Robert telihat sedikit memundurkan badannya dan menjaga jarak dengan ekspresi muka yang sedikit takut.
"Tapi tenang saja Bert, sejak aku kenal Monita dari 2 bulan sebelum aku tertangkap. Aku bisa sedikit mengerti apa itu cinta, perasaanku sedikit meredam dan tahu bagaimana bersikap. Monita yang telah mengubah cara berfikirku, menerima segala takdir yang aku terima"
"Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang ini kepada kamu, yang aku ingin katakan hanya permintaan maafku untuk kamu Lin"
"Tidak apa-apa mas, ini mungkin sudah jalan hidup aku. Aku juga tidak mengerti, kenapa diriku selalu terbayang akan kamu"
"Padahal kamu cantik, baik.. menurutku kamu itu idaman laki-laki banget. Aku rasa tidak mungkin cowok tidak suka kamu apalagi menolak cinta kamu"
"Aku tahu itu mas, karena di instagram saja followers ku banyak sekali begitupun juga facebook. Banyak juga cowok yang dekat denganku ingin selalu mengajak aku jalan atau hanya sekedar makan di luar. Namun aku tidak bisa.. karena aku takut kecewa"
"Kecewa kenapa? Kan kamu bisa dekat dulu dengan mereka kemudian kamu nilai bagaimana dia"
"Banyak orang setelah menikah baru tahu sifat asli pasangannya yang sebenarnya. Banyak yang menganiaya pasangannya, padahal saat pacaran dulu dia sangat baik. Ada juga yang dibunuh karena ternyata hanya mengincar harta warisan. Aku bingung mas, aku hanya melihat ketulusan dan kebaikan kamu adalah yang terbaik. Makanya sampai saat ini aku masih berharap dengan kamu"
"Tapi aku sudah menikah Lin, kamu lihat sendiri di belakangku ada istriku" Robert menoleh ke belakang sambil menunjuk Monita..
"Iya aku tahu itu mas.. tapi aku masih boleh berharap dong? Atau kalau Monita mengijinkan, aku mau jadi istri kedua Mas Robert"
"Aku tidak pernah berfikir akan punya istri lebih dari satu.. satu saja aku belum tentu bisa kasih yang terbaik untuknya"
"Terus.. tolong ajari aku bagaimana cara membenci kamu dan melupakan kamu!"
"Kenapa harus begitu!"
"Iya mas, karena mungkin hanya itu jalan satu-satunya"
"Saya akan mengatakan suatu hal yang mungkin bisa kamu lakukan untuk melupakan aku atau setidaknya kamu lupa dengan aku"
"Apa itu mas?"
"Benar kamu mau melakukan, apa yang aku katakan? Caranya mudah asal kamu mau lakukan"
"Iya.. Apa?"
"Pertama, perbanyak sholat dan ibadah kepada Allah dan yang kedua, buka diri kamu untuk dicintai dan mencintai orang lain"
"Itu saja mas?"
"Iya.. itu saja"
"Semoga aku bisa melakukannya ya mas!"
"Aamiin"
"Terima kasih ya mas"
Lina dibawa kembali masuk ke selnya. Sedangkan Robert pergi meninggalkan ruangan, kemudian langsung berpamitan dengan polisi yang sedang bertugas.
Di dalam mobil dia banyak berfikir mengenai pertemuannya dengan Lina tadi. Robert tidak banyak bicara di dalam mobil, hanya memegang tangan Monita saja. Karena ada sopir taksi yang mendengarkan, jika mereka banyak bicara. Mereka tidak mau beritanya nanti akan ramai tersebar di media.
Sampai hotel, sopir taksinya disuruh berjalan kembali oleh Robert menuju Pantai Kuta. Entah kenapa setelah sampai hotel, Robert merasa ingin menenangkan pikiran di pinggir pantai bersama istrinya.
Mobil taksi kembali berjalan menuju pantai. Diperjalanan mereka masih terdiam dengan tangan yang sambil berpegangan.
Turun dari taksi, mereka berjalan ke arah pantai sambil tersenyum dan bergandengan tangan, mencari tempat teduh untuk duduk bersantai. Memandang ke arah pantai, melihat air memecah ombak, mendengar suara burung dan gemuruh air menyertai.
"Kita di sini dulu ya sayang! Nanti sore kita baru ke hotel kembali"
"Iya.. tidak apa-apa"
"Aku ingin merenungi jalan hidup ini"
"Kenapa memang?"
"Ternyata tidak mudah untuk mengendalikan diri kita.. terkadang banyak dorongan-dorongan negatif dalam diri kita.. banyak juga pikiran-pikiran yang tidak baik. Kenapa kita tidak berfikir lurus bersikap baik dan selalu membawa kebaikan bahkan cenderung berfikir positif?"
"Karena kita punya hawa nafsu mas, banyak setan juga yang ingin menjerumuskan kita dalam kesesatan"
"Kok kamu bener sih!"
"Apanya yang bener"
"Omongannya.. kamu hebat banget sekarang.. tapi waktu sama Lina sering sholat kan?"
"Enggak lah waktu 3 bulan pertama"
"Kok bisa, ini nih"
"Ini nih apa? Orang tangan kaki ku diikat bagaimana bisa sholat! Bergerak aja susah, kadang rasa gatal saja harus ku tahan sampai aku hanya bisa mengeluarkan air mata menahan gatal dan rasa sakitnya"
"Aduh kasihan banget istriku ini"
"Iya.. kasihan kan! Coba deh kamu rasakan apa yang aku alami waktu itu. Sudah makan kurang, tidak bisa bergerak, badan bau karena tidak pernah mandi, kedinginan karena tidak berpakaian"
"Waduh, tidak enak banget yah. Kok bisa yah Lina bersikap seperti itu?"
"Ya karena sudah cinta mati sama kamu.. otaknya sudah tidak jalan, hatinya sudah beku, pikirannya hanya berisi kamu saja"
"Emang stress tuh anak"
"Bukan setress lagi, mungkin sudah gila"
"Ya, sudahlah tidak usah diomongin lagi"
Monita tidur dipangkuan Robert dengan beralaskan pasir putih. Robert mengelus rambut Monita dengan lembut sambil berbicara.
Tanpa mereka sadari hari pun sudah beranjak sore.
"Mas, sudah sore nih, kita harus ke hotel, kasian mama dan papa"
"Kasihan kenapa?"
"Iya.. mereka sudah makan belum ya?"
"Pasti sudah lah, mereka kan sudah dewasa.. sudah bisa cari makan sendiri"
"Ya sudah lah, kita pulang saja.. lagi pula kita sudah lama di sini"
"Oke lah.. yuk"
Sampai di depan pintu kamar hotel, mamanya keluar dari kamar.
"Mah" mereka menyalaminya..
"Kalian lama sekali di kantor polisi?"
"Iya mah! Mama dan papa sudah makan?"
"Ya sudah lah! Kitakan bisa cari makan sendiri. Kalian sudah makan? Jangan sampai terlambat makan loh nanti malahan sakit"
"Iya mah, kita sudah makan tadi. Mama mau ke mana?"
"Mau cek ke kamar kalian.. apakah kamu sudah pulang atau belum!"
"Oh, begitu"
"Ya sudah sana, mandi dulu kalian.. entar kita makan malam bareng di bawah"
"Iya mah, kita mandi dulu yah"
Mereka masuk ke kamar masing-masing. Robert pun mandi bersama Monita. Di dalam kamar mandi mereka berbagi kemesraan dan saling bercumbu. Selesai itu mereka ke kamar orang tua Monita.
"Kalian mandi lama sekali?"
"Masa sih mah?"
"Hampir 3 jam mama nunggu kalian, mungkin sudah lebih dari 10 kali mama bolak balik mengetuk pintu kamar kalian"
"Oh ya.. maaf deh mah"
"Ya sudah.. yuk kita jalan saja.. sudah malam nih" papanya berkata..
Tidak terasa sudah seminggu Robert di Bali, dia harus kembali bekerja. Robert pun berangkat ke Jakarta meninggalkan Monita dan kedua orang tuanya yang akan mengikuti persidangan minggu depan.
Kedua orang tua monita tinggal bersama Monita, jadi mereka pindah ke kamar yang lebih besar yang muat sampai 4 orang di dalamnya.
Persidanganpun dimulai, banyak awak media yang meliput, terlihat juga orang tua Lina yang memang jika dilihat berpakaiannya seperti keluarga berada. Orang tua Lina mendekati Monita dan dengan santun mereka berkata dan berbicara.
"Nak Monita, ibu sebagai orang tua Lina.. meminta maaf yang sedalam-dalamnya kepada nak Monita. Ibu tidak tahu jika dibalik kejadian besar ini adalah karena kelakuan anak kandung ibu. Selama ini ibu selalu mengikuti perkembangan berita yang besar dan heboh ini. Tidak disangka jika anak ibu yang melakukannya. Awal mendengar Lina tertangkap.. hati ibu hancur, ibu sangat sok. Ibu tidak terima sampai akhirnya ibu sakit karena terlalu memikirkan berita ini. Keluarga ibu banyak sekali menerima hujatan, caci, maki dengan kata-kata yang sangat kasar." Ibu Lina menangis menitikkan air mata..
"Iya bu.. ibu yang sabar yah. Aku sudah memaafkan kesalahan Lina. Aku paham kenapa dia bisa melakukan hal ini"
"Iya nak, ibu tidak habis pikir cintanya waktu kecil sampai mendarah daging di jiwanya. Ibu juga tidak tahu harus bagaimana lagi, padahal hampir setiap hari ibu selalu menasehati dia. Untuk hal percintaan ini ibu baru tahu nak, karena Lina orangnya tertutup, selama ini ibu hanya menasehati tentang kuliahnya saja dan jodoh"
"Iya bu.. saya mengerti pasti setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya dan agar kelak anaknya bisa berhasil dan sukses"
"Iya nak.. oh, iya.. Ibu tidak melihat nak Robert?"
"Dia kerja bu di Jakarta.. saya di sini hanya ditemani kedua orang tua saya yang duduk di sana" Monita menunjuk tempat duduk kedua orang tuanya..
"Oh begitu.. iya susah juga yah jika bekerja, harus ambil cuti panjang kalau mau ke sini"
"Iya bu!.. ngomong-ngomong ibu dengan siapa di Bali?"
"Dengan kakaknya Lina yang cowok, dia kerjanya sebagai pengacara.. jadi dia yang dampingi Lina selama ini"
"Bapaknya Lina tidak ikut bu?"
"Tidak nak, karena orangnya emosian. Takut Lina nanti kenapa-kenapa.. karena Lina dari kecil tidak dekat dengan bapaknya dan dia juga takut kalau bicara ke bapaknya"
"Oh, begitu bu"
"Mungkin, karena itu juga nak, makanya dia sangat menilai cowok yang mana akan dia dekati. Karena dia trauma dengan sifat bapaknya"
"Kasihan ya Lina bu.. tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari seorang Bapak"
"Ya begitulah, tapi jangan bicara ke siapa-siapa ya nak mengenai apa yang ibu bicarakan ini. Apalagi ke media, ibu takut masalahnya menjadi melebar"
"Iya bu.. ibu tenang saja.. aman kok"
"Terima kasih ya nak"
"Sama-sama bu" (KK)
--- DH ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar