Polisi dibuat bingung mengenai keberadaan Monita karena tidak adanya saksi dan bukti yang kuat untuk mengarah kepada seseorang pada peristiwa ini.
Monita masih hidup dan di sekap di sebuah kampung di Bali, mulutnya selalu di lakban agar tidak bisa berteriak.
Hari itu saat di toilet, dia membaca surat yang berisi:
Aku tunggu kamu di mobil..
Temui aku jika hidup kamu ingin tenang bersama Robert..
Aku parkir dekat Toko pakaian, mobil berwarna hitam dengan plat no DK .... MNT
Aku tunggu..
Jika tidak datang menemuiku, maka aku pastikan hidupmu tidak akan bahagia..
Ttd
Orang yang tersakiti
Monita keluar toilet dan mengikuti arah yang sudah dikatakan di dalam surat. Surat itu masih dalam genggaman tangan kanan Monita. Saat sampai di mobil, dia disuruh masuk kemudian dibius.
Hingga saat sadar, Monita sudah berada di dalam kamar. Kaki dan tangannya terikat, diapun ditelanjangi hingga hanya memakai celana dalam dan Bh. Rambutnya yang panjang sudah terpangkas tidak beraturan.
Rupanya saat pingsan tadi, bajunya dibuka dengan cara digunting dan saking kesalnya rambutnya yang panjang ikut tergunting dengan membabi buta.
Saat sadar, lakban dimulut Monita dibuka.
"Kamu tahu siapa aku?"
"Tidak!"
"Baguslah"
"Kenapa kamu lakukan ini kepadaku?"
"Kenapa!? Menurut kamu..!"
"Mana aku tahu"
"Aku tidak terima jika Robert menikah dengan kamu"
"Tidak terima! Memang kamu siapanya Robert?"
"Itu tidak penting"
"Terus.. untuk apa kamu menculik aku?"
"Aku hanya ingin Robert menyesali perbuatannya dimasa lalu"
"Maksudnya?"
"Ya sudahlah, nanti juga kamu akan tahu"
Dia menutup kembali lakban di mulut Monita. Kemudian mencium pipi Monita. Monitapun merasa jijik dengan apa yang barusan dia terima
Berhari-hari Monita berada disana, tanpa mandi dan bisa bergerak bebas. Dia pun merasa kedinginan karena tidak berpakaian. Makan sehari sekali membuat dia selalu lapar. Berkali-kali dia berkata untuk dibebaskan, namun selalu tidak ditanggapi.
Monita selalu bersikap sabar dan memahami apa yang dilakukan penculiknya. Terkadang dia melihat bahwa penculiknya ini memiliki gangguan jiwa, karena sering berbicara sendiri dan tertawa sendiri.
Ingin rasanya Monita mengetahui latar belakang kehidupan si penculik. Monita selalu berbicara pelan dan halus, dia juga mencoba bersahabat dengan penculiknya.
Hingga akhirnya 2 bulan kemudian, penculiknya bisa diajak bersahabat dan berbicara.
Hari itu Monita tidak diikat lagi dan dibiarkan bebas. Monita diberi pakaian yang layak oleh penculiknya. Monita tidak mau kabur dan mencoba menjadi sahabat si penculik. Hal ini yang menjadikan Monita bisa tahu bagaimana ini bisa terjadi.
Awalnya si penculik diam dan tidak mau banyak berbicara, setelah Monita dekati dan mencari tahu dengan pertanyaan yang halus, barulah dia berbicara banyak kepadanya.
"Namaku Adelina"
"Namaku Monita"
"Iya aku sudah tahu namamu"
"Aku mau banget berteman dengan kamu Adelina. Tapi sebelumnya aku mau mandi dulu boleh? "
"Boleh"
2 bulan lebih badanku tidak digerakkan dan tidak mandi sama sekali. Setelah semuanya beres akupun menemuinya yang sedang di ruang tamu.
"Sebenarnya siapa kamu? Apa yang membuat kamu melakukan hal ini?"
Dia diam dan memang sesaat banyak perkataannya yang tidak nyambung dengan pertanyaan dari Monita.
Monita melihat dia sangat terpukul, dan ada guncangan di dalam dirinya. Ada yang membuat Monita takjub dengan Adelina yaitu, bagaimana dia bisa menyewa rumah di Bali dan bertahan hidup di Bali.
"Sebenarnya siapa kamu? Apa yang membuat kamu melakukan hal ini?" Monita mengulangi pertanyaannya kembali..
"Aku adalah orang yang dibuang Robert dari sejak SMP (Sekolah Menengah Pertama)"
"Kok bisa?"
"Iya Robert adalah pacarku, kemudian setelah aku benar-benar cinta dan begitu sangat sayang kepadanya dia, ada wanita lain. Dia duakan aku."
"Aku Rasa Robert tidak seperti itu.. mungkin kamu saja yang sangat penyemburu"
"Tidak.. itu benar kok, dia meninggalkan aku demi Wina. Aku tahu Wina cantik dan baik, tapi tolong hargai aku yang selama ini bersamanya"
"Coba kamu introfeksi diri, hal baik apa yang sudah kamu lakukan untuk Robert?"
"Banyak.. banyak sekali.. disitulah makanya aku sangat kesal dengannya"
Aku masih tidak mengerti jalan cerita Adelina, namun aku bisa menangkap bahwa Adelina cinta mati dengan Robert sehingga membuat dia menjadi gila. Kegilaan cintanya itulah yang membuat dia lupa akan Tuhan, keluarga bahkan segalanya.
Berjalannya waktu, Monita semakin akrab dengan Adelina. Dia berharap bisa membantu memulihkan kejiwaannya.
Sebenarnya banyak waktu untuk kabur dari rumah itu, namun hal itu tidak Monita lakukan, karena ingin membantu Adelina. Monita ingin sekali Adelina sembuh.
Hari-hari berikutnya Monita mengajari Lina masak. Lina sangat senang, sehingga membuat keduanya semakin akrab.
"Aku senang sekali bisa belajar masak seperti ini, selama ini aku tidak memiliki banyak teman. Maukah kamu menjadi temanku?"
"Tentu dong"
"Apa kamu tidak marah denganku?"
"Untuk apa marah? Aku malahan ingin menjadi sahabat dekat kamu!"
"Beneran?"
"Iya dong"
"Terima kasih ya, sudah mau bersahabat denganku"
"Sama-sama, aku juga senang bisa kenal dengan kamu"
"Pantas Robert bisa jadi sama kamu, karena kamu orangnya baik"
"Terima kasih"
Kami saling berbicara satu sama lain.
Disamping itu, Robert masih menantikan Monita di Jakarta. Sudah 3 bulan dia berusaha menghubungi nomor telepon Monita, namun belum juga tersambung.
Sebenarnya Monita sudah mengaktifkan telepon genggamnya namun karena sudah 3 bulan tidak aktif, membuat nomor tersebut hangus dan tidak dapat digunakan lagi. Monita belum sempat membeli nomor baru.
Hari berganti, 4 bulan berlalu, keadaan Robert masih kurang bersemangat, dia masih terbayang masa-masa bersama Monita. Dia ingat benar bagaimana pertama kali berkenalan dengannya.
Saat itu Robert yang sedang makan siang, melihat sosok wanita cantik tepat dihadapannya sedang makan juga di tempat makan itu bersama ke 3 temannya. Wajahnya tepat berhadapan dengannya hanya terhalang kepala temannya. Robert melihat dan selalu memandangnya, dalam hatinya 'cantik sekali wanita itu, putih tinggi, senyumnya manis dengan lesung pipit dikedua belah pipinya, rambutnya yang memerah tergerai jatuh sampai ke atas meja hingga membuatnya terlihat semakin manis, cara bicara dan berpakaiannya juga membuat Robert semakin jatuh hati'. Tak sadar Robert berkata.
"Apakah ini yang namanya cinta pandangan pertama!"
"Apa-apaan sih lo Bert..! Kenapa ngomong itu sama gua?" Teman sekantornya yang ikut bareng makan dengannya berkata..
"Buka lo Susi, lagi pula lo kan sudah tiap hari gua lihat, bukan pertama kali..! lo juga sudah punya suami dan 2 anak pula"
"Ya.. kali! Lo sudah buta"
"Lo kali.. yang ngarep sama gua! He.. he.. he" aku tertawa..
"Sialan lo"
Mendengar suara obrolan antara Robert dan Susi yang semakin kencang. Wanita tersebut melihat ke arah Robert.
"Sus, dia ngelihatin gua ni?"
"Sudah kalau lo memang suka samperin sana, entar keburu hilang.. lo nyesel lagi"
"Tapi gua gak siap nih, gua harus ngomong apa? Temennya banyak lagi"
"Ah, lo mah.. payah banget sih gitu aja tidak berani. Bagaimana mau dapat bidadari, sama yang manusia saja gerogi"
Susi menulis di sebuah kertas lalu diberikan ke wanita yang disukai Robert tersebut.
Isi surat:
Aku yang dari tadi susah bernafas..
Karena separuh nafasku hilang bersama kamu..
Memandangimu tidak bosan..
Karena aka tahu kamu memang yang terbaik..
Tolong telepon aku di 08012345....
Atau kirim nomor kamu ke Whatsapp ku..
Terima kasih..
Susi berjalan menghampiri wanita itu.
"Ini dari pria yang di meja sana" Susi menunjuk tangan kanannya ke arah Robert
Mereka berdua tersenyum dan dibukalah surat itu. Setelah selesai membaca, Monita melihat ke arah Robert sambil tersenyum kembali.
Robert datang menghampiri.
"Maafin teman saya yah!"
"Oh, tidak apa-apa kok"
"Oh iya.. nama saya Robert!" Sambil menjulurkan tangan kanannya untuk bersalaman..
"Monita" sambil membalas salaman tangannya..
"Kita boleh bergabung?"
"Boleh.. boleh, ini kenalkan teman saya!"
Aku berkenalan juga dengan ketiga temannya, namun mereka tidak lama langsung berpamitan meninggalkan kita.
"Mon, kita-kita keliling mall dulu yah.. nanti kalau sudah kabarin saja di Whatsapp.. biar kita janjian ketemu dimana gitu" Salah satu dari mereka berbicara..
"Ok.. hati-hati ya"
Kami bertiga, berbicara banyak dan mencoba untuk saling mengenal. Tidak lama kemudian Susi juga meninggalkan kita.
"Gua juga balik ke kantor ah, biar ga ada lalat disini"
"Kok gitu sih Sus, tungguin lah.."
"Abis gua dari tadi cuma bengong melihat lo berdua cerita.. kayak lalat saja gua, dicuekin gitu. Kan mending gua pergi"
"Ya sudah sana"
"Nah kan, gua malah diusir"
"Ya elah, lo bawa perasaan banget sih"
"Ya sudah, sampai jumpa.. yuk Mon.. gua pamit"
"Iya Susi.. sampai ketemu yah" Jawab Monita..
"Lo jangan lama-lama, jam makan siang sudah lewat.. tar lo dicariin bos loh" dia berbisik dekat telingaku..
"Iya.. iya.. beres"
Robert dan Monita saling bercerita mereka terlihat sangat akrab dan nyambung diajak berbicara. Merekapun terbuai oleh waktu. (KK)
--- DH ---