Robert tiba di Bali, pagi hari keesokan harinya. Dia datang bersama bapak dan ibunya Monita. 7 hari lamanya Robert mengajukan cuti di kantornya.
"Saya dengar diberita Monita sudah ketemu Bert"
Sore itu Robert sedang menghadap pimpinannya untuk mengajukan cuti untuk hari esok.
"Iya pak, barusan saya dapat telepon dari pihak kepolisian Bali. Maka dari itu saya menghadap Bapak untuk mengajukan cuti kepada Bapak. Semoga bapak bisa mengizinkan saya untuk berangkat ke sana"
"Sudah pasti perusahaan mengizinkan. Sebelumnya selamat yah, tidak sia-sia penantian dan doamu selama ini"
"Iya pak.. terima kasih"
"Kapan rencananya kamu akan berangkat kesana?"
"Secepatnya pak.. jika malam ini ada pesawat, yang ke Bali, kita akan berangkat malam ini juga"
"Oh oke, hati-hati di jalannya.. semoga semuanya baik-baik saja"
"Aamiin.. saya pamit ya pak..!" Robert bersalaman dan keluar ruangan..
Tiket sudah dipersiapkan keluarga Monita, mereka berangkat subuh hari. Takut ketinggalan pesawat, saat jam masih menunjukkan jam 03.00 dini hari, mereka sudah berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta. Bersyukur pesawat berangkat tepat waktu, hingga sampai bandara Bali dengan selamat.
Dari bandara mereka langsung menuju hotel tempat Monita menginap.
Ibu dan bapak Monita langsung memeluk anaknya, saat melihat anaknya membuka pintu kamar hotel. Monita langsung menyuruh mereka masuk. Semua berurai air mata bahagia, senang sekaligus kangen.
"Alhamdulillah nak, kamu selamat.. jadi kita masih bisa bertemu" ucap Ibu Monita..
"Apa yang kamu rasakan sekarang? Badan kamu ada yang sakit? Apa kamu disiksa?" Bapak Monita menghujani pertanyaan karena khawatir kepada anaknya..
"Sudah Ibu.. Bapak tenang saja.. Monita sehat dan tidak kurang suatu apapun, lihat saja nih (Monita berdiri dan berputar pelan), aku tidak apa-apa kan!"
"Syukur deh"
Robert berdiri di belakang mereka, sambil tersenyum dan sesekali meneteskan air mata.
"Mas, maafin aku ya!" Monita mendekat sambil mencium tangan Robert..
"Maaf kenapa?"
"Iya, waktu itu aku menghilang karena surat yang aku terima saat berada di kamar mandi"
"Maksudnya?"
"Ini semua karena pacar kamu saat sekolah dulu?"
"Pacar?"
"Iya.."
"Jadi ini karena mantan aku?"
"Iyaaa"
"Siapa? Kamu tahu namanya?"
"Adelina"
"Adelina?"
"Iya"
"Aku tidak mempunyai mantan yang bernama itu"
"Masa kamu lupa! Emang berapa banyak kamu punya mantan?"
"Beneran.. aku tidak tahu dia"
"Kamu takut aku marah ya?, aku tidak marah kok"
"Ya Allah Mon.. aku beneran. Oke berarti nanti kita ke kantor polisi untuk melihat siapa dia!"
"Kasian dia Bert, dia kayaknya stress deh.. dia tergila-gila banget dengan kamu.. bahkan menurutku 'Cintanya itu Yang Membuat Dia Gila'.. dia terkadang ngomong sendiri, diajak ngomong saja kadang nyambung.. kadang juga tidak.. ya sekenanya dia saja"
"Aku juga hampir gila karena kehilangan kamu Mon. Sepanjang hari yang ada hanya penantian, karena aku sudah bingung harus mencari kamu kemana lagi. Bahkan polisipun tidak bisa menemukan petunjuk keberadaaan kamu"
"Tukan.. kamu sekarang tahu bagaimana rasanya?"
"Ya gitu deh.. aku merasa bersalah, kangen, bingung, khawatir, ikhlas, doa.. menjadi satu semua"
"Ya sudah nanti kamu minta maaf sama Adelina.. semoga dia bisa sehat"
"Kenal juga enggak!"
"Jangan pura-pura enggak kenal deh"
"Beneran! Jadi penasaran siapa sih dia!"
"Oh iya, sudah pada makan belum?"
"Ya belum lah" Ibu Monita menjawab..
"Ya sudah kita ke tempat makan di bawah yuk"
Selesai mandi, mereka keluar kamar menuju lobby. Mereka makan bersama dengan sedikit keceriaan.
Kemudian pada siang harinya Monita dan Robert pergi bersama menuju kantor polisi. Sedangkan kedua orang tua Monita hanya menunggu di hotel.
Sampai di kantor polisi, Monita meminta izin mempertemukan Robert dengan Lina.
"Selamat siang pak.. boleh saya ketemu dengan Adelina pak?"
"Kenapa Ibu ingin bertemu dengan orang yang telah menculik Ibu?"
"Karena penculikan ini ada kaitannya dengan suami saya, seperti yang saya ceritakan waktu itu pak"
"Oh, ini pak Robert.. selamat datang pak!" Pak polisi bersalaman dengan Robert..
"Terima kasih pak"
"Pak Robert penampilannya beda sekali! Kayaknya agak kurusan sekarang"
"Iya pak, ya maklum kasus ini banyak sekali menyita pikiran saya dan membuat nafsu makan saya berkurang selama ini"
"Oh begitu ya pak.."
"Iya"
"Tunggu ya, saya panggilkan dulu Ibu Linanya"
Pak polisi menyuruh rekannya untuk memanggilkan Lina di dalam sel tahanan kantor kepolisian. Sepuluh menit berselang, rekannya itu kembali namun tidak terlihat bersama Lina.
"Ibu Lina tidak bersedia bertemu saat ini Pak"
"Sudah kamu paksa?"
"Sudah pak.. sepertinya dia kurang enak badan, dia terlihat seperti menggigil"
"Oh, jika begitu tolong kamu bawa dia ke ruang perawatan kesehatan di belakang dan segera kamu hubungi dokter kepolisian"
"Siap pak!"
Selesai mereka berbicara, Robert langsung bertanya kepada polisi.
"Boleh saya melihatnya langsung ke dalam sel tahanan pak?"
"Maaf pak, saya tidak berani memberikan izin tanpa persetujuan kepala kepolisian"
"Oh, seperti itu ya pak?"
"Iya"
"Oke, saya akan ikuti semua peraturan yang ada di sini"
Siang itu Robert gagal untuk bertemu Lina. Sehingga membuatnya semakin penasaran. Siapa sih sebenarnya Adelina?
Robert berbicara banyak dengan pihak kepolisian, dari penjelasan yang dia dapatkan, ceritanya sama dengan yang diceritakan istrinya. Polisi juga sudah menjadwalkan pertemuan Robert dan Lina, namun tetap menunggu kesehatan dari Lina. Polisi berjanji akan menghubunginya jika situasinya sudah membaik.
Robert tidak berani kemana-mana, karena banyak wartawan yang mengintai mereka. Di kantor polisi saja mereka kesulitan untuk masuk langsung ke ruang pemeriksaan. Berita mereka sudah tersebar dan menjadi topik hangat. Di kantor kepolisian dan hotel mereka menginap akhirnya dijaga ketat dari serangan wartawan, karena pernah wartawan lolos sampai ke kamar hotel.
Sekembalinya dari kantor kepolisian, mereka berbicara di kamar hotel.
"Jadi selama ini kamu hanya makan sekali sehari Mon?"
"Iya, tapi di 3 bln pertama saja, selanjutnya aku bebaskan. Jadi aku bisa masak apapun yang ada di rumah itu. Yaaa.. paling tidak bisa keluar rumah saja."
"Terus, bagaimana dengan rambut kamu.. kok jadi gak beraturan begitu potongannya? Ini ada yang sebahu, ada yang masih panjang sepantat, ada yang seketek" sambil Robert memegang rambut istrinya..
"Tapi aku tetep maniskan? Juga tetep harum dong!"
"Iya.. tapi kamu kurusan sekarang terus aura wajah kamu belum fres dan ceria"
"Masa sih!"
"Iya, mungkin karena banyak mikirin aku ya?"
"Ah, kamu bisa saja!"
"Tapi.. bener kan?"
"Ya mikirin semua lah, mikirin mama, papa, kamu.. ya pokoknya semua lah. Masa gak mikirin apa-apa.. berarti gila dong, kayak mantan pacar kamu itu!"
"Ih, apaan sih kamu.. dibilang aku tidak kenal!" Mereka bercanda dan tertawa lepas sambil sesekali bercumbu..
"Tidak kenal atau malu?"
"Malu kenapa?"
"Maluuu.. kalau mantan pacarnya gila"
"Ah kamu..! Kita liat besok deh, apakah aku kenal dia atau tidak?"
"Iya yah.. kita lihat ya.. tapi kalau dilihat-lihat Lina cantik kok!"
"Terus.. masalahnya dimana kalau cantik?"
"Ya, enggak sih.. berarti dari dulu kamu memang matanya sudah bagus"
"Apa sih kamu Mon.. di seluruh dunia ini yang paling cantik cuma kamu kok.. cintaku.. sayangku. Makanya aku tetap setia mencari dan menunggu kamu"
"Ah, gombal.. bilang saja belum dapat yang cantik!.. atau takut ke cium media jadi makin heboh. Judul berita utamanya 'istri hilang suaminya nikah lagi', akhirnya diserang nitizen deh" hahaha.. Monita tertawa puas..
"Puas..puas.. sekarang sudah bisa ngeledek nih.." mereka tertawa lepas dan saling berkelitik tangan..
"Iya dong"
Tidak terasa hari sudah sore menjelang malam, kedua orang tua Monita mengetuk pintu untuk mengajak makan malam. (KK)
--- DH ---