Di pagi yang cerah itu aku pergi, melangkahkan kakiku menuju kantorku yang terletak di daerah Kelapa Gading. Pagi itu masih gelap, terlihat di jam tanganku menunjukkan pukul 05.40. Aku berjalan menyusuri aspal hitam menuju halte bus yang berjarak 900 meter dari rumahku, kurang lebih 10 menit jika berjalan kaki. Sesampainya di halte bus, untungnya tak lama aku menunggu bus-nya datang, syukurnya aku dapat duduk di posis tengah bus. Bus berjalan menyusuri kemacetan jalan ibu kota Jakarta yang sangat menyita waktu. Tak lama terlihat ada seorang wanita menaiki bus dan duduk di sebelah ku, karena bangkunya masih kosong. Memasuki Tol wanita tersebut tertidur di bahuku. Aku bingung harus berbuat apa, aku bangunkan atau hanya diam saja. Ya terpaksa aku hanya mengikhlaskan pundakku menjadi bantal untuknya.
Rutinitas ini aku jalani setiap hari kecuali sabtu dan minggu, ya setidaknya aku selalu melihat hampir semua orang yang sama setiap pagi berangkat kerja. Akupun mulai mengenal gadis itu, Sisil nama panggilannya. Akupun akrab dengan dengannya mulai berbagi cerita setiap paginya hingga akhirnya kita sering janjian lewat SMS. Aku mulai dekat dengan Sisil karena dia wanita yang murah senyum dan senang bercerita.
Waktu itu aku pulang kerja aku janjian dengannya di perempatan jalan Pulomas. Kami berencana ingin menonton film di bioskop terdekat. Aku ingat bener waktu itu tahun 2006 aku menonton film yang berjudul 'Cinta Pertama', ceritanya sangat sedih hingga Sisil dibuatnya menangis. Pulang dari sana sudah hampir jam 9 malam, sangat sulit mencari bus yang menuju ke Depok. Namun kami masih tetap menunggu hingga setengah jam, mobil yang kita tunggu datang. Mobil sudah penuh hingga hanya menyisakan 1 kursi saja. Ku persilahkan dia untuk duduk sedangkan aku berdiri di sampingnya. Memasuki Tol ku lihat Sisil sudah terlelap di bangkunya, dari raut wajahnya terlihat dia sangat capek sekali.
Saat itu belum ada rasa cintaku terhadapnya, aku hanya menganggapnya sebagai teman dan seorang wanita yang berparas manis. Pernah sesekali aku pergi bersamanya untuk makan siang, ku lihat dia mengajak teman prianya bernama Budi. Aku melihat dia sudah akrab sekali dengan pria tersebut. Iri rasanya aku melihat kedekatannya. Terbesit dalam hati 'Apakah ini yang namanya cemburu? namun aku kan tidak mencintai dia'. Kubuang jauh pikiran itu dan mengakrabkan diri dengan Budi yang baru aku kenal hari ini.
Saat Sisil membayar makanan kami, berhubung dia Ulang tahun hari ini jadi dia yang meneraktir. Saat itu aku berbicara dengan Budi.
"Kamu sekantor dengan Sisil Bud?"
"Iya kami teman sekantor, tadi saat mau turun makan kami gak sengaja ketemu, dia bilang mau makan di mall, lalu ku lihat dia menunggu angkot lama sekali, dia bilang mau jalan tanggung. Karena dekat aku tawarin saja untuk aku antar menggunakan motorku. Eh.. malah aku diajak makan bareng"
"Oh begitu"
"Eh, maaf yah kalau aku mengganggu acara makan kalian!"
"Oh.. gak papa Bud.. santai aja lah"
"Ngomong-ngomong kalian pacaran yah Nan?
"Enggak.. kami hanya teman kok"
"Kok nanyanya begitu sih? memang terlihat seperti pacaran yah!"
"Enggak kok.. Tapi Sisil sering cerita mengenai sosok Yunan, sepertinya dia mengidolakan kamu loh. Atau bisa dibilang dia suka sama kamu, tapi enggak tahu juga ya, karena dari mulutnya belum pernah keluar kata itu. Namun dari caranya bercerita aku bisa mengerti kalau dia suka sama kamu loh."
"Terus terang yah Nan, Sisil itu manis dan gak ngebosenin orangnya, aku aja suka sama dia"
"Lah, kenapa gak kamu nyatakan saja cinta kamu kepadanya".
"Enggak lah, aku belum terlalu dekat dengannya.. belum seperti kamu dengan dirinya"
Percakapan kami terhenti saat Sisil menghampiri, setelah selesai membayar makan.
"Nan, aku langsung ke kantor lagi yah.. bareng Budi"
"Oke Sil.. hati-hati di jalan yah"
Saat bekerja di depan komputer, aku teringat akan pembicaraan ku dengan Budi. Aku banyak berfikir mengenai hubunganku dengannya. Banyak yang terfikirkan oleh ku mengenai 'apakah bener dia mencintaiku, rasanya sulit jika aku menyatakan cinta ke kepadanya dan budi pun mencintainya". Itulah segelintir pikiranku terhadapnya.
Berjalannya hari, kami tetap bersikap seperti biasanya. Hingga akhirnya aku pindah bekerja di daerah Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Perjalanan yang tidak searah lagi membuat hubunganku semakin jauh. Terlebih lagi pekerjaanku yang padat dan sangat beda dengan sebelumnya membuat aku tenggelam dalam rutinitasku dan Sisil pun terlupakan oleh ku.
Setahun kemudin, saat aku menelpon dia, ternyata dia sudah berpacaran dengan Budi. Pernah dia meledekku 'Abis orang yang diharap gak nembak-nembak, trus mau berharap sampai kapan, sekarang aja sudah semakin jauh, karena Ada yang berani menyatakan cinta kepadaku ya aku terima saja'. Aku terdiam mendengar kalimat tersebut keluar dari mulutnya.
Aku bingung dibuatnya, namun aku berlaga acuh saja, agar tidak menimbulkan pertanyaan yang membuat aku terpojok. Sulit rasanya menjalani hubungan yang memang belum mencintai terlalu dalam terlebih lagi sosok dirinya yang belum banyak aku ketahui.
Itulah cinta yang tak mungkin terjadi jika tak ada yang buat kita 'klik' terhadapnya. Dan kita selalu berfikir yang terbaik untuk kita, keluarga, hubungan kita, dan juga dia. Aku cuma bisa berdoa semoga semua berjalan baik. (KK)
-- DH --
Saat itu belum ada rasa cintaku terhadapnya, aku hanya menganggapnya sebagai teman dan seorang wanita yang berparas manis. Pernah sesekali aku pergi bersamanya untuk makan siang, ku lihat dia mengajak teman prianya bernama Budi. Aku melihat dia sudah akrab sekali dengan pria tersebut. Iri rasanya aku melihat kedekatannya. Terbesit dalam hati 'Apakah ini yang namanya cemburu? namun aku kan tidak mencintai dia'. Kubuang jauh pikiran itu dan mengakrabkan diri dengan Budi yang baru aku kenal hari ini.
Saat Sisil membayar makanan kami, berhubung dia Ulang tahun hari ini jadi dia yang meneraktir. Saat itu aku berbicara dengan Budi.
"Kamu sekantor dengan Sisil Bud?"
"Iya kami teman sekantor, tadi saat mau turun makan kami gak sengaja ketemu, dia bilang mau makan di mall, lalu ku lihat dia menunggu angkot lama sekali, dia bilang mau jalan tanggung. Karena dekat aku tawarin saja untuk aku antar menggunakan motorku. Eh.. malah aku diajak makan bareng"
"Oh begitu"
"Eh, maaf yah kalau aku mengganggu acara makan kalian!"
"Oh.. gak papa Bud.. santai aja lah"
"Ngomong-ngomong kalian pacaran yah Nan?
"Enggak.. kami hanya teman kok"
"Kok nanyanya begitu sih? memang terlihat seperti pacaran yah!"
"Enggak kok.. Tapi Sisil sering cerita mengenai sosok Yunan, sepertinya dia mengidolakan kamu loh. Atau bisa dibilang dia suka sama kamu, tapi enggak tahu juga ya, karena dari mulutnya belum pernah keluar kata itu. Namun dari caranya bercerita aku bisa mengerti kalau dia suka sama kamu loh."
"Terus terang yah Nan, Sisil itu manis dan gak ngebosenin orangnya, aku aja suka sama dia"
"Lah, kenapa gak kamu nyatakan saja cinta kamu kepadanya".
"Enggak lah, aku belum terlalu dekat dengannya.. belum seperti kamu dengan dirinya"
Percakapan kami terhenti saat Sisil menghampiri, setelah selesai membayar makan.
"Nan, aku langsung ke kantor lagi yah.. bareng Budi"
"Oke Sil.. hati-hati di jalan yah"
Saat bekerja di depan komputer, aku teringat akan pembicaraan ku dengan Budi. Aku banyak berfikir mengenai hubunganku dengannya. Banyak yang terfikirkan oleh ku mengenai 'apakah bener dia mencintaiku, rasanya sulit jika aku menyatakan cinta ke kepadanya dan budi pun mencintainya". Itulah segelintir pikiranku terhadapnya.
Berjalannya hari, kami tetap bersikap seperti biasanya. Hingga akhirnya aku pindah bekerja di daerah Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Perjalanan yang tidak searah lagi membuat hubunganku semakin jauh. Terlebih lagi pekerjaanku yang padat dan sangat beda dengan sebelumnya membuat aku tenggelam dalam rutinitasku dan Sisil pun terlupakan oleh ku.
Setahun kemudin, saat aku menelpon dia, ternyata dia sudah berpacaran dengan Budi. Pernah dia meledekku 'Abis orang yang diharap gak nembak-nembak, trus mau berharap sampai kapan, sekarang aja sudah semakin jauh, karena Ada yang berani menyatakan cinta kepadaku ya aku terima saja'. Aku terdiam mendengar kalimat tersebut keluar dari mulutnya.
Aku bingung dibuatnya, namun aku berlaga acuh saja, agar tidak menimbulkan pertanyaan yang membuat aku terpojok. Sulit rasanya menjalani hubungan yang memang belum mencintai terlalu dalam terlebih lagi sosok dirinya yang belum banyak aku ketahui.
Itulah cinta yang tak mungkin terjadi jika tak ada yang buat kita 'klik' terhadapnya. Dan kita selalu berfikir yang terbaik untuk kita, keluarga, hubungan kita, dan juga dia. Aku cuma bisa berdoa semoga semua berjalan baik. (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar