Edward menikahi Pipit, tanpa dihadiri pihak keluarga dari Edward. Pernikahan dan perayaan semua disiapkan oleh keluarga besar Pipit. Pernikahan berjalan lancar tanpa hambatan. Hanya saja Edward menikah dengan membawa beban dan perasaan yang terpaksa. Sebaliknya Pipit sangat bahagia dengan pernikahannya tersebut.
Malam usai pernikahan tersebut, Edward terlihat canggung di lingkungan keluarga Pipit. Tidak banyak yang dia lakukan kecuali hanya duduk terdiam. Sesekali dia mendengar celotehan keluarga Pipit yang mencemo'ohkannya.
"'Kok, mempelai Prianya dari tadi terlihat tidak ceria yah.. kayaknya dia gak bahagia menikah sama Pipit.. apa dia menikah karena terpaksa.. Karena Pipit sudah berbadan 2.. memang seharusnya sih dia bertanggung jawab.. tapi dengar-dengar dia bukan bapaknya, karena dia sudah beristri dan punya anak..' dan masih banyak lagi gunjingan-gunjingan dari para tamu dan keluarga. Terlebih lagi tidak satupun keluarga Edward yang hadir".
Waktu berjalan dan berlalu begitu saja, tidak ada kebahagianan yang terjadi antara mereka berdua, setiap hari hanya pertengkaran yang terjadi. Pipit selalu berkata kasar kepada suaminya, sedangkan Edward banyak mengalah. Sifat Edward banyak berubah, dulu dia tidak pernah berkata kasar dan keras, sekarang berbicara sangat keras. Dulu dia periang, jenaka sekarang dia banyak diam dan murung.
Sudah 3 bulan pernikahan mereka, dengan umur kandungan Pipit lebih dari 24 minggu. Rumah tangga mereka masih seperti neraka. di hari itu, pertengkaran hebat terjadi.
"Ed, entar sore antarkan aku cek kandungan ke dokter yah?"
"Jam berapa? karena hari ini aku banyak meeting sampe sore hari, memang kamu gak bisa sendiri, kan biasanya juga naik taksi sendiri"
"Hari ini aku mau ditemenin sama suami tercinta. Jadwal cek jam 16.00. Kamu bisa kan?"
"Aku sepertinya gak bisa deh. Maaf yah, kamu jalan sendiri aja"
"Kamu tuh susah banget sih.. apa-apa alasannya kantor, meeting, nemenin bos, dan apalah"
Pertengkaran terjadi semakin hebat, sampai akhirnya' Pipit yang mau menendang suaminya terjatuh dan mengeluarkan darah dari selangkangan. Edward yang panik segera mengambil kunci mobil dan bergegas menuju rumah sakit.
Perjalanan menuju rumah sakit memakan waktu 30 menit. Sesampainya di rumah sakit Pipit langsung dibawa masuk dengan menggunakan kereta tidur dorong menuju rungan IGD (Instalasi Gawat Darurat). Edward terlihat cemas menunggu di depan pintu ruang IGD sambil menelpon keluarga Pipit.
Satu jam berlalu, keluarga Pipit sudah mulai berdatangan. Edward berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan Pipit. Setelah menunggu selama 2 jam, dokter keluar dengan memberikan kabar bahwa Istrinya tidak kenapa-kenapa, hanya saja ada masalah dengan bayi didalam kandungannya, keluarga diharap bersabar menunggu, karena tim medis sedang mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan keduanya.
Edward lupa jika dia harus ke kantor, pihak kantor pun akhirnya yang berinisiatif menelpon Edward.
"Diujung telpon Edward hanya bisa berkata, Maafkan saya pak, istri saya kecelakaan, saat ini sedang berada di IGD rumah sakit. Terima kasih atas pengertian Bapak Pimpinan"
"Mendengar kabar duka tersebut, Pimpinan perusahaan memberi waktu cuti selama 3 hari kepada Edward, sampai situasinya membaik"
Menjelang maghrib, dia mendapat kabar dari tim dokter bahwa hanya ibunya saja yang bisa diselamatkan. Keluargapun pasrah mendengarnya. Edward dan keluarga Pipit masuk ke ruang perawatan untuk memberi semangat dan nasihat, namun Pipit sangat marah atas kehilangan bayinya. Ia menyalahkan Edward sebagai penyebabnya. Edward yang merasa disalahkan didepan orang banyak lebih memilih untuk meninggalkan rumah sakit. Edward pergi ke rumah keluarganya untuk menenangkan diri.
Dua minggu sepulangnya dari rumah sakit, Pipit sudah mulai tenang dan membujuk agar Edward segera pulang ke rumah. Dengan penuh tanggung jawab Edwardpun menurutinya. Namun sesampainya di rumah, pertengkaran kembali terjadi. Kali ini pertengkaran terjadi karena Edward akan mengajukan cerai kepada Pipit.
"Pit, segera saya akan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan agama."
"Kok, kamu gitu sih Ed. Mentang-mentang aku sudah tidak mengandung anak kamu lagi, kamu se-enaknya mencampakkan aku."
"Bukan, bukan karena ituuu..."
"Lalu karena apa?"
"Karena kita menikah, bukan didasari atas nama cinta dan juga terlalu sering kita bertengkar. Tak ada kedamaian dirumah ini. Setiap waktu, setiap hari kita hanya ribut dan ribut. Menurut kamu apakah ini yang namanya perkawinan yang baik?. Apalagi yang kita pertahankan dari pernikahan ini?
"Pokoknya, aku tidak mau bercerai.. Titik. Aku gak mau tandatangani surat perceraian itu.
"Kamu gak boleh egois Pit.. Ini bukan sekedar buat saya, tapi untuk kebaikan kita bersama.
Pertengkaran berlangsung sengit dan tidak ada tanda-tanda akan berakhir, keduanya saling tegang dan sedikit berteriak. Melihat hal ini, Edward akhirnya pergi lagi meninggalkan rumah.
Kemudian, Edward mulai mencari keberadaan Elin, karena sudah lama tidak bertemu dan mendengar kabar tentang anak dan mantan istrinya tersebut. Edward pun mendapat kabar bahwa Elin bekerja di Sumbawa (kampung halaman Elin).
3 bulan sudah Elin berada di kampung halamannya, dia mendapat tawaran untuk bekerja pada sebuah hotel di daerah pariwisata ternama. Awalnya Elin tidak mau bekerja kembali karena sudah lama sekali dia tidak bekerja di kantor. Namun atas dasar pertimbangan biaya sekolah kedua anaknya dan biaya hidup yang besar serta tidak mungkin selamanya bergantung kepada orang tuanya, juga untuk mengisi aktifitas agar tidak kepikiran lagi dengan masa lalunya.
Akhirnya Elin menerima tawaran bekerja dari temannya tersebut. Dengan fasilitas rumah dan kendaraan, Elin menetap dan tinggal sendiri di dekat tempat kerjanya tersebut. Elin menitipkan kedua anaknya kepada orang tuanya, hanya sabtu minggu saja dia pulang ke rumah orang tuanya. Sebulan sudah dia bekerja di hotel tersebut. Ada sosok lelaki yang mulai menyukai Elin. Dia bernama Budi. Budi adalah teman sekolah Elin waktu SMA dulu, dia bekerja tak jauh dari tempat Elin bekerja. Sesekali mereka jalan berdua, makan bahkan menghabiskan waktu bersama. Memang tidak butuh waktu lama untuk berdekatan dengan Elin.
Melihat keadaan yang sudah semakin dekat, Budi memberanikan diri untuk menyatakan cintanya kepada Elin. Mendengar ungkapan perasaan yang indah dari Budi, Elin merasa bingung dan takut. Di dalam hatinya, belum ada yang bisa menggantikan sosok ayah dari kedua anaknya. Elin hanya berkata.
"Maaf, sabar yah saat ini saya belum memikirkan siapa yang akan menggantikan posisi Edward di hatinya dan anak-anaknya"
"Iya aku mengerti" Budi memaklumi akan hal tersebut mengingat, Elin memang belum lama bercerai dengan Edward..
Edward datang ke kampung dimana Elin dilahirkan, anak-anak Edward sangat senang melihat papanya yang sudah lama tidak berjumpa. Mendengar perkataan dari orang tua Elin, yang mengatakan bahwa "dia bekerja pada sebuah daerah pariwisata terkenal di Sumbawa", langsung Edward segera bergegas menuju kesana, mumpung hari masih pagi katanya.
Sesampainya di tempat yang dituju, Edward melihat Elin sedang berduaan di tepi pantai. Edward kesal, dia memukul Budi dengan kerasnya. Elin pun marah dengan Edward atas peristiwa ini. Elin menyuruh Edward untuk segera pergi dari hadapannya.
Edward menunggu di lobby hotel sampai jam pulang kantor. Edward meyakinkan Elin untuk mau kembali bersamanya. Karena Pipit sudah tidak mengandung anaknya lagi. Namun Elin tidak mau menyakiti hati Pipit. Elin berusaha meyakinkan Edward untuk segera kembali ke Jakarta. Agar Pipit tidak menyangka bahwa dirinya yang membujuk Edward untuk kembali lagi bersamanya. Edward masa bodo dengan hal tersebut, namun Elin bersikeras agar Edward dapat mengerti apa yang dia inginkan.
Karena cintanya yang begitu besar dengan Elin, Edward menuruti kemauan mantan istrinya tersebut. Sore itu juga dia kembali ke Jakarta. Sesampainya di rumah, Pipit menyambut Edward dengan lembut.
"Kamu dari mana saja Ed, sudah beberapa hari ini tidak pulang?. Kamu sudah makan belum? Yuk kita makan bareng!"
"Aku mau istirahat, nanti saja makannya, kamu duluan aja makan sana"
Edward berfikir bagaimana secepatnya dia bercerai dengan Pipit dan kembali ke Pelukan Elin. Edward yang dulu tegap dan kekar, sekarang sudah sangat terlihat kurus.
Keesokan harinya Edward memutuskan untuk bicara dengan Pipit agar segera mengajukan cerai. Namun Pipit tetap menolak. Bahkan dia mengancam akan bunuh diri jika Edward memaksanya untuk bercerai. Edward semakin bingung dan prustasi.
Sejak itu Edward mulai sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit. Awalnya perusahaan tempatnya bekerja banyak memberikan kelonggaran untuknya. Namun kelamaan, perusahaan menyarankan untuk mengajukan surat pemberhentian diri dan mau tidak mau Edward menyetujuinya.
Pipit merawat Edward dengan telaten, walau terkadang disertai dengan omelan karena Edward yang tidak mau diperhatikan lebih oleh Pipit.
Waktu berjalan, tanpa kerjaan, sakit dan tertekan oleh istri, Edward menjadi stress dan gila. Dia harus dirawat di rumah sakit jiwa.
Pipit setiap hari mengunjunginya dan mengurusi dengan telaten. Namun Edward sudah tidak bisa lagi mengenali siapa-siapa. kecuali menyebut nama Elin. Lama sudah Pipit merawatnya, namun tidak ada tanda-tanda kondisinya membaik. Pipit pasrah, jika harus bercerai dengan Edward dari pada melihatnya gila.
Pipit segera, mencari tahu keberadaan Elin dan nomor teleponnya. Dia melihat banyak nomor kontak yang ada di buku catatan Edward dan mendatangi rumah saudara-saudara Edward. Pipit akhirnya Mendapat kabar bahwa Elin berada di Sumbawa, segera dia beli tiket ke sana, demi kesembuhan Edward.
Dua hari lamanya Pipit mencari Elin di Sumbawa, berhubung dia juga belum mengenal lingkungan disana. di hari ke tiga Pipit akhirnya berjumpa dengan Elin. Pipit menceritakan bagaimana keadaan dan kondisi Edward saat ini. Pipit berbicara dengan terbata-bata karena sedihnya sambil meng'iba agar Elin bisa ikut bersamanya ke Jakarta. Mendengar cerita tersebut, Elin sedih dan terharu namun dia tidak bisa ikut bersama Pipit. Dia harus meminta izin dari perusahaan dan orang tuanya terlebih dahulu.
Seminggu kemudian Elin ke Jakarta untuk melihat bagaimana kondisi Edward. Dia sedih melihat Edward yang lusuh, kurus dan sakit. Dia seperti tidak menenal Edward lagi. Air matanya jatuh tak tertahankan. Orang yang sangat dia cintai harus merasakan penderitaan yang teramat sangat.
Melihat Elin dihadapannya, Edward tersadar, dia memeluk Elin dengan Eratnya. Edward berbicara pelan "jangan tinggalkan aku lagi istriku sayang, aku sudah capek menunggumu dan sudah kering juga air mataku meratapi nasibku". Hari demi hari Edward berangsur membaik, berkat Elin yang selalu ada disisinya setiap saat.. setiap hari. Seminggu kemudian dia sudah sembuh dan diperbolehkan pulang oleh tim dokter.
Sepulangnya Edward ke rumah, dia diurus dengan baik oleh Pipit. Pipit tidak mau lagi marah-marah. Dia menuruti apa yang diinginkan Edward, bahkan dia sekarang iklas jika Edward kembali ke Elin. Segera pengajuan perceraian mereka ajukan ke pengadilan agama Jakarta Selatan. (KS)
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar