hanya saat sabtu minggu dan libur kuliah kami sering bertemu.
Jujur.. sudah lima kali aku berpacaran dengan cowok namun memang belum ada yang sreg di hati. Semuanya biasa saja. Apalagi saat sekarang ini saat aku sudah semester 5 banyak sekali yang menyukaiku. Mereka bilang aku cantik, terlebih lagi dengan rambut panjangku yang lurus sampai ke pinggang dan selalu terurai serta sangat rapi yang membuat pesonaku disukai oleh para pria. Namun memang hatiku masih untuk Harfi, bagiku hanya dia yang bisa membahagiakanku. Karena selama ini dia tidak pernah memarahiku, bahkan saat aku marah dia malah merayuku dan membuatku tersenyum kembali. Saat aku ada masalah diapun selalu ada disampingku. Dan saat aku minta bantu masalah keuangan, diapun rela memberikan uangnya untukku tanpa harus dikembalikan.
Menurutku, Harfi tidak pernah hitung-hitungan denganku, dia sangat ikhlas membantuku. Selain itu menurutku, dia orangnya juga ganteng, sejak dari SD.. Harfi memang mengutamakan penampilan dan barang serta pakaian yang dikenakannya selalu bagus-bagus bahkan bermerek.
Dari semester 3, aku melihat Harfi semakin berubah terhadapku. Dia semakin canggung denganku bahkan terlihat lebih kaku dari sebelumnya. Apa mungkin dia takut ceweknya lihat kalau sedang bersamaku, jadi jaga jarak denganku sehingga mereka tidak ribut dibuatnya. Pikiranku masih positif saat itu, akupun masih menganggapnya sebagai teman semasa kecil, walau memang aku menaruh hati kepadanya.
Harfi, sering mengajakku nonton film ke bioskop berdua. Nah di sini nih pernah suatu waktu saat mau masuk ke dalam studio 3 di sebuah bioskop di daerah Depok, dia memegang tanganku. Lalu saat aku melihat ke arah mukanya dia melepaskan tanganku sampil berkata 'maaf'. Entah hal itu memang sengaja dia lakukan atau memang dia tidak sengaja, aku pun tidak mau menanyakan hal itu kepadanya dan aku menganggap itu berlalu begitu saja.
Yang aku bingung juga, dia juga semakin sering mengajakku jalan ke tempat-tempat rekreasi di dalam kota maupun di luar kota Jakarta. Memang sih orang tuaku sudah percaya sekali dengannya, jadi walau kita nginap beberapa hari asalkan aku bersamanya mama tidak mempersalahkan.
Pernah aku suatu waktu ke daerah Cijulang, Pangandaran.. kami berdua ke sana selama 3 hari 2 malam, pemandangannya yang indah membuatku takjub akan alam Indonesia.
Butuh kurang lebih 8 jam perjalanan dari Jakarta ke daerah Jawa Barat tersebut. Disana dia banyak bercerita mengenai dirinya yang memang selama ini aku tidak tahu. Mendengar ceritanya aku sedikit simpati dengannya. Dia menceritakan mengenai kehidupan di keluarganya, orang tuanya menginginkan dia cepat menikah dan lebih mementingkan satu suku dengannya. Selama ini dia bercerita sudah mencari sesuai dengan kriteria orang tuanya, dia ingin menyenangkan hati orang tuanya yang sudah membesarkan dia selama 22 tahun ini. orang tuanya sekarang sering sakit-sakitan dan selalu berkata tentang pernikahannya.
Disaat pagi hari itu sebelum pulang ke Jakarta, dia terlihat ingin berbicara serius kepadaku. Dia mengajakku ke sebuah tempat yang indah dan sepi. Kemudian dia.. ssssttttt.. jangan berfikir negatif dulu orang dia cuma ngajak bicara dari hati kehati doang kok..
"Yani, maaf jika omongan ku hari ini membuat kamu kaget dan kecewa. Tetapi ini harus aku bicarakan kepada kamu, karena jika aku tidak utarakan isi hati ini kepada kamu. Aku yakin kamu tidak akan tahu yang sebenarnya. Dari kecil kita sudah bersama, kita main berdua kemanapun, kita bercanda, tertawa, bahkan terkadang kita juga saling marahan, semua kita lewati bersama. Dulu saat itu aku menganggap kamu sebagai teman dekat saja, namun perasaanku berubah setelah 1 tahun yang lalu aku melihat kamu, saat aku menjemputmu di kampus, dimana kita janjian akan makan malam bersama. Disitu, disaat kamu berjalan menuju mobilku, aku melihat kamu cantik sekali, awalnya aku tidak menduga jika yang sedang berjalan ke arah mobilku itu kamu. Tetapi setelah kamu semakin mendekat dan mengetuk pintu mobilku, aku baru sadar itu adalah kamu. Jujur aku gugup sekali saat itu, saat kamu tanya 'kita mau makan malam di mana nih?'. Sumpah itu momen pertama kali aku sangat gugup saat bersama kamu. Aku sudah pikirkan selama 1 tahun terakhir ini, bahkan aku sudah berbicara ke orang tuaku bakal melamar kamu. Awal orang tuaku menganggap omongan aku mengenai hal ini hanya becanda belaka, namun aku yang meyakinkan dia dengan penuh harapan sehingga, orang tuaku setuju. Aku harap cintaku ini kepadamu tidak bertepuk sebelah tangan."
"Kamu serius dengan apa yang sudah kamu katakan?"
"Aku serius Yan, setiap detik.. setiap menit.. setiap jam.. setiap malam.. bahkan setiap hari.. aku sudah memikirkan baik-baik hal ini. Selama 1 tahun terakhir ini aku menjalani 1 hari rasanya sangat lama, aku sudah terbuai dengan pesonamu yang sekarang. Kamu memang seperti bidadari yang diturunkan dari surga untukku. Bayanganmu tidak pernah lepas dari pikiranku. Yan, semoga aku belum terlambat mengatakan ini dan memang ada cinta juga di hatimu terhadapku walau hanya sedikit."
"Aku gak mimpikan?"
"Enggak Yan, aku mengatakan ini benar-benar dari hatiku yang terdalam. Pesonamu sudah mengikat hatiku hingga tidak berkutik lagi. Mau kah kamu menjadi istriku Yan?"
"Iya aku mau.."
"Alhamdulillah.. terima kasih Yan"
"Jujur aku sudah suka dengan kamu dari sejak SMA dulu, tetapi kayaknya kamu belum membuka hatimu untukku. Dari sejak itu aku memang memimpikan momen seperti hari ini. Syukur Allah menjawab doaku!"
"Benarkah itu Yan? berarti cinta aku tidak bertepuk sebelah tangan donk"
Setibanya di Jakarta, aku ceritakan mengenai hal ini kepada keluargaku. Alhamdulillah, mereka juga setuju dan hari-hari selanjutnya kami menjadi semakin dekat dan mulai memikirkan rencana ke depan. Rencananya kami akan menikah setelah menamatkan kuliah kita. Kemudian setelah mendapat pekerjaan Harfi akan melamarku dan kita akan tinggal bersama. (KK)
-- DH --