Aku tinggal di sebuah desa kecil di Provinsi Sumatera Selatan. Di desa tersebut aku dibesarkan oleh kedua orang tuaku. Desa yang sangat tenang, dimana warganya sebagian besar bekerja sebagai petani dan berladang. Rumahku terletak di pinggir jalan lintas sumatera atau sering di sebut juga jalan Lintas Tengah. Desa tersebut bernama Desa Lebak Budi, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim.
Aktifitasku sehari-hari adalah bersekolah dan membantu Bapak di Ladang. Aku memiliki ladang kopi dan cabai yang cukup luas, kenapa aku bilang cukup.. karena ladang milik Bapakku tidak terlalu luas dan juga tidak terlalu kecil dibandingkan milik orang-orang di samping ladangku. Aku sangat senang jika berada di ladang, alam yang begitu indah ini kita jaga dengan baik dengan menanam tumbuhan yang bisa menghasilkan untuk kehidupan kita semua.
Aku juga masih sekolah, masuk sekolah jam 7 pagi dan kemudian pulang sekolah jam 11 siang. Usai makan siang dan sholat zuhur, aku bersiap-siap pergi ke ladang bersama Bapak. Bapak biasa pergi ke ladang saat aku baru bangun pagi kemudian pulang siang hari untuk makan di rumah dan pergi lagi bersamaku sampai jam 5 sore.
Memasuki masa remaja saat umurku menginjak 16 tahun, aku mulai melirik anak tetanggaku di seberang rumahku. Dirinya selalu mencuri perhatianku sejak 2 tahun yang lalu. Aku yang memang tetangganya, tidak terlalu akrab dengannya, namun mengenalnya dengan sangat baik. Ratna adalah nama panggilannya, dia adalah gadis yang sangat manis dengan kulit sawo matang, tinggi badan sedang, perawakan kurus dan berambut hitam lurus panjang.
Di sore itu, setelah pulang dari ladang.. aku menyiapkan peralatan mandi dan bergegas menuju sungai Enim. Sungai tersebut letaknya tak jauh di belakang rumah, melewati jalan setapak berupa tanah dan rerimbunan pohon-pohon kopi, ya mungkin sekitar 500 meter jaraknya. Di bawah pohon besar di tepian sungai aku menaruh sandal dan perlengkapan mandiku. Aku membuka pakaianku dan menggantinya dengan basahan (kain panjang yang digunakan untuk menutupi bagian tubuh ku). Saat turun ke sungai dan merendam seluruh bagian tubuhku, mataku melihat gadis yang cantik datang menuju sungai dari jalan yang ku lewati tadi, saat melangkah diantara bebatuan sungai.. dia terjatuh, kemudian reflek aku lari ke pinggir sungai dan membantunya.
"Yuk aku bantu berdiri" aku memegang tangannya dan menariknya berdiri..
"Terima kasih ya Can!"
"Iya sama-sama Rat"
Setelah itu dia berjalan percis di belakangku, dan lagi-lagi dia terjatuh kembali. Kali ini dia terjatuh dengan menarik kain basahanku. Hampir saja kainku terbuka semua, untung saja tanganku masih bisa menggapainya saat lilitan terakhir kain yang ku pakai tersebut. Ah.. kalau saja terbuka semua bisa..
"Maaf Candra.. aku tidak sengaja"
"Ya sudah gak papa. Aku benerin kainku dulu yah. nanti kamu pegang tanganku, biar kita sama-sama sampai sungai" aku tersenyum melihatnya begitupun dia
"Can, sekali lagi maaf yah! terima kasih kamu sudah mengantarku sampai sungai. Padahal aku sudah tiap hari mandi di sini, enggak tahu kenapa sore ini bisa sampai kepeleset 2 kali."
"Lagi banyak pikiran kali kamu yah? atau lagi enggak fokus karena ada aku? hehehe" aku berkata sambil bercanda kepadanya
"Ah kamu bisa aja, cuma aku salah pilih jalan aja kok, aku pilih batu yang memang banyak lumutnya"
"Makanya jangan salah pilih lagi besok, dari pada salah pilih mending pilih aku"
"Ah kamu.. jadi malu aku"
"Enggak usah malu, aku mah orangnya santai, lagi pula di sini cuma kita berdua, mau malu sama siapa lagi?"
"Sama kamu lah"
"Sama aku gak usah malu, biasa aja kali"
Aku kembali ke air dan menuntaskan mandiku sebelum malam tiba. Terlihat dia masih mencuci pakaiannya, sedangkan hari sudah mulai gelap.
"Rat, masih banyak yang akan dicuci?"
"Ini yang terakhir kak"
"Dipercepat.. hari sudah gelap, kamu juga belum mandi loh. Atau aku tungguin kamu deh sampai selesai semuanya"
Aku pun duduk di atas batu besar yang berada di tepi sungai sambil menunggu Ratna selesai mandi. Kemudian jalan berdua menuju rumah kami.
"Kak terima kasih yah, sudah mau nungguin aku mandi!"
"Iya, lain kali menurut aku yah.. kalau cuci pakaian mending pagi hari atau kalau sore hari sekitar jam 4-an"
"Kan kalau pagi aku sekolah.. iya tadi aku ketiduran trus bangun langsung ke suangai deh"
Sampai di rumah azan magrib sudah berkumandang dari masjid kampungku, masjid yang terletak di ujung kampung itu, lumayan besar.. cukup menampung seluruh laki-laki di kampungku. Namun ini yang aku sangat sesalkan dari penduduk kampung, mereka jarang pergi sholat ke masjid, sehingga masjid hanya di pakai oleh orang-orang tua saja bahkan kalau di bilang sudah kakek-kakek baru ke masjid. Mereka lebih mengutamakan bekerja dan lebih memilih hanya sholat di rumah saja.
Terlebih lagi sholat jum'at, orang-orang yang sholat hanya mengisi sepertiganya dari isi masjid. Mungkin semua orang kampung masih ada di ladang. Yah sudahlah semoga suatu saat masjid di kampungku bisa terisi penuh.
"Kamu mandi lama sekali Can" Bapak berkata..
"Tadi Nungguin Ratna sampai selesai mandi Pak"
"Iya tadi Bapak lihat kamu berdua di sungai"
"Iya Pak dia nyuci pakaian banyak sekali padahal ke sungainya sudah jam 5 lewat"
"Oh, gitu.. ya sudah gak papa"
Sejak saat itu aku dan Ratna menjadi akrab, aku dengannya terpaut usia 2 tahun lebih tua aku. Aku senang jika sudah mengobrol dengannya. Bukan hanya karena dia cantik dan tak jemu memandangnya, tapi dia adalah seorang gadis penurut dan sangat berbakti kepada ke dua orang tuanya.
Ratna adalah seorang anak yang mandiri dan anak cewek satu-satunya di kelurganya. Walau dia anak bontot tapi tak terlihat jika dia di manja, sehingga dia selalu terlihat tegar dan kuat. Mungkin juga itu karena ke tiga kakak-kakaknya semua cowok. Yah, entahlah.. yang ku lihat hanyalah kemandiriannya dan selalu tersenyum jika aku menatapnya.
Aku dan dia sering bertemu di pinggir sungai.. bercerita banyak tentang impian kita masing-masing dan juga keluarga. Aku yang selalu menggodanya dan bercanda dengannya hingga membuat kita semakin dekat. Kedekatan kita yang sudah berjalan 2 tahun terakhir ini membuat kita sama-sama jatuh cinta dan menjalin ikatan bukan hanya sebagai teman biasa namun special.
Tahun ini aku lulus dari SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas), aku pun mengutarakan kepadanya jika lulus akan pergi ke Jakarta untuk bekerja di sana dan melanjutkan kuliah jika sudah memiliki uang banyak. Syukurnya dia bisa mengerti aku, itu lah yang membuat aku semakin cinta kepadanya karena pengertiannya dan dia adalah gadis yang mudah mengerti dan penurut.
Saat ku tinggal dia Ke jakarta, dia masih sekolah kelas 2 SMEA. Sangat berat meninggalkan keluarga dan Ratna, ingin rasanya aku membatalkan keinginanku.. tetapi aku harus tegar demi kemajuanku.
Di Jakarta aku mengontrak sebuah rumah di daerah Jatinegara, aku mengontrak tak jauh dari tempatku bekerja yaitu di sebuah Toko besar bernama Ramayana. Di sana aku bekerja sebagai penunggu stan Sepatu.
Tak banyak yang aku bisa lakukan, agar bisa terus berhubungan dengannya yaitu tak lain hanya dengan surat menyurat. Hampir setiap minggu kami bisa saling berkirim surat, di setiap mengirim surat biasanya aku selau menitipkan surat untuk orang tuaku.
2 tahun sudah kami saling berkirim surat, bercerita tentang pekerjaanku di sini dan dia bercerita tentang sekolahnya yang akan tamat dan keluarganya.
Memasuki tahun ke 3, aku semakin sibuk bekerja diiringi oleh perpindahan kerja ku, ke daerah Tangerang. Di situ aku mulai lupa dengan surat. Aku sudah tidak lagi mengiriminya surat. Hingga satu tahun kemudian saat liburan hari raya Idul Fitri, aku mengambil cuti panjang untuk pulang ke kampung. Saat itu aku sudah berada di kampung 2 hari sebelum hari raya. Melihat kampungku yang sudah banyak berubah dari saat aku tinggalkan 4 tahun yang lalu, akupun banyak mendengar kabar mengenai dirinya dari keluargaku.
"Kamu sudah tidak bersama Ratna lagi Can?" Bapakku berkata..
"Memangnya kenapa pak?"
"Ratna mau menikah bulan depan dengan tokeh kopi (Juragan kopi), masih muda sih umurnya sekitar 30-an"
"Kok bisa Pak? dia mau?"
"Ya bisalah, orang dipaksa Bapaknya kok.. sudah begitu dia bilang kamu juga sudah tidak tahu di mana abis tidak ada kabarnya lagi. Lagi pula dia lebih berduit dari pada kamu"
"Iya sih, aku mengerti dan sudah mengenal dia, Ratna itu orangnya penurut dan sangat pengertian.. wajar jika dia mau saja saat disuruh orang tuanya"
Aku pun pergi bertamu ke rumah ratna saat sore itu. Ratna pun keluar menemuiku.
"Masuk kak"
"Iya Rat.. apa kabar kamu dan Bapak juga ibu kamu?"
"Semua baik kak"
"Kak.. Kakak kemana saja 2 tahun terakhir, tidak pernah membalas suratku lagi, aku pikir kakak sudah melupakan ku"
"Tapi aku tidak pernah terima surat kamu Rat?"
"Kan sebelumnya selalu sampai saat aku kirim surat, kenapa 2 tahun terakhir Kakak gak terima lagi?"
"Ya ampun Rat, maaf aku kan sudah pindah rumah ke Tanggerang Banten. Maaf aku tidak kabarin kamu"
"Aku setiap minggu selalu kirimin kakak surat.. bahkan aku tidak peduli kakak tidak balas surat aku.. sampai akhirnya aku bosan dan tidak tahu lagi harus menulis apa.."
"Maaf ya Rat, aku pindah kerjaan.. aku ditugaskan di cabang di Tangerang"
"Kak.. kakak pasti sudah dengar aku akan menikah sebulan lagi, atau habis lebaran nanti. Kakak ikhlaskan aku yah.. karena aku tidak mungkin menolak keinginan orang tuaku"
"Iya, Rat.. aku mengerti. Semoga kamu bahagia dengannya yah!"
"Terima kasih Kak" aku lihat dia menangis dan berlari ke arah kamarnya..
Aku pun meninggalkan rumahnya dan pamit kepada Ibunya.
Liburan yang tadinya akan lama namun, aku pangkas karena aku sudah tidak betah di kampungku sendiri. Teringat banyak kenangan bersamanya saat aku pergi ke sungai, begitupun saat aku pergi bermain di kampungku, di setiap sudutnya banyak sekali gambaran masa laluku bersamanya. Hingga akhirnya aku pergi meninggalkan kampung di hari ke 2 setelah lebaran, menuju Tangerang.
Sesampainya di Tangerang sudah malam hari, aku langsung ke kontrakan, malam itu aku tidak bisa tidur karena teringat perkataan Ratna saat di kampung kemarin.
Paginya.. selesai sarapan aku langsung pergi ke tempat kontrakanku yang lama, aku menemui penghuni kontrakan yang baru dan menanyakan mengenai surat yang dikirim kantor pos, ternyata mereka tidak mengetahui hal tersebut karena baru 2 bulan menempati rumah tersebut. Aku bergegas ke rumah pemilik kontrakan, ternyata rumahnya kosong dan aku coba menunggu mereka sampai kembali. Sampai malam tiba aku masih menunggu dan tepat jam 9 malam mereka pulang.
"Eh, kamu Can?"
"Iya Pak?"
"Apa kabar kamu sekarang? sudah lama gak maen ke sini? Oh iya kamu tunggu saya? sudah lama kamu menunggu?"
"Baik pak.. Iya sayakan dipindah kerja di Tangerang.. saya tunggu bapak dari siang tadi.. Bapak dan keluarga apa kabarnya?"
"Waduh maaf sudah menunggu lama, abis tidak tahu kamu akan ke sini.. Kabar kami baik.. Ada apa nih? ada yang bisa dibantu?"
"Iya Pak saya hanya menanyakan soal surat yang masih dikirim oleh pacar saya dari kampung ke alamat kontrakan Bapak"
"Surat yah, surat yang mana yah?"
"Itu loh pak surat yang Bapak simpan di atas lemari kamar" Jawab istrinya..
"Oh, ada yah? Tar saya ambilkan yah"
Dia berjalan menuju kamar.. kemudian kembali lagi ke ruang tamu dengan membawa kantong pelastik berisi surat.
"Ini mungkin yah? sudah lama sekali ini.. sampai-sampai saya lupa pernah menyimpannya"
Aku membuka pelastik tersebut dan memperhatikan surat tersebut satu persatu
"Iya pak benar ini. terima kasih yah pak sudah menyimpannya dengan baik"
"Iya, maaf saya gak bisa kirim ke kontrakan kamu yang baru karena memang tidak tahu"
"Iya enggak apa-apa pak. Ini juga masih rapi banget"
"Oh, iya kamu mau minum apa? sampai lupa nawarin minuman"
"Oh, gak usah pak.. saya izin pamit saja karena sudah malam.. terima kasih banyak yah Pak atas semuanya"
"Iya sama-sama" mereka bareng menjawab..
Aku bergegas ke stasiun kereta Jatinegara kemudian beralih 2 kali kereta hingga sampai di stasiun Tangerang. Tengah malam aku baru sampai rumah kontrakanku..
Tak sabar aku ingin membuka dan membaca seluruh isi surat dari Ratna. Surat tersebut aku urut berdasarkan tanggal yang ada di cap pos pada surat. Surat yang berjumlah 30 buah tersebut aku buka dan baca satu persatu, hingga malam itu aku tidak tidur sampai pagi hari tiba.
Banyak yang Ratna ceritakan pada semua suratnya, salah satunya mengenai perjodohan dia, yang memang sudah terjadi sejak dia kelas 3 SMEA. Dia sudah menolak namun tidak bisa menentang kemauan orang tuanya, sampai akhirnya ada di satu suratnya dia mau ikut aku di Jakarta, namun karena aku tidak pernah membalas suratnya akhirnya dia pasrah dengan keinginan orang tuanya.
Membaca suratnya membuat aku sangat terpukul, aku sedih, kecewa, marah dan bingung pada diri sendiri yang tidak pernah memberi kabar lagi ke Ratna setelah pindah rumah kontrakan. Mungkin ini sudah takdir diriku.. (dalam hatiku).
Keesokan harinya aku mulai sakit, aku tidak nafsu makan dan badan panas. Aku selalu mengingat masa-masa bersamanya, mengapa 2 tahun aku bisa melupakannya, namun setelah benar-benar kehilangannya aku menjadi tidak terima. 3 hari lamanya aku sakit dan dalam kesendirian.
Saat sudah kembali bekerja, lama-lama aku bisa melupakannya dan hidup normal kembali. Aku mulai membuka lembaran baru dan mencoba dekat dengan beberapa wanita, namun belum ada yang bisa mengisi relung hati ini.
Saat bulan Januari, aku mendapat kabar jika Ibu sedang sakit parah di kampung, hingga akhirnya aku segera pulang ke kampung. Sebelum sampai di sana aku melihat banyak tukang buah durian di kiri kanan jalan. Wah, ternyata dikampungku sedang musim durian.
Sampai di rumah sudah banyak keluargaku disana..
"Asalamu alaikum.." aku memasuki pintu rumah
"Wa alaikum salam.." mereka menjawab serentak
aku langsung masuk kamar, tempat ibuku berbaring.. aku salami dia dan mencium keningnya. Siang itu aku benar-benar mengurusi ibuku. Mulai dari menyuapinya makan, memberikannya obat, memijitinya dan mengelap seluruh badannya dengan air hangat. 2 hari kemudian ibu terlihat sehat, dalam hatiku ini sepertinya hanya sakit kangen sama anaknya saja. karenakan baru kemarin lebaran ketemu, menurut hitunganku baru 4 bulan kemarin.
Karena ibu sudah sehat akupun mulai berkemas untuk segera kembali ke Tangerang. Pagi itu sebelum berangkat, Ratna datang bersama kedua orang tuanya.. dia mau menitipkan Ratna kepadaku untuk kerja di Jakarta.
"Can, saya titip Ratna boleh yah?" Bapaknya berkata
"Iya pak.. boleh, tapi bagaimana dengan suaminya?"
"Memang kamu tidak tahu Can?"
"Mengenai apa? memang ada cerita apa nih?"
"2 minggu setelah lebaran, mobil yang dikendarai calon suami Ratna masuk ke jurang dan beliau meninggal di tempat. Itupun diketahui orang saat siang keesokan harinya, karena kemungkinannya kejadiannya malam hari dan tidak ada seorangpun yang melihat bagaimana kejadian yang sebenarnya."
"Oh, begitu.. Ya sudah kalau memang Ratna benar-benar mau ikut ke Jakarta"
"Saya titip jagain Ratna yah Can"
"Iya Pak.. saya akan selalu menjaganya"
Pagi itu aku dan Ratna pergi ke Tangerang dengan menggunakan bus ALS (Antar Lintas Sumatera). Di jalan aku banyak bercerita dengannya, hingga dia terlelap tidur di pundakku.. (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar