Terlahir dari keluarga yang kaya raya membuat sifatku sangat keras dan masa bodo dengan lingkungan sekitar. setiap apapun yang aku mau orang tuaku selalu memberikannya tanpa ditanya lagi kenapa dan untuk apanya. Sejak SMP (Sekolah Menengah Pertama) pergaulanku sudah sangat menyimpang, saat itu aku sering bolos sekolah dan kumpul-kumpul dengan teman-teman yang lain di mall, akupun sudah belajar merokok saat itu.
Hingga tamat SMA pergaulanku semakin menjadi, namun aku tidak memakai narkoba. Saat kuliah aku banyak menghabiskan waktu ku ke diskotik, bermain billiyard dan nongkrong di tempat makan terkemuka.
Tamat dari universitas terkemuka di Jakarta membuat aku jadi bingung harus berbuat apa, Aku yang selalu gonta - ganti pacar membuat aku sering merasa jenuh atas kehidupan ini. Banyak laki-laki yang mencintaiku hanya karena kecantikan wajahku saja dan ada juga karena aku seorang anak dari orang tua yang kaya raya. Hal itu yang aku ketahui setelah aku terkadang menguji dengan berandai-andai setelah menikah aku akan berusaha berdiri di kaki sendiri dan meninggalkan semua yang aku punya yang berasal dari keluargaku, ada juga yang aku uji dengan mengajaknya makan di pinggir jalan atau aku uji dengan menyuruhnya makan di tempat makan termahal di Jakarta dan dia yang harus membayarnya serta yang lainnya dan banyak hal lainnya.
Inilah kisah cintaku dimulai..
Berawal dari suatu malam aku pergi ke diskotik bersama 2 orang teman wanitaku. Aku pergi dengan mengendarai mobil BMW ku, dalam perjalanan tidak ada suatu apapun yang terjadi, kami bertiga masih ceria, tertawa dan bercanda. Setelah keluar dari diskotek pukul 4 pagi. Aku terkapar di tengah jalan depan diskotek, mungkin karena aku terlalu banyak minum alkohohol sedangkan temanku tidak tau harus berbuat apa dan merekapun tidak bisa membawa mobil.
Dalam kebingungan itu melintas seorang cowok memakai sarung dan teman ku mendekati cowok itu.
"Hai, maaf mas boleh minta tolong?"
"Minta tolong apa yah. Karena sebentar lagi azan subuh saya harus sholat"
"Itu pak teman aku, pingsan. bisa bantu naikkan ke mobil"
Cowok tersebut mendekatiku dan dengan sedikit ragu dan bingung akhirnya dia mengangkatku ke dalam mobil. Temanku sekali lagi meminta tolong kepada cowok tersebut.
"Mas, kami berdua tidak bisa bawa mobil, apakan mas bisa? dan bersedia mengantarkan kami pulang ke rumah?"
"Oh, ya sudah.. mana konci mobilnya?"
Temanku memberikan konci mobilku, setelah mengambilnya dari dalam tasku. Kami akhirnya tiba di rumah 45 menit kemudian. Ku dengar papaku bingung melihat kondisiku dan menangnyakan kenapa bisa begini. Setelah Cowok tersebut menidurkanku di atas ranjang kamarku. Dia menjelaskan kepada orang tuaku.
"Begini pak.. Tadi saat saya mau jalan pergi ke masjid untuk solat subuh, kedua temannya ini memanggil saya dan meminta bantuan. Karena Anak bapak sudah tertidur di jalanan, sehingga saya bantu angkat ke mobil dan membawanya pulang ke rumah. Untuk kenapanya bisa begini coba tanyakan kepada temannya atau anak bapak setelah sadar nanti."
"Maaf pak ini sudah jam 5 pagi, waktu subuh sudah hampir habis, boleh saya numpang sholat di sini? apakah ada sajadah di rumah ini?"
"Oh sajadah ada, silahkan solat dan menghadap ke arah jendela, ambil air wudlunya silahkan di kamar mandi yang ada di kamar ini"
Dengan kepala yang masih sangat pusing, aku melihatnya solat di sisiku kemudian dia pamit pulang ke rumahnya. Kulihat papa memberikan uang imbalan yang lumayan banyak namun dia tolak dan hanya mengambil uang selembar Rp 50.000 'hanya untuk ongkos taksi saja' katanya. Karena dia tidak membawa uang sama sekali.
Siang harinya aku merasa baikan dan berbicara ke dua temanku melalui telepon untuk menemui cowok yang telah menolongku semalam. Jam 23.00 aku keluar rumah menuju diskotik kemarin. Kali ini aku dan temanku hanya duduk-duduk saja sambil menunggu pagi tiba. Saat Sebelum jam 4 pagi aku bersama temanku keluar diskotik dan menunggu cowok tersebut lewat. Benar saja tidak lama menunggu diapun lewat. Temanku segera memanggilnya.
"Hai.."
"Oh kamu yang kemarin malam yah..?"
"Iya, temanku mau mengucapkan terima kasih"
"Boleh"
teman ku dan dia berjalan menuju ke arahku..
"Hai, nama saya Muhammad" dia tidak mau berjabat tangan akan tetapi hanya menyatukan kedua telapak tangannya di depan mukanya
"Aku Nisa ini temanku Santi dan Nabila"
"Gimana kamu sudah enakan?"
"Sudah"
"Ya sudah kalau begitu, saya pamit ke masjid yah.. sudah azan. Mau ikut sholat! ayuk"
"Iya.. terima kasih yah atas kebaikan kamu kemarin"
"Iya sama-sama"
Segera aku masuk ke mobil dan mengajaknya naik kemudian menuju masjid yang dimaksud. Usai sholat kami ngobrol-ngobrol di pekarangan masjid (di bawah pohon sukun).
"Kamu sholat 5 waktu selalu ke masjid Muh? Maaf saya panggil Muh aja boleh?" aku bertanya kepadanya
"Ya gak papa pangil saja saya Muh atau Emuh.. saya pasti sholat 5 waktu di masjid kecuali memang sedang bekerja. Kamu semua beragama islam kah?"
"Ya kami semua islam" hanya aku yang menjawab mewakili teman-temanku
"Berarti tadi pada ikut sholat donk"
Mendengar perkataan itu kami semua terdiam dan segera pamit dari hadapannya.
Sebulan sudah dari kejadian itu, aku coba mampir ke masjid waktu itu. Ku lihat dia sedang membawakan ceramah di depan jama'ah saat usai sholat zuhur. Walau lama aku sudah tidak sholat, semalam sebelum tidur aku kembali mempelajari tata cara wudhu, sholat dan bacaannya. Siang itu aku mencoba mempraktikannnya dan setelah itu aku mendengarkan ceramah darinya.
Setelah selesai aku coba menegurnya dan berbincang dengannya.
"Kamu gak kerja Muh?"
"Saya mengajar di kampus swasta terbesar di Jakarta, saya mengajar di 5 universitas. Jadi selepas ini aku baru akan berangkat bekerja"
"Oh, begitu. Boleh aku ikut?"
"Boleh, tapi ke rumah saya dulu ya.."
Aku yang membawa mobil untuk menuju ke universitas tempatnya mengajar. Masuk universitas terbesar di Jakarta aku duduk di dalam kelasnya mengajar. Ku tatap caranya menagajar, aku semakin terkesima dangan cara dan sifatnya tersebut. Aku semakin kagum akan sosok dirinya. Sampai malam aku mengikuti dia dan sebelum pulang kami mampir dulu ditempat makan tenda depan Makam Pahlawan Kalibata. Aku dengannya bercerita banyak malam itu.
Hampir tiap hari aku mampir ke masjidnya dan mengatakan padanya mau belajar mengaji. Hingga akhirnya aku lupa akan dunia malam, aku tinggalkan rokok dan menghabiskan waktu di cafe atau mall. Aku mulai mengerti mengenai agama dan huruf Al qur'an, hatiku merasa nyaman dan tenang selama bersamanya, apalagi dia bisa menuntunku ke dalam kebaikan. Membaca Al Qur'an apalagi tahu artinya, membuat ku tahu semua kebaikan dan keburukan dunia.
Sekarang aku sudah menjalankan sholat 5 waktu di rumah, seisi rumah merasa heran dengan perubahanku, bahkan aku meminta izin kepada papa dan mamaku untuk mengenakan hijab. Awalnya mereka kaget dengan permintaan ku ini, karena katanya 'perubahanku sangat cepat, gak nyangka aja'.
Setelah memakai hijab, Muh banyak memujiku dan terus membimbing serta menasehatiku.
"Kamu cantik memakai hijab, semoga ini bukan hanya untuk sementara"
"Alhamdulillah.. aku juga berharap begitu"
Lama tidak berjalan dengan teman-teman, saat aku bertemu dengan mereka. Mereka kaget dengan penampilanku. Akupun menjelaskan ke mereka tentang aku selama ini. Ada teman-temanku yang memang acuh dan ada juga yang mendukung, bahkan ada yang mau seperti aku juga.
Setengah tahun aku mengenal Muh, tak pernah dia menyentuhku dan selalu berbicara pelan. Bahkan saat dia membawa mobilku dan ada orang sembarangan bawa kendaraan dia hanya menyebut asma Allah begitupun juga saat orang menyebrang, dia selalu memberi jalan untuk mereka.
Saat kami jalan dan makan di mall, muh terlihat capek sekali.. Dia bersandar di kursi dan banyak meminum air putih. Dia menarik nafas panjang saat akan berbicara denganku.
"Kamu kayaknya capek sekali yah mas?"
"Iya nih Nis.. kebanyakan mikirin kamu kayaknya"
"Ah. mas bisa aja"
"Iya benar.. Hati ini selalu memanggil namamu, pikiranku tak pernah berhenti membayangkan wajahmu.. keindahanmu bagai bidadari tak bersayap"
"Nis, besok malam minggu saya mau ke rumah kamu boleh?"
"Mau apa mas Emuh? aku pangil bapak.. mas Emuh boleh ya"
"Waduh dah bapak.. mas pula? terserah aja.. senyamannya kamu aja"
"Iya pak.. aku jadi gerogi begini"
"Tuhkan.. malah manggil bapak.."
"Hehehe"
"Gimana, boleh kah saya main ke rumah kamu besok"
"Kan, Bapak.. Eh bapak lagi kan tuh jadinya.. Mas Muh kan dah sering main ke rumah, ya sudah datang aja. Kayak belum pernah ke rumah aja"
"Ya, sudah jika begitu.. besok saya datang dengan kedua orang tua dan saudara-saudara saya yah. Saya ingin melamar kamu Nis.. Maukah kamu menjadi istriku?"
"Alhamdulillah.. beneran Mas? terima kasih ya? Aku mau banget"
"Iya.. semoga kamu bisa menjadi istri terbaikku dan aku mau tanya ke kamu!"
"Mengenai apa Mas? pokoknya aku akan ikuti apa yang kamu mau mas.."
"Jika nanti kita sudah menikah, maukah kamu meninggalkan semua harta yang memang dari orang tuamu. Saya mau kita memulai dari bawah, agar tidak menjadi pembicaraan orang dan keluarga kamu. Kamu maukan hidup apa adanya, makanpun juga begitu!"
"InsyaAlah aku siap mas"
Keesokan malamnya Mas Muhamad datang dengan orang tuanya dan seluruh keluarganya. Rumah memang sudah di hias oleh anggota keluargaku dan makanan sudah disiapkan spesial untuk acara lamaran ini. Semua dibicarakan secara rinci, begitupun dengan pelaksanaan resepsi pernikahan kelak. Semua tak ada masalah dan semua orang terlihat bergembira dan bahagia.
6 bulan kemudian kami menikah dan aku tinggal bersama suamiku di sebuah rumah kecil tipe 36 di sebuah perumahan di Depok. Rumah tersebut memang sudah dicicil suamiku sejak 6 tahun yang lalu.
Teringat masa laluku yang kelam berubah menjadi baik hingga aku sekarang sering mendampingi dia saat berceramah. Aku bahagia sekali menjadi bagian darinya. Bahagia telah berada di jalan yang benar bersamanya. (KK)
-- DH --
Siang harinya aku merasa baikan dan berbicara ke dua temanku melalui telepon untuk menemui cowok yang telah menolongku semalam. Jam 23.00 aku keluar rumah menuju diskotik kemarin. Kali ini aku dan temanku hanya duduk-duduk saja sambil menunggu pagi tiba. Saat Sebelum jam 4 pagi aku bersama temanku keluar diskotik dan menunggu cowok tersebut lewat. Benar saja tidak lama menunggu diapun lewat. Temanku segera memanggilnya.
"Hai.."
"Oh kamu yang kemarin malam yah..?"
"Iya, temanku mau mengucapkan terima kasih"
"Boleh"
teman ku dan dia berjalan menuju ke arahku..
"Hai, nama saya Muhammad" dia tidak mau berjabat tangan akan tetapi hanya menyatukan kedua telapak tangannya di depan mukanya
"Aku Nisa ini temanku Santi dan Nabila"
"Gimana kamu sudah enakan?"
"Sudah"
"Ya sudah kalau begitu, saya pamit ke masjid yah.. sudah azan. Mau ikut sholat! ayuk"
"Iya.. terima kasih yah atas kebaikan kamu kemarin"
"Iya sama-sama"
Segera aku masuk ke mobil dan mengajaknya naik kemudian menuju masjid yang dimaksud. Usai sholat kami ngobrol-ngobrol di pekarangan masjid (di bawah pohon sukun).
"Kamu sholat 5 waktu selalu ke masjid Muh? Maaf saya panggil Muh aja boleh?" aku bertanya kepadanya
"Ya gak papa pangil saja saya Muh atau Emuh.. saya pasti sholat 5 waktu di masjid kecuali memang sedang bekerja. Kamu semua beragama islam kah?"
"Ya kami semua islam" hanya aku yang menjawab mewakili teman-temanku
"Berarti tadi pada ikut sholat donk"
Mendengar perkataan itu kami semua terdiam dan segera pamit dari hadapannya.
Sebulan sudah dari kejadian itu, aku coba mampir ke masjid waktu itu. Ku lihat dia sedang membawakan ceramah di depan jama'ah saat usai sholat zuhur. Walau lama aku sudah tidak sholat, semalam sebelum tidur aku kembali mempelajari tata cara wudhu, sholat dan bacaannya. Siang itu aku mencoba mempraktikannnya dan setelah itu aku mendengarkan ceramah darinya.
Setelah selesai aku coba menegurnya dan berbincang dengannya.
"Kamu gak kerja Muh?"
"Saya mengajar di kampus swasta terbesar di Jakarta, saya mengajar di 5 universitas. Jadi selepas ini aku baru akan berangkat bekerja"
"Oh, begitu. Boleh aku ikut?"
"Boleh, tapi ke rumah saya dulu ya.."
Aku yang membawa mobil untuk menuju ke universitas tempatnya mengajar. Masuk universitas terbesar di Jakarta aku duduk di dalam kelasnya mengajar. Ku tatap caranya menagajar, aku semakin terkesima dangan cara dan sifatnya tersebut. Aku semakin kagum akan sosok dirinya. Sampai malam aku mengikuti dia dan sebelum pulang kami mampir dulu ditempat makan tenda depan Makam Pahlawan Kalibata. Aku dengannya bercerita banyak malam itu.
Hampir tiap hari aku mampir ke masjidnya dan mengatakan padanya mau belajar mengaji. Hingga akhirnya aku lupa akan dunia malam, aku tinggalkan rokok dan menghabiskan waktu di cafe atau mall. Aku mulai mengerti mengenai agama dan huruf Al qur'an, hatiku merasa nyaman dan tenang selama bersamanya, apalagi dia bisa menuntunku ke dalam kebaikan. Membaca Al Qur'an apalagi tahu artinya, membuat ku tahu semua kebaikan dan keburukan dunia.
Sekarang aku sudah menjalankan sholat 5 waktu di rumah, seisi rumah merasa heran dengan perubahanku, bahkan aku meminta izin kepada papa dan mamaku untuk mengenakan hijab. Awalnya mereka kaget dengan permintaan ku ini, karena katanya 'perubahanku sangat cepat, gak nyangka aja'.
Setelah memakai hijab, Muh banyak memujiku dan terus membimbing serta menasehatiku.
"Kamu cantik memakai hijab, semoga ini bukan hanya untuk sementara"
"Alhamdulillah.. aku juga berharap begitu"
Lama tidak berjalan dengan teman-teman, saat aku bertemu dengan mereka. Mereka kaget dengan penampilanku. Akupun menjelaskan ke mereka tentang aku selama ini. Ada teman-temanku yang memang acuh dan ada juga yang mendukung, bahkan ada yang mau seperti aku juga.
Setengah tahun aku mengenal Muh, tak pernah dia menyentuhku dan selalu berbicara pelan. Bahkan saat dia membawa mobilku dan ada orang sembarangan bawa kendaraan dia hanya menyebut asma Allah begitupun juga saat orang menyebrang, dia selalu memberi jalan untuk mereka.
Saat kami jalan dan makan di mall, muh terlihat capek sekali.. Dia bersandar di kursi dan banyak meminum air putih. Dia menarik nafas panjang saat akan berbicara denganku.
"Kamu kayaknya capek sekali yah mas?"
"Iya nih Nis.. kebanyakan mikirin kamu kayaknya"
"Ah. mas bisa aja"
"Iya benar.. Hati ini selalu memanggil namamu, pikiranku tak pernah berhenti membayangkan wajahmu.. keindahanmu bagai bidadari tak bersayap"
"Nis, besok malam minggu saya mau ke rumah kamu boleh?"
"Mau apa mas Emuh? aku pangil bapak.. mas Emuh boleh ya"
"Waduh dah bapak.. mas pula? terserah aja.. senyamannya kamu aja"
"Iya pak.. aku jadi gerogi begini"
"Tuhkan.. malah manggil bapak.."
"Hehehe"
"Gimana, boleh kah saya main ke rumah kamu besok"
"Kan, Bapak.. Eh bapak lagi kan tuh jadinya.. Mas Muh kan dah sering main ke rumah, ya sudah datang aja. Kayak belum pernah ke rumah aja"
"Ya, sudah jika begitu.. besok saya datang dengan kedua orang tua dan saudara-saudara saya yah. Saya ingin melamar kamu Nis.. Maukah kamu menjadi istriku?"
"Alhamdulillah.. beneran Mas? terima kasih ya? Aku mau banget"
"Iya.. semoga kamu bisa menjadi istri terbaikku dan aku mau tanya ke kamu!"
"Mengenai apa Mas? pokoknya aku akan ikuti apa yang kamu mau mas.."
"Jika nanti kita sudah menikah, maukah kamu meninggalkan semua harta yang memang dari orang tuamu. Saya mau kita memulai dari bawah, agar tidak menjadi pembicaraan orang dan keluarga kamu. Kamu maukan hidup apa adanya, makanpun juga begitu!"
"InsyaAlah aku siap mas"
Keesokan malamnya Mas Muhamad datang dengan orang tuanya dan seluruh keluarganya. Rumah memang sudah di hias oleh anggota keluargaku dan makanan sudah disiapkan spesial untuk acara lamaran ini. Semua dibicarakan secara rinci, begitupun dengan pelaksanaan resepsi pernikahan kelak. Semua tak ada masalah dan semua orang terlihat bergembira dan bahagia.
6 bulan kemudian kami menikah dan aku tinggal bersama suamiku di sebuah rumah kecil tipe 36 di sebuah perumahan di Depok. Rumah tersebut memang sudah dicicil suamiku sejak 6 tahun yang lalu.
Teringat masa laluku yang kelam berubah menjadi baik hingga aku sekarang sering mendampingi dia saat berceramah. Aku bahagia sekali menjadi bagian darinya. Bahagia telah berada di jalan yang benar bersamanya. (KK)
-- DH --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar