Berawal dari perjumpaanku yang tidak sengaja di atas sebuah transportasi umum yaitu trans Jakarta. Entah bagaimana mulanya aku bisa berkenalan dengannya, aku sudah tidak ingat saat pertama kali dia mengajakku berbicara dan berkenalan. Yang pasti aku dengan dia sudah sering kali bertemu, entah juga perjumpaan keberapa kita bisa menjadi akrab dan bisa berkenalan.
Saat kita benar-benar saling berbagi dan memahami, rasa cinta itu mulai tumbuh, walau memang sangat lambat dan berlahan. Taufiq adalah namanya, dia mulai aku kenalkan kepada keluargaku terutama ayah dan ibuku. Hingga ditahun ke lima, Taufiq berencana ingin melamarku.
Jujur saat itu aku bingung, karena dia adalah sosok yang pendiam, tidak humoris, tertutup dan tidak mempunyai banyak waktu untuk mengajakku jalan-jalan atau sekedar nonton dan makan. Tidak banyak kenangan manisku bersamanya.
Ayah dan ibuku juga sempat tidak setuju aku berpacaran dengannya. Namun seiring lamamya aku berpacaran, akhirnya orang tuaku pasrah dan menyerahkan semua keputusan di aku. Seperti yang aku bilang tadi, alasan mama ku tidak setuju karena sosoknya yang pendiam serta kedekatannya kepada keluarga juga kurang.
Lima tahun lebih bersamanya, yang aku suka darinya hanyalah latar belakang kehidupannya yang memang sangat baik. Di adalah seorang tamatan S3. S1 nya dia selesaikan di UI kemudian dia melanjutkan kuliahnya di Amerika sampai tamat S3. Semua dia peroleh melalui beasiswa. Wajar jika dia sekarang bekerja sebagai audit di instansi pemerintah. Cara bicaranya yang sopan dan tutur katanya yang tertata rapi menambah kekagumanku dengannya. Selain itu dia taat beribadah dan selalu hormat kepada orang tuanya.
Aku tahu dia taat beribadah, karena saat aku bersamanya, saat memasuki waktu sholat dia selalu mengajakku berhenti beraktifitas dan bersegera wudhu serta sholat. Begitupun saat di kantor dan di rumahnya dia selalu melakukan hal yang sama. Kepada orang tuanya pun dia sangat sopan dan penurut. Saat hanya ada orang tuanya saja di rumah, dia sendiri yang menyiapkan aku minum dan makanan ringan. Hingga akhirnya aku paham situasi di rumahnya dan terbiasa mengambil minuman sendiri.
Adakalanya aku marah dengannya, entah saat dia lebih peduli dengan pekerjaannya atau dia sering telat datang saat janjian denganku. Ya namanya orang pendiam, tetap saja minta maaf trus mendiamkan ku juga. Hingga akhirnya aku baikan sendiri dengannya.
Ibunya sering menasehati hubungan aku dengannya,
"kamu sudah berfikir panjang Mira!, untuk berhubungan ke jenjang yang serius dengan anakku Taufiq. Coba kamu fikirkan lagi mengenai sifatnya dan dirinya yang selalu serius dengan pekerjaannya. Ibu lihat dia juga bukan orang yang suka banyak bicara apalagi bercanda. Kamu harus pikirkan itu semua. "
"Iya bu saya mengerti"
"Iya, karena kamu akan menghadapinya, selamanya. Sepanjang sisa umur kamu"
"Ya, semoga pikiranku tidak berubah ya bu, kadang aku juga bingung dengan kepribadiannya, kadang aku juga suka dengan sisi lain yang aku nilai baik dibandingkan dengan lelaki yang aku pernah kenal. Aku berharap suatu saat Taufiq bisa memahami aku juga dan mencintaiku setulus hatinya"
"Ya pasti lah" Tiba-tiba Taufiq berbicara saat dia mendekati kami berdua yang sedang berbicara di sofa ruangan tamu..
"Jangan pasti-pasti aja Fiq.. umur kamu sudah semakin bertambah, dan kamu juga harus memikirkan perasaan Mira dan berfikir untuk memberi ibu cucu"
"Iya mah.. Aku akan segera menikahi Mira.. " Taufiq berkata
"Tuh Mir.. Taufiq dah janji tuh" ibunya berkata..
"Iya bu"
"Memang Taufiq itu.. Sifatnya mirip sekali dengan ayahnya, dulu saat awal ibu menikah dengan ayahnya Taufiq, mungkin sama dengan pemikiran kamu saat ini. Sudah orangnya tidak romantis, tidak pernah ngajak ibu jalan-jalan, selalu memikirkan pekerjaan."
"Iya bu.. betul tuh"
"Betul-betul aja.. aku berusaha akan memberikan yang terbaik untuk kamu, Mira.. aku akan menyayangimu dan mencintaimu sepenuh hatiku. Nanti aku berprinsip keluarga adalah nomor satu baru pekerjaan"
"Bener kah?"
"Ya bener lah"
Banyak pembicaraan dan perdebatan di hari itu antara aku, dia dan ibunya. Aku senang banyak hal terungkap di hari itu. Walau tidak bisa dipungkiri ketakutan sifat dan kebiasaannya akan dia masih tetap ada.
Di lain hari ibuku juga berpesan kepadaku agar aku lebih selektif lagi dan berfikir dengan bijak, jangan mengandalkan ego pribadi.
7 tahun aku mengenalnya, akhirnya dia melamarku juga. Acara itu tepatnya saat malam minggu, aku mengundang keluarga dekatku, begitupun dengan dia. Kurang lebih ada 7 kendaraan yang datang mengiringinya saat datang melamarku malam itu.
Acara berlangsung dengan lancar dan penuh keceriaan. Aku senang sekali hari itu menjadi awal kebahagiaanku. Malam itu juga kami berembuk untuk langkah selanjutnya. Kemudian disepakati 6 bulan setelahnya akan dilangsungkan acara resepsi pernikahanku dengannya.
Berjalannya waktu, kami bersama mempersiapkan semua, walau ada kendala sedikit dan banyaknya aktifitas kerja mas Taufiq, namun semua berjalan dengan baik.
Saat ini kami sudah dikarunia anak laki-laki dan perempuan. Bersyukur ternyata Taufiq bertanggung jawab sekali dengan keluarga, komitmennya dalam berumah tangga juga cukup aku acungkan jempol. Dia tidak pernah marah dan lebih mengutamakan keluarga diatas segalanya. Namun terkadang memang dia harus bekerja lembur untuk memenuhi janjinya dengan aku dan anak-anaknya.
Kehidupanku juga semakin baik dan maju, satu persatu orang tua kami pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Disitulah aku kehilangan tempatku bersandar dan sedikit bingung kemana akan ku tumpahkan curahan hatiku.
Pesanku kepada pembaca, cobalah mendengar masukan dari semua pihak dan komitmen yang dibangun dari kita berdua. (KK)
-- DH --
"Ya, semoga pikiranku tidak berubah ya bu, kadang aku juga bingung dengan kepribadiannya, kadang aku juga suka dengan sisi lain yang aku nilai baik dibandingkan dengan lelaki yang aku pernah kenal. Aku berharap suatu saat Taufiq bisa memahami aku juga dan mencintaiku setulus hatinya"
"Ya pasti lah" Tiba-tiba Taufiq berbicara saat dia mendekati kami berdua yang sedang berbicara di sofa ruangan tamu..
"Jangan pasti-pasti aja Fiq.. umur kamu sudah semakin bertambah, dan kamu juga harus memikirkan perasaan Mira dan berfikir untuk memberi ibu cucu"
"Iya mah.. Aku akan segera menikahi Mira.. " Taufiq berkata
"Tuh Mir.. Taufiq dah janji tuh" ibunya berkata..
"Iya bu"
"Memang Taufiq itu.. Sifatnya mirip sekali dengan ayahnya, dulu saat awal ibu menikah dengan ayahnya Taufiq, mungkin sama dengan pemikiran kamu saat ini. Sudah orangnya tidak romantis, tidak pernah ngajak ibu jalan-jalan, selalu memikirkan pekerjaan."
"Iya bu.. betul tuh"
"Betul-betul aja.. aku berusaha akan memberikan yang terbaik untuk kamu, Mira.. aku akan menyayangimu dan mencintaimu sepenuh hatiku. Nanti aku berprinsip keluarga adalah nomor satu baru pekerjaan"
"Bener kah?"
"Ya bener lah"
Banyak pembicaraan dan perdebatan di hari itu antara aku, dia dan ibunya. Aku senang banyak hal terungkap di hari itu. Walau tidak bisa dipungkiri ketakutan sifat dan kebiasaannya akan dia masih tetap ada.
Di lain hari ibuku juga berpesan kepadaku agar aku lebih selektif lagi dan berfikir dengan bijak, jangan mengandalkan ego pribadi.
7 tahun aku mengenalnya, akhirnya dia melamarku juga. Acara itu tepatnya saat malam minggu, aku mengundang keluarga dekatku, begitupun dengan dia. Kurang lebih ada 7 kendaraan yang datang mengiringinya saat datang melamarku malam itu.
Acara berlangsung dengan lancar dan penuh keceriaan. Aku senang sekali hari itu menjadi awal kebahagiaanku. Malam itu juga kami berembuk untuk langkah selanjutnya. Kemudian disepakati 6 bulan setelahnya akan dilangsungkan acara resepsi pernikahanku dengannya.
Berjalannya waktu, kami bersama mempersiapkan semua, walau ada kendala sedikit dan banyaknya aktifitas kerja mas Taufiq, namun semua berjalan dengan baik.
Saat ini kami sudah dikarunia anak laki-laki dan perempuan. Bersyukur ternyata Taufiq bertanggung jawab sekali dengan keluarga, komitmennya dalam berumah tangga juga cukup aku acungkan jempol. Dia tidak pernah marah dan lebih mengutamakan keluarga diatas segalanya. Namun terkadang memang dia harus bekerja lembur untuk memenuhi janjinya dengan aku dan anak-anaknya.
Kehidupanku juga semakin baik dan maju, satu persatu orang tua kami pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Disitulah aku kehilangan tempatku bersandar dan sedikit bingung kemana akan ku tumpahkan curahan hatiku.
Pesanku kepada pembaca, cobalah mendengar masukan dari semua pihak dan komitmen yang dibangun dari kita berdua. (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar