Seminggu terlewatkan, hari itu Ronald menemuiku saat istirahat sekolah.
"Nanti pulang sekolah gua tunggu lo dengan Lia di parkiran"
"Mau ngapain bang?"
"Tenang saja, gua cuma mau minta maaf aja sama Lia. Dan gua nanti sendirian kok tidak sama teman-teman gua"
"Iya nanti gua ajak Lia ketemu lo saat pulang sekolah"
"Oke, sampai nanti"
Pulang sekolah aku mengajak Lia untuk bertemu Ronald dulu sebelum pulang. Namun Lia dengan keras hati menolaknya. Aku membujuknya dari suara pelan hingga keras, namun dia tetap tidak peduli dengan ajakanku. Hingga akhirnya aku sendirian yang menemui Ronald.
"Nald, maaf Lia tidak mau aku ajak ke sini"
"Kenapa memangnya? dia masih marah sama gua? Kan gua sudah minta maaf langsung kepadanya tadi pagi"
"Ya tidak tahu lah Nald, mungkin kejadian kemarin masih membekas"
"Oh gitu yah, ya sudah kalau begitu"
"Ok, gua pulang ya Nald"
Aku berjalan keluar gerebang sekolahan menuju hate bus, tidak lama menunggu Bajaj yang ke arah stasiun, Mobil Ronald lewat.
"Di.. Adi, ayok masuk ke mobil"
"Kenapa Nal?"
"Gua mau ngomong banyak sama lo, sekalian nanti gua antar lo pulang"
Akupun masuk ke dalam mobil Ronald, aku duduk di depan, bersebelahan dengan Ronald.
"Tidak apa-apakan kalau gua antar lo sampai rumah"
"Tidak apa-apa sih, tapi ngerepotin lo gak? rumah gua agak jauh loh"
"Emang dimana rumah lo?
"Di Lenteng Agung"
"Oh, tidak jauh beda dengan gua"
"Emang rumah lo dimana Nal?"
"Gua di Cilandak"
"Lo mau ngomong apa lagi sih Nal? Gua gak mau macam-macam ya?"
"Macam-macam bagaimana sih? Gua mau baikan dengan Lia, itu saja sih"
"Lo coba deketin dia saja, terus lo dengan tulus berbaikan dengannya"
"Iyaa.. gua akan coba itu, tapi ada yang mau gua tanyakan dengan lo mengenai dia"
"Apa?"
"Dia itu kenapa sifatnya begitu banget yah?"
"Begitu bagaimana? dia kan tidak ngapa-ngapain lo! bahkan dia tidak melawan saat malam itu"
"Iyaa.. yang gua bingung dia berani menghadapi gua? Selama ini setiap orang yang berhadapan dengan gua pasti dia akan menundukkan mukanya. Bahkan kalau cewek ngeliat gua dia pasti tersenyum"
"Lo mau tahu tidak Nal, dia itu adalah tulang punggung keluarga, dia sangat merindukan sosok bapak berada di sampingnya. Jadi semakin kita kerasin dia, maka dia akan semakin keras bahkan bisa semakin memberontak. Itu juga yang saat ini dihadapi oleh Ibunya, Ibunya juga bingung bagaimana menghadapi anaknya itu"
"Oh, gua baru tahu Di.."
"Ya, iya lah lo baru tahu. kalau lo gak tanyakan ini ke gua mana lo bakal tahu"
"Boleh tidak lo antar gua ke rumahnya?"
"Oh, kalau itu gua gak berani, tapi di depan itu adalah daerah rumahnya"
"Itu mah, makam pahlawan"
"Iya rumahnya adalah di sekitaran situ. Lo lihat tuh, dulu para pahlawan berjuang mempertahankan tanah air kita ini, begitu juga Lia, dia masuk STM untuk melanjutkan usaha bapaknya untuk menjadi anak yang berbakti"
"Keren juga yah dia. Gua jadi pengen bersahabat dengan Lo dan Lia"
"Gua sih oke saja, sekarang tinggal lo-nya saja yang harus bersabar untuk menghadapinya"
Sepanjang jalan dari Pasar Minggu hingga Lenteng Agung, Ronald lebih banyak terdiam dan berfikir. Dia hanya mengantarku sampai depan rumah. Saat dia ku tawari untuk mampir, dia menolak dengan alasan karena hari sudah malam.
Esok harinya, di sekolah aku melihat Lia murung dan cuek kepadaku.
"Lo kenapa? Marah sama gua? gua salah apa Li?"
"Tidak apa-apa.. sudah sana"
Aku bingung kenapa Lia bersikap seperti itu, aku tanyakan kepada Hari dan Yoga mengenai sikapnya pagi ini, merekapun juga tidak tahu kenapa Lia seperti itu. Tapi tadi saat masuk kelas menurut mereka berdua, Lia menyapa mereka. Dalam hati, berarti dia hanya marah kepadaku. Tapi karena apa yah? apa karena aku tetap menemui Ronald kemarin!.
Saat istirahat aku mencoba mendekati Lia kembali.
"Li, gua minta maaf yah jika gua ada salah sama lo?"
"Maaf apa?"
"Ya, habis lo beda hari ini sama gua. gua tidak pernah liat lo seperti ini sama gua"
"Makanya punya teman jangan dilupain, ini malah dekatin musuh"
"Siapa?"
"Lo introfeksi diri aja deh sana, sudah ah gua lagi mau sendiri!"
"Li, kemarin itu gua nemuin Ronald, karena dia nungguin kita di mobilnya. Gua bilang kepada dia jika lo tidak mau bertemu dengannya.. itu saja"
"Bodo.. pake ngeles lagi"
"ngeles apa sih? bingung gua"
"Emang gua tidak lihat lo pergi berdua dengan dia"
"Oh itu, jadi kemarin Ronald cerita bayak tentang dirinya dan dia pengen banget deket sama kita-kita"
"Masa'!"
"Iya"
Tiba-tiba Ronald datang menemui kita
"Iya Li.. Adi bener, gua nyesel sudah berbuat yang tidak pantas malam itu kepada kamu. Sekali lagi gua minta maaf ya? Kalau lo mau balas seperti yang gua lakukan sama lo malam itu, oke gua akan terima. Nanti pulang sekolah lo boleh lakukan itu kepada gua. Dan gua tidak akan marah dan membalasnya lagi"
"Oke, gua tunggu lo di depan toilet lak-laki nanti sore, setelah sekolah ini sepi"
"Siap"
Ronald akhirnya meninggalkan kelas kita, entah dia berjalan ke kelasnya atau pergi ke kantin untuk bergabung dengan kelompoknya.
Sore itu Lia dan aku menujuju toilet, terlihat dari kejauhan Ronald sudah berdiri sendirian di depan toilet.
"Lo sudah siap Nald?" tanya Lia..
"Ayuk kita masuk berdua saja tanpa Adi"
"Eh, tidak bisa gitu dong Nal, gua harus ikut juga"
"Lo tenang aja gua tidak akan apa-apain Lia untuk kedua kalinya" Jawab Ronald..
"Iya, lo di luar ada Adi.. gua tidak apa-apa" Lia berkata..
"Oke.. gua tunggu di luar kalau begitu"
Lama aku menunggu mereka di luar, tidak terdengar suara gaduh dari dalam, satu jam.. dua jam terlewatkan. Aku pun mendekati pintu kamar mandi
"Li.. Lia, lo gak apa-apa?"
"Amannn.." teriak Lia dari dalam..
Aku kemudian duduk kembali di depan toilet, lama-lama aku bosan juga menunggu mereka di luar tanpa melakukan apa-apa. Aku juga sudah 5 kali teriak ke dalam toilet, selalu dijawab 'aman'.
Hingga akhirnya mereka berdua keluar dari dalam toilet. Aku melihat mereka berdua baik-baik saja, baju Ronald pun aku melihatnya tidak basah dan kotor.
"Lo berdua ngapain saja sih di dalam?"
"Ngobrol" mereka berdua berkata berbarengan..
"Kalau ngobrol ngapain di dalam toilet, ini kan sudah gelap, sepi lagi.. emang lo berdua tidak takut setan?"
"Takut sih, di dalam gelap banget.. tapi tanggung.. makanya kita lanjut"
"Tanggung apa sih? tidak ngerti deh gua? Jangan-jangan lo berdua melakukan yang tidak-tidak yah?"
"Hus, ngeres aja pikiran lo" Jawab Lia..
"Iya nih, ayuk kita pulang saja!" Jawab Ronald..
"Iya yuk sudah malam nih!"
"Kalian berdua naik mobil gua saja, entar gua antar Lia dulu baru Adi"
"Oke" Jawab Lia..
"Lo kenapa jadi bersemangat begitu jawabnya Li, tadi siang lo benci banget sama Ronald.. Sore ini pun begitu juga sebelum masuk toilet, kenapa sekarang jadi berbeda banget.."
"Tidak ada yang beda.. sudah yuk pulang" Jawab Lia..
Di dalam mobil suasana hening tidak ada pembahasan kecuali membahas jalanan yang padat dan macet.
Setelah hari itu aku melihat Lia dan Ronald semakin akrab. aku menjadi penasaran sebenarnya apa sih yang terjadi semalam saat mereka di dalam toilet. Rasa penasaranku semakin menjadi sehingga saat pulang sekolah aku mengajak Lia untuk pulang bareng.
Di dalam bajaj aku mulai mengorek-ngorek cerita, hingga akhirnya setelah turun di Stasiun Kalibata Lia bercerita.
"Saat sore itu kami masuk ke dalam toilet bareng, aku menyuruh Ronald membenamkan wajahnya ke dalam toilet, namun belum sampai wajahnya masuk ke dalam toilet aku terpeleset dan untung Ronald segera menangkapku"
"Gimana.. ada yang sakit tidak?"
"Aku langsung melepaskan rangkulannya. Aku tidak ingat pasti apakah saat itu Ronald sempat menciumku atau tidak, tapi rasanya keningku terkena sentuhan bibirnya"
Aku langsung terduduk di lantai, kemudian Ronald bercerita
"Maafin aku yah Lia, malam itu adalah tindakan aku yang sangat salah kepada kamu. Aku sadar saat malam itu di rumah. Kemudian aku tersadar lagi saat aku dihukum tidak masuk sekolah. Saat itu Ayahku mengirimkan aku ke temannya seorang kiyai yang mempunyai pesantren di Bogor. Seminggu itu aku di tempah agama dan aku mengerti arti kebaikan, sabar dan ikhlas. Aku banyak belajar di sana, sejak saat itu aku bertekad dalam hati untuk menjadi sosok pribadi yang baik dan disukai banyak orang"
"Sukurlah kalau lo bisa sadar juga"
"Iya.. Lia.. Aku melihat Kiyai sangat disegani disana, dihormati bahkan setiap orang berebut untuk menyalami tangannya. Dari situ aku tahu jika ingin disegani banyak orang, maka kita harus berbuat baik dan berguna untuk banyak orang. Saat itu penghuni pesantren juga tahu jika aku adalah tamu dari kiyai, jadilah aku juga dihormati oleh mereka. Aku merasa bangga saat itu menjadi orang baik"
"Terus, sekarang lo maunya apa?"
"Aku mau menjadi orang baik dan menjadi bagian dari hidup kamu"
"Maksud lo apa?"
"Sebenarnya gua suka sama kamu sejak saat di kantin sekolah waktu itu, tetapi aku sebagai orang yang disegani sekolah tidak mungkin takhluk sama cewek seperti kamu. Maka dari itu aku menjadi keras kepada kamu. Saat di terminal juga, sebenarnya aku mau mengajak kamu pulang bareng dan mengantarkan kamu sampai rumah, tetapi lagi-lagi kamu mengundang emosi orang sekampung"
"Habis lo caranya kasar sih! kayak orang tidak pernah menghargai wanita saja!"
"Iya, habis gua bingung harus bersikap apa dan bagaimana kepada kamu. Tapi sekarang aku tahu arti kelembutan. Karena saat di pesantren Pak Haji itu tutur katanya halus banget, saat berbicara sangat singkat tapi semuanya tersentuh. Maukan lo maafin gua dan menjadi teman baik gua?"
"Entah, liat saja nanti!"
"Kok lihat nanti sih?"
"Iya, lo kan gampang berubah orangnya, lain sekarang.. lain juga besok"
"Oh, tidak lah, aku bener-benar ingin menjadi orang baik dan melindungi siapa pun"
"Oh.. yaaa!"
"Iya"
Itu adalah omongan Lia dan Ronald saat di dalam toilet.
"Terus lo sudah jadian?"
"Kok jadian sih! lo mah tidak nyambung kalau diajak ngomong"
"Iya kan.. bukannya Ronald sudah nembak lo saat itu"
"Nembak bagaimana? emang kata-kata yang mana yang lo bilang nembak?"
"Masa lo tidak bisa mencerna perkataannya sih? coba lo pikirin baik-baik setiap perkataannya malam itu!"
"Hah, lo benar-benar tidak jelas nih. Gua sudah pikirin semua kata-katanya atau jangan-jangan lo cemburu sama gua ya?"
"Cemburu apanya? sudah ah gua lanjut pulang itu keretanya sudah datang"
"Ya sudah, hati-hati yah"
"Lo juga hati-hati Li"
"Oke"
Aku melanjutkan perjalananku.
Di atas kereta, aku banyak berfikir mengenai Lia yang saat ini sudah berubah dan mulai dekat dengan Ronald. Aku sih bukannya cemburu dengan Lia, tetapi yang aku herankan adalah sikap Lia yang cepat sekali berubah. Aku sih bersyukur mereka bisa baikan dan tidak ada lagi keributan di sekolah.
Semakin hari Lia semakin akrab dengan Ronald, 3 bulan dari hari kemarin aku dengar Lia sudah jadian dengan Ronald, terlihat mereka sudah sering pulang bareng. Saat kami mengerjakan tugas kelompok, akupun ising berbicara dengan Lia.
"Li, lo sudah Jadian sama Ronald?"
"Ah, lo mah itu terus yang ditanyain"
"Ya, enggak sih.. kita-kita bingung saja sekarang lo sudah dekat banget dengan Ronal bahkan datang dan pulang selalu naik mobil Ronald"
"Oh, itu karena dia nawarin gua untuk bareng, jadi ya sudah gua terima saja tawarannnya. sesekali dia juga sering jemput gua, katanya sih sambilan lewat. Memang setelah dia tahu rumah gua dia menjadi sering jemput dan antar gua"
"Oh begitu, terus kenapa lo gak jadian saja?"
"Ah, apaan sih lo?"
"Lo masih takut jadi omongan orang-orang yah? sekarang saja lo sudah jadi omongan orang-orang di sekolah. Menurut gua apa salahnya!"
"Sudah ah! yuk fokus lagi, ini sudah mau bell istirahat sekolah" (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar