Aku mencintainya sejak umurku 14 tahun. Dia adalah anak seorang kiyai tempat aku belajar di sebuah pesantren di Jawa Timur. Walau pakaiannya selalu dibalut oleh jilbab panjangnya, namun pancaran kecantikan dari wajahnya sangat menarik dipandang mata. Dia selalu menjadi perhatianku kapanpun dan dimanapun aku melihatnya. Dia merupakan penghapal Al Qur'an yang baik. saat berumur 10 tahun dia sudah hapal Al Qur'an 30 Juz. Yang aku tertegun dengannya adalah bacaan suratnya saat dia melantunkan ayat suci.
Semakin dewasa perasaan itu terus tumbuh, namun aku tidak berani mengkhitbahnya kepada kiyai atau bapaknya langsung. Perasaan itu hanya ku pendam di dalam hatiku.
Seperti biasa aku hanya mencoba menjadi santri yang terbaik di sana. Aku berusaha menghafal 30 Juz, aku juga menghapal hadis dan lain sebagainya. Aku juga tidak pernah menolak saat kiyai menyuruhku kemanapun dan apapun aku lakukan.
Saat Kiyai mengirimku untuk lomba atau kejuaraan, aku selalu mendapatkan prestasi dan menjadi pemenang, aku juga sering disuruh beliau untuk menggantikannya ceramah saat-saat kiyai sedang sakit atau berhalangan hadir.
Sejak kecil aku sudah hidup di pesantren, ibu ku meninggal saat melahirkan ku, sedangkan ayahku meninggal karena sakit saat aku berusia 5 tahun. Sejak itulah kemudian aku dititipkan di pesantren oleh pamanku.
Memasuki masa remaja seperti saat ini, ingin rasanya aku segera menikah, apalagi bisa menikah dengan anak kiyai bernama Zahra. Banyak pertimbangan yang aku pikirkan saat aku ingin meminang Zahra. Terutama karena aku seorang yatim piatu dan berasal dari keluarga miskin yang tidak mempunyai apapun bahkan rumah juga tidak ada.
Beberapa bulan kemudian aku mendengar sahabatku yang bernama Usman, ingin menikahi Zahra, dia langsung ke Pak Kiyai untuk mengkhitbahnya. Saat itu aku sangat takut jika lamaran sahabatku itu diterima oleh Zahra. Namun yang saya dengar Zahra menolaknya, akupun bersyukur karena masih memiliki harapan untuk bersamanya. Kemudian dihari-hari berikutnya banyak lagi laki-laki yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak.
Terakhir yang aku dengar adalah sahabat terdekatku bernama Umar juga ingin melamarnya. Kali itu aku semakin bingung dan khawatir jika kesempatan untuk melamar zahra tidak ada lagi. Terlebih Umar berperawakan tegap dan ganteng, dia juga terlahir dari keluarga yang berada. Aku takut lamaran Umar di terimanya. Hingga kemudian aku mendengar bahwa khitbah sahabatku juga ditolak, aku sangat senang karena harapanku untuk mengkhitbahnya tetap terbuka.
Banyak sekali dorongan dari teman-teman terutama 2 sahabat dekatku Usman dan Umar. Untuk segera ikutan mengkhitbah Zahra putri kiyai yang pertama. Aku ragu, takut dan tidak percaya diri untuk menemui kiyai.
1 Tahun berlalu, Zahra belum juga menikah. Entah kenapa saat itu aku berani menemui kiyai untuk mengkhitbah Zahra.
"Pak Kiyai, maaf sekali jika mengganggu waktunya yang sangat berharga ini"
"Ada apa Ali? ada yang pentingkah?"
"sudah lama sekali saya ingin membicarakan ini kepada kiyai, namun tidak ada keberanian"
"Kamu mau bicara apa?"
"Begini Pak Kiyai.. saya.. saya.. saya......"
"Saya apa? kamu ingin mengkhitbah anak saya Zahra begitu?" Pak kiyai memotong pembicaraanku karena geroginya aku..
"Iya Pak Kiyai.. saya ingin melamar dan menikahi Zahra.. Putri pertama Pak Kiyai.. semoga Pak Kiyai berkenan!"
"Saya tidak bisa menentukan hal ini.. Hanya Zahra yang bisa menentukan.. saya akan bicara kepada Zahra dulu yah"
"Iya Pak Kiyai.. terima kasih"
Pak Kiyai ke dalam menemui anak pertamanya.. Zahra
"Zahra anakku.. Ali datang menemuiku di depan.. dia berkeinginan menikahimu.. apakah kamu berkenan?"
"Aku yang terbaik saja menurut bapak!"
"Ali adalah anak teladan di sini, cerdas, pintar dan hapal segalanya, dia juga sering menjadi pengganti bapak saat bapak berhalangan. Juga dia selalu membanggakan pesantren kita, saat menjadi pemenang mengikuti lomba."
"Jika Bapak mengizinkan dan Allah menghendakinya aku siap. Semoga Ali bisa menjadi suami yang terbaik dalam hidupku"
"InsyaAllah"
Kemudian Pak Kiyai keluar menemuiku..
"Alhamdulillah Zahra mau menikah denganmu"
"Alhamdulillah" aku sangat bersyukur mendengarnya dan semakin bersemangat..
"Namun mahar apa yang kamu bisa berikan kepada anakku?"
"Aku mempunyai uang Rp 2 Juta, tabunganku yang aku selalu kumpulkan setiap menang lomba. Itu saja yang aku punya Pak Kiyai!"
"Oke.. itu sudah cukup untukku"
"Terima kasih Pak Kiyai" Aku menyalami dan mencium tangannya..
Aku pamit dan segera mengambil uang mahar tersebut yang ku simpan dalam lemari pakaianku. Saat sampai di kamarku, ku cari uang tersebut di dalam lemari namun tidak ada. Aku ingat-ingat dimana aku menyimpannya, namun tetap tidak ingat.
Keesokan harinya aku ingin menjumpai Pak Kiyai, namun beliau tidak ada. Ternyata beliau pergi keluar kota selama 2 minggu lamanya. Dengan sabarnya aku menunggu kedatangan Pak Kiyai kembali ke pesantren. Benar saja saat tiba di pesantren aku dipanggil beliau untuk menemuinya.
"Ali kamu mencari saya selama 2 minggu ini?"
"Iya Pak Kiyai!"
"Ada apa?"
"Uang yang aku janjikan ke Pak Kiyai tidak ada, mohon Pak Kiyai bisa bersabar sampai aku kumpulkan uang kembali sejumlah tersebut"
"Ya sudah tidak usah risau.. tidak perlu kamu pikirkan itu!"
"Iya Pak"
"Memang uang tersebut kamu simpan dimana? kok bisa tidak ada?"
"Saya taruh di bawah bajuku pak, di dalam lemari pakaianku.. mungkin aku lupa taruh atau bisa jadi hilang diambil orang.."
"Tidak mungkin hilang, mana mungkin anak-anak pesantren ada yang mencuri.. itu mungkin kamu lupa saja menaruhnya"
"Iya pak, saya kayaknya lupa menaruhnya dimana!"
"Iya Pak"
"Memang uang tersebut kamu simpan dimana? kok bisa tidak ada?"
"Saya taruh di bawah bajuku pak, di dalam lemari pakaianku.. mungkin aku lupa taruh atau bisa jadi hilang diambil orang.."
"Tidak mungkin hilang, mana mungkin anak-anak pesantren ada yang mencuri.. itu mungkin kamu lupa saja menaruhnya"
"Iya pak, saya kayaknya lupa menaruhnya dimana!"
"Ya sudah, Begini Ali, saya ini ada undangan dari pesantren teman saya, jaraknya 1 jam dari tempat kita ini.. teman saya itu ingin mengadakan lomba kaligrafi, baca Qur'an dan Azan.. Kamu kan bisa semua tuh.. kamu bisa wakilin saya kan?"
"Siap pak Kiyai.. waktunya kapan?"
"Hari jum'at besok dari ba'da subuh hingga selesai.. mungkin selesainya sore, karena ada sholat jum'at dan makan siang bersama"
"Iya pak saya akan berangkat sebelum subuh dan sholat subuh di sana"
"Iya, nanti kamu akan ditemani Umar dan Usman serta sopir saya akan mengantarkan kamu hingga acara selesai. Nanti saya akan daftarkan kamu ke sana"
"Terima kasih Pak Kiyai!"
"Sama-sama"
Acara yang dinanti tiba, jam 3 malam kami berempat pergi ke pesantren yang Pak Kiyai katakan. Diperjalanan kami sangat senang bisa jalan-jalan bersama sahabatku keluar pondok pesantren. Tiba disana, sudah banyak sekali tamu yang datang. Kami segera menemui pimpinan pesantren di sana dan beramah tamah dengannya. Setelah itu kami sholat subuh berjama'ah di langgar. Kemudian dilanjutkan sarapan bersama.
Singkat cerita aku bisa memenangkan semua lomba, hanya lomba baca Al'quran aku menang juara pertama, yang lainnya hanya bisa di posisi ke dua.
Setelah sholat maghrib kami kembali ke pesantren, kami disambut oleh teman-teman disana. Sangat meriah sambutan mereka, hingga membuatku semakin bangga dan bahagia. Di rumah aku sudah disambut oleh ustad-ustad dan Pak Kiyai mereka mengucapkan selamat padaku atas prestasiku ini.
Saat aku berpamitan untuk kembali ke kamarku, Pak Kiyai mengundangku ke rumahnya, kebeneran juga memang ada yang aku mau bicarakan juga kepada beliau.
Kami berjalan bersama sambil berbincang bincang ringan.
"Silahkan duduk Li" Pak Kiyai mempersilahkan aku duduk saat memasuki rumahnya, dan beliau masuk ke dalam kamarnya..
"Iya, terima kasih pak"
Lama aku menunggu hingga Pak Kiyai keluar kamar..
"Ada yang mau kamu bicarakan yah?"
"Iya Pak" dalam hati 'pak Kiyai tahu saja setiap aku ingin berbicara dengannya'..
"Silahkan Nak Ali..!"
"Ini pak, saya mau memberikan mahar yang saya janjikan kemarin"
"Oh, begitu.. boleh saya hitung?" Pak Kiyai menyambut amplop yang aku berikan kemudian menghitungnya..
"Ya Pak Silahkan"
"Kok banyak sekali Li, ini lebih 1,5 Juta loh"
"Iya Pak, itu semua uang yang saya terima dari menang lomba hari ini"
"Ini yang 1,5 Juta kamu pegang buat persiapan yang lainnya yah.. saya terima yang ini saja sesuai kesepakatan kita di awal dulu"
"Iya Pak terima kasih"
Sebulan lamanya persiapan pernikahanku dengan Zahra. Namun aku mendengar dari Zahra jika dia banyak mendengar pembicaraan yang kurang baik mengenai aku. Namun dia tetap pada pendiriannya untuk menerimaku sebagai calon suaminya. Zahra tidak peduli dengan semua perkataan yang kurang baik dari masyarakat sana dan penghuni pondok pesantren lainnya.
Hari yang dinanti tiba, seluruh teman, sahabat dan kerabat Kiyai dari seluruh Indonesia datang. Bahkan ada yang dari luar negeri juga datang, dari Malaysia, Turki, Arab Saudi dan negara lainnya. Aku melihat ini adalah pesta yang sangat sederhana namun banyak sekali orang yang hadir melihat akad nikah dan resepsi kami.
Aku sangat bahagia mengenang hari-hari itu, apalagi seminggu setelah itu Usman datang menemuiku, katanya ingin mengembalikan hutangnya sebesar Rp 2 Juta kepadaku. Di situ aku baru teringat bahwa uang yang aku cari-cari selama ini ternyata aku pinjamkan ke sahabatku.
Uang tersebut aku langsung berikan kepada istriku.. Zahra. (KK)
-- DH --
"Hari jum'at besok dari ba'da subuh hingga selesai.. mungkin selesainya sore, karena ada sholat jum'at dan makan siang bersama"
"Iya pak saya akan berangkat sebelum subuh dan sholat subuh di sana"
"Iya, nanti kamu akan ditemani Umar dan Usman serta sopir saya akan mengantarkan kamu hingga acara selesai. Nanti saya akan daftarkan kamu ke sana"
"Terima kasih Pak Kiyai!"
"Sama-sama"
Acara yang dinanti tiba, jam 3 malam kami berempat pergi ke pesantren yang Pak Kiyai katakan. Diperjalanan kami sangat senang bisa jalan-jalan bersama sahabatku keluar pondok pesantren. Tiba disana, sudah banyak sekali tamu yang datang. Kami segera menemui pimpinan pesantren di sana dan beramah tamah dengannya. Setelah itu kami sholat subuh berjama'ah di langgar. Kemudian dilanjutkan sarapan bersama.
Singkat cerita aku bisa memenangkan semua lomba, hanya lomba baca Al'quran aku menang juara pertama, yang lainnya hanya bisa di posisi ke dua.
Setelah sholat maghrib kami kembali ke pesantren, kami disambut oleh teman-teman disana. Sangat meriah sambutan mereka, hingga membuatku semakin bangga dan bahagia. Di rumah aku sudah disambut oleh ustad-ustad dan Pak Kiyai mereka mengucapkan selamat padaku atas prestasiku ini.
Saat aku berpamitan untuk kembali ke kamarku, Pak Kiyai mengundangku ke rumahnya, kebeneran juga memang ada yang aku mau bicarakan juga kepada beliau.
Kami berjalan bersama sambil berbincang bincang ringan.
"Silahkan duduk Li" Pak Kiyai mempersilahkan aku duduk saat memasuki rumahnya, dan beliau masuk ke dalam kamarnya..
"Iya, terima kasih pak"
Lama aku menunggu hingga Pak Kiyai keluar kamar..
"Ada yang mau kamu bicarakan yah?"
"Iya Pak" dalam hati 'pak Kiyai tahu saja setiap aku ingin berbicara dengannya'..
"Silahkan Nak Ali..!"
"Ini pak, saya mau memberikan mahar yang saya janjikan kemarin"
"Oh, begitu.. boleh saya hitung?" Pak Kiyai menyambut amplop yang aku berikan kemudian menghitungnya..
"Ya Pak Silahkan"
"Kok banyak sekali Li, ini lebih 1,5 Juta loh"
"Iya Pak, itu semua uang yang saya terima dari menang lomba hari ini"
"Ini yang 1,5 Juta kamu pegang buat persiapan yang lainnya yah.. saya terima yang ini saja sesuai kesepakatan kita di awal dulu"
"Iya Pak terima kasih"
Sebulan lamanya persiapan pernikahanku dengan Zahra. Namun aku mendengar dari Zahra jika dia banyak mendengar pembicaraan yang kurang baik mengenai aku. Namun dia tetap pada pendiriannya untuk menerimaku sebagai calon suaminya. Zahra tidak peduli dengan semua perkataan yang kurang baik dari masyarakat sana dan penghuni pondok pesantren lainnya.
Hari yang dinanti tiba, seluruh teman, sahabat dan kerabat Kiyai dari seluruh Indonesia datang. Bahkan ada yang dari luar negeri juga datang, dari Malaysia, Turki, Arab Saudi dan negara lainnya. Aku melihat ini adalah pesta yang sangat sederhana namun banyak sekali orang yang hadir melihat akad nikah dan resepsi kami.
Aku sangat bahagia mengenang hari-hari itu, apalagi seminggu setelah itu Usman datang menemuiku, katanya ingin mengembalikan hutangnya sebesar Rp 2 Juta kepadaku. Di situ aku baru teringat bahwa uang yang aku cari-cari selama ini ternyata aku pinjamkan ke sahabatku.
Uang tersebut aku langsung berikan kepada istriku.. Zahra. (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar