Beberapa hari yang lalu, aku resmi telah menjadi istri sahnya Pak Hanafi. Adalah keputusan yang sulit dan sangat berat untuk aku ambil saat memutuskan menjadi pendamping hidup Pak Hanafi. Aku yang terpaut umur yang sangat jauh yaitu sekitar 55 tahun, serta perbedaan kekayaan yang membuat aku berfikir 2x untuk bisa menerima pinangan dari Pak Hanafi. Belum lagi omongan dari tetangga, teman bahkan saudara yang mempermasalahkan aku mau menikah dengan Pak Hanafi. Aku juga berfikir bahwa aku masih sangat muda dan cantik, tak mungkin para laki-laki muda tak mau dengan diriku.
Berjalannya waktu, banyak berfikir serta berembuk dengan keluarga, akhirnya aku terima lamaran darinya. Perkataan Pak Hanafi ada benarnya juga menurutku sehingga aku mengatakan Ya padanya.
Pak Hanafi adalah sosok yang bersahaja, murah senyum, ramah dan sangat pintar mengelola bisnis, bisa dikatakan dia adalah orang yang sangat energik dalam bekerja. Dia juga sangat dermawan kepada semua orang.
Jujur awal berada dalam satu kamar dengan Pak Hanafi membuatku gugup dan sangat canggung, karena aku takut karakter Pak Hanafi yang berbeda dengan pandanganku di luar sana. Namun yang ku rasakan adalah sama, Pak Hanafi di luar dan saat berdua bersamaku adalah sama, dia benar-benar orang baik. Malam setelah menikah kami berdua berbicara dan berbagi cerita
"Bella.."
"Iya Pak.."
"Jangan panggil saya pak lagi yah.. kamu harus memanggil saya dengan nama saja, biar gak kaku"
"Iya Hanafi"
"Nah gitu dong.. baru bagus.. kan enak kita kayak seumuran yah!"
"Bel, saya tahu sangat sulit kamu menerima saya untuk menjadi suami kamu. Jika kamu tidak mau tidur di sisiku, gak papa kok Bel.. saya gak akan maksa"
"Iya pak, aku akan lakukan apa yang bapak mau, karena kan Bapak sudah menjadi imam aku. Untuk tidur.. aku akan melakukan tugas ku sebagai istri. Saat ini.. aku kan sudah sah menjadi istri Bapak.. mau gak mau aku akan melaksanakan kewajibanku sebagai istri. Ini adalah keputusanku Han.. aku juga akan menghormati ketentuan agama kita."
"Terima kasih ya Bel.. tapi kamu masih bilang Bapak terus tuh.. mungkin belum terbiasa kali yah atau kamu sungkan sama saya! ya sudah gak papa.. tar juga terbiasa"
"Iya Hanafi maaf"
Sebulan sudah terlewati, tak terasa.. karena memang tak ada yang berubah dari kebiasaanku di rumah tersebut. Sejak awal masuk aku memang selalu melayani Bapak, yang berubah hanya status ku saja di rumah tersebut. Tetapi ke akrabanku dengan karyawan yang lain masih seperti dahulu.
Tiga bulan setelah menikah, Hanafi sudah mulai mengajari ku mengenai bisnis yang dia geluti dan dia mengajakku ke kantor untuk memperkenalkan aku ke karyawannya. Hingga aku harus belajar cara berpakaian yang pantas serta berbicara yang baik. Hanafi terus menyuruhku untuk kursus kepribadian, kursus Bahasa Inggris dan kursus komputer. Pelan-pelan dia mengajariku semuanya hingga aku disuruhnya melanjutkan pendidikanku ke bangku kuliah.
Awal tahun, aku mulai mendaftar ke universitas swasta terbaik di Jakarta, aku mengambil jurusan Ekonomi Akuntansi. Bahkan setelah lulus S1 aku sudah diarahkan untuk lanjut mengambil S2 jurusan Manajemen Bisnis. Hanafi ingin aku cepat menguasai semua dan mengambil alih usahanya, agar dia bisa beristirahat di rumah.
Enam bulan lamanya aku berada di dalam lingkungan perusahaannya. Aku sudah banyak menenal dan mengetahui semuanya. Hanafi mulai sering beristirahat di rumah.
Hanafi adalah sosok humoris dan sangat suka dengan alam. Hanafi akhir-akhir ini banyak menanam pohon buah di halaman belakang rumah yang masih luas dan belum rindang dengan pepohonan. Hanafi sangat asik dengan kegiatannya bersama tukang kebun. Sesekali dia beristirahat sambil minum dan makan-makanan ringan yang disajikan pembantu di atas tikar yang dibentang di atas rerumputan di bawah pohon mangga harumanis.
Aku yang selalu pergi pagi dan pulang malam, mulai jauh darinya, namun Hanafi sangat senang melihat keadaan seperti ini. Karena inilah harapan dia selama ini. Saat aku pulang Hanfi biasanya sudah tertidur di atas tempat tidurnya, aku pun tak berani membangunkannya.
Sesekali di saat hari sabtu aku pergi berlibur dengannya ke Villa Hanafi di kawasan Cisarua, Puncak. Dengan membawa supir dan satu pembantu, kami berempat pergi ke villa. Pagi itu kami pergi dari rumah, pembantu dan sopir duduk di depan sedangkan kami di belakang. Saat di perjalanan Hanafi banyak memberi tahu aku mengenai pemmandangan yang kami lihat serta dia banyak membandingkan keadaan sekarang di puncak dengan saat waktu dulu. Perjalanan memakan waktu 3 jam lamanya, sampai di sana aku langsung tiduran di kamar.
"Capek ya Bel.."
"Enggak Han, cuma pengen istirahat sambil tiduran saja"
"Mungkin kamu tidak merasa letih saat aktifitas kamu dari senin sampai jum'at, nah saat di sini, karena udaranya sejuk kamu mulai berasa tuh"
"Iya juga kali ya.. Hanafi mau aku pijitin?"
"Gak usah Bel, aku mau ke belakang liat ikan-ikan trus abis itu kita bakar ikan dan jagung yah. Pak Rahmat dan Sari sedang menyiapkan semuanya di belakang"
"Iya .. hati-hati yah Han, awas kolamnya licin.."
"Iya Bel.. terima kasih"
Terbangun dari tidurku, aku langsung melihat jam, ternyata sudah jam 5 sore. Aku segera Sholat kemudian menuju halaman belakang untuk menemui suamiku. Ternyata dia sudah asik makan ikan bakar di tepi kolam. Aku juga melihat Sari dan Pak Rahmat sedang asik membakar ikan dan jagung sambil mencicipi apa yang mereka sudah di bakar.
"Sini Bel.. makan jagung" kata Sari
"Iya Sar"
"Han, asik bener makannya"
"Kamu sudah bangun Bel, sini makan bareng saya"
Akupun makan bareng bersama Hanafi, aku makan sepiring bersama dengan minum teh manis hangat, namun tidak hangat lagi.. mungkin karena udaranya yang sangat dingin hingga teh panaspun jadi cepat adem.
Kami di sana saling bercanda dan melemparkan celotehan-celotehan yang lucu-lucu, untungnya Hanafi bisa larut dalam suasana itu. Aku tidak melihat batasan antara kami dan karyawan Hanafi. Memasuki malam usai sholat magrib kami meneruskan makanannya di dalam rumah sambil menonton film DVD di ruang tengah. Semakin larut malam, hingga kami tinggal berdua (aku dan Hanafi) di ruang tengah, aku melihat Hanafi sangat bahagia saat ini.. aku yang mengelus kulit wajahnya yang sudah sedikit keriput dan rambutnya yang hampir semua sudah memutih namun tubuhnya selalu harum seperti anak muda, aku selalu merasa nyaman jika bersamanya. Hingga akhirnya kami tertidur berdua di sana.
Minggu pagi kami berdua joging berkeliling kampung, Hanafi terlihat sangat segar dan semangat. Kami berjalan tidak begitu jauh karena mengingat kondisi bapak. Walau sesekali kami beristirahat di atas bebatuan yang berada pinggir jalan kemudian terakhir kami mampr ke warung sunda, hanya sekedar makan gorengan dan minum bandrek atau sekuteng. Ternyata di dalam warung, banyak yang mengenal bapak hingga pemilik warungpun kenal dengan beliau.
Dalam perjalanan pulang Hanafi banyak bercerita mengenai perkampungan yang berada di sekitar villanya.
"Di sini, hampir rata-rata orang mengenal saya.. walau saya tidak mempunyai kebun di sini atau usaha di perkampungan ini. Mereka mengenalku karena memiliki villa yang luas dan bentuk bangunan villa yang unik serta mereka mengenalku pengusaha sukses di Jakarta"
"Oh, begitu pak. Tapi yang saya dengar tadi orang-orang berbicara tentang Bapak.. kata mereka bapak sangat dermawan dan sering membantu warga sini yang kesusahan. Sehingga warga sini saling berebut untuk menjaga villa Bapak. Saya pun tak heran melihat Villanya yang selalu rapi dan tidak ada semak-semak tinggi yang tumbuh di dalamnya, karena saya yakin warga yang membantu Bapak.. Kan!"
"Iya ada banyak warga yang merasa saya bantu, karena saya tidak mau diberikan imbalan dan ikhlas hanya mau menolong, maka mereka yang menawarkan diri langsung dan berjanji kepada saya untuk membantu merawat villa, membersihkannya dan menjaganya dari tangan-tangan jahil. Alhamdulillah Bel, mereka memegang janji. Nih Bel, pernah waktu itu ada peristiwa keributan di Villa saya, ternyata mereka bertengkar karena berebut ingin membersihkan Villa saya, hingga akhirnya saya menengahinya dan berkata 'Kan kalian bisa atur waktunya bergantian, entah itu saling bergantian seminggu sekali atau sebulan sekali' dan akhirnya mereka mengerti"
"Hebat yah mereka, jadi aku gak perlu takut jika berada di sini"
"Coba Bel.. semalamkan makanan masih banyak sekali yang tersisa.. karena ada mereka jadi gak terbuang percuma kan"
"Iya Han, sebelum aku tidur, aku dengar mereka bercerita di luar, kayaknya mereka banyak sekali jumlah orangnya yah?"
"Ya begitulah, kalau saya ke sini mereka beramai-ramai juga ke sini"
Minggu siang kami mulai berkemas usai makan siang, banyak pelajaran yang ku dapat saat di Puncak dan aku semakin kagum dengan sosok Hanafi suamiku.
Senin pagi, aku merasa gak enak badan, Hanafi sangat khawatir dengan keadaanku hingga aku disuruhnya segera ke dokter. Namun aku bersikeras untuk tetap istirahat di rumah saja. Semua meeting hari ini pun aku batalkan. Cukup minum obat warung dan makan soto mie, aku meresa enakan. Memang aku merasa kecapean aja dan pengen makan-makanan berkuah yang panas.
Hanafi terus bersamaku di dalam kamar, kami berdua bercerita di kamar, makan pun aku lakukan dikamar sambil menonton televisi. Aku senang Hanafi sangat peduli dengan ku, aku sangat diperhatikan olehnya bahkan dia menyuapi ku makan dan juga mengambilkan aku minum air putih hangat.
Keesokan hari saat aku akan berangkat ke kantor, Hanafi menahanku.. dia menyarankanku untuk istrirahat dahulu.. 'mau seminggu gak ke kantor juga gak papa.. kan aku bisa suruh karyawan lain mengerjakan', itu katanya. Akhirnya di hari itu aku menghabiskan waktu berdua dengannya. Kami menonton film DVD sambil makan-makanan ringan di ruang keluarga.
Hanafi adalah sosok pria idaman, tak heran bu Gita sangat mencintainya. Hanafi pun setia bersamanya hingga akhir hayatnya. Disamping itu Hanafi adalah sosok yang romantis di mataku, dia sangat perhatian kepadaku. Memang waktu Bu Gita masih ada beliau berdua terlihat sering bercanda dan pergi berdua bersama menghabiskan waktu liburan di luar kota atau hanya sekedar menginap di villanya.
Saat ulang tahun pernikahan, Hanafi memberikan ku hadiah, berkeliling Indonesia. Kami ke Bunaken dan Raja Ampat. 5 Hari aku bersamanya berada di Minahasa, aku sangat senang bisa langsung merasakan keindadahan taman laut di sana, Bunaken adalah tempat yang sangat indah cocok banget untuk para pasangan merasakan keindahan panoramanya. Setelah dari sana kami langsung terbang ke Papua Barat, di sana kami lebih lama yaitu 9 hari. Kami langsung menginap di pinggir pantai Raja Ampat. Lautnya yang tenang dan biru serta sangat jernih membuatku betah berlama-lama berada di pinggir pantai. Ini adalah pengalaman ku yang sangat berharga dan tak kan terlupakan.
Tempat ku menginap di Pulau Bunaken
Penginapan di Raja Ampat
Sepulangnya kami dari Raja Ampat, ketika sampai di Jakarta.. kondisi kesehatan Hanafi menurun. Dari bandara kami langsung ke rumah sakit terdekat. Dan benar saja, Hanafi harus di rawat, karena terlalu lemah fisiknya, mungkin dia terlalu kecapean. 20 Hari aku menemaninya di rumah sakit, Hanafi tetap tidak ada perubahan, aku ingat sekali saat itu hari jum'at pagi, dia memintaku membelikan bubur ayam di tempat langganannya, hingga aku menyuruh sopir segera membelikan bubur tersebut. Karena tempatnya agak jauh, butuh 2 jam perjalanan bubur tersebut bisa sampai ke rumah sakit. Saat aku terima.. bubur sudah adem dan dingin namun Hanafi tetap ingin memakannya. Ternyata bubur tersebut habis olehnya.
Siang itu di hari yang sama, Hanafi sudah banyak berpesan kepada saya. Semua keluarganya sudah datang semua. Dan ada firasat berbeda dari perkataannya. Bahkan dia sudah menitip pesan untuk di kuburkan di sebelah mendiang istrinya (Gita). Aku sangat sedih mendengarkan semua perkataannya. Benar saja pukul 13.10 Hanafi menghembuskan nafas terakhir. Ku panggil dokter untuk bisa membantunya, namun dokter juga sudah menyerah.
Hanafi dimakamkan hari jum'at sore pukul 17.30, kuburannya berada di sebelah kanan dari istrinya. Aku pasrah dengan semuanya, terlebih lagi saat aku melihat di meninggal dengan tersenyum tadi. Rasanya seperti, dia sudah melepaskan beban yang sangat berat. Teringat kenangan-kenangan terakhir bersamanya saat di Sulawesi dan Papua.
Selamat jalan Pak Hanafi.. suamiku tercinta.. Aku akan menjaga amanat darimu selalu.. (KK)
-- DH --
"Bella.."
"Iya Pak.."
"Jangan panggil saya pak lagi yah.. kamu harus memanggil saya dengan nama saja, biar gak kaku"
"Iya Hanafi"
"Nah gitu dong.. baru bagus.. kan enak kita kayak seumuran yah!"
"Bel, saya tahu sangat sulit kamu menerima saya untuk menjadi suami kamu. Jika kamu tidak mau tidur di sisiku, gak papa kok Bel.. saya gak akan maksa"
"Iya pak, aku akan lakukan apa yang bapak mau, karena kan Bapak sudah menjadi imam aku. Untuk tidur.. aku akan melakukan tugas ku sebagai istri. Saat ini.. aku kan sudah sah menjadi istri Bapak.. mau gak mau aku akan melaksanakan kewajibanku sebagai istri. Ini adalah keputusanku Han.. aku juga akan menghormati ketentuan agama kita."
"Terima kasih ya Bel.. tapi kamu masih bilang Bapak terus tuh.. mungkin belum terbiasa kali yah atau kamu sungkan sama saya! ya sudah gak papa.. tar juga terbiasa"
"Iya Hanafi maaf"
Sebulan sudah terlewati, tak terasa.. karena memang tak ada yang berubah dari kebiasaanku di rumah tersebut. Sejak awal masuk aku memang selalu melayani Bapak, yang berubah hanya status ku saja di rumah tersebut. Tetapi ke akrabanku dengan karyawan yang lain masih seperti dahulu.
Tiga bulan setelah menikah, Hanafi sudah mulai mengajari ku mengenai bisnis yang dia geluti dan dia mengajakku ke kantor untuk memperkenalkan aku ke karyawannya. Hingga aku harus belajar cara berpakaian yang pantas serta berbicara yang baik. Hanafi terus menyuruhku untuk kursus kepribadian, kursus Bahasa Inggris dan kursus komputer. Pelan-pelan dia mengajariku semuanya hingga aku disuruhnya melanjutkan pendidikanku ke bangku kuliah.
Awal tahun, aku mulai mendaftar ke universitas swasta terbaik di Jakarta, aku mengambil jurusan Ekonomi Akuntansi. Bahkan setelah lulus S1 aku sudah diarahkan untuk lanjut mengambil S2 jurusan Manajemen Bisnis. Hanafi ingin aku cepat menguasai semua dan mengambil alih usahanya, agar dia bisa beristirahat di rumah.
Enam bulan lamanya aku berada di dalam lingkungan perusahaannya. Aku sudah banyak menenal dan mengetahui semuanya. Hanafi mulai sering beristirahat di rumah.
Hanafi adalah sosok humoris dan sangat suka dengan alam. Hanafi akhir-akhir ini banyak menanam pohon buah di halaman belakang rumah yang masih luas dan belum rindang dengan pepohonan. Hanafi sangat asik dengan kegiatannya bersama tukang kebun. Sesekali dia beristirahat sambil minum dan makan-makanan ringan yang disajikan pembantu di atas tikar yang dibentang di atas rerumputan di bawah pohon mangga harumanis.
Aku yang selalu pergi pagi dan pulang malam, mulai jauh darinya, namun Hanafi sangat senang melihat keadaan seperti ini. Karena inilah harapan dia selama ini. Saat aku pulang Hanfi biasanya sudah tertidur di atas tempat tidurnya, aku pun tak berani membangunkannya.
Sesekali di saat hari sabtu aku pergi berlibur dengannya ke Villa Hanafi di kawasan Cisarua, Puncak. Dengan membawa supir dan satu pembantu, kami berempat pergi ke villa. Pagi itu kami pergi dari rumah, pembantu dan sopir duduk di depan sedangkan kami di belakang. Saat di perjalanan Hanafi banyak memberi tahu aku mengenai pemmandangan yang kami lihat serta dia banyak membandingkan keadaan sekarang di puncak dengan saat waktu dulu. Perjalanan memakan waktu 3 jam lamanya, sampai di sana aku langsung tiduran di kamar.
"Capek ya Bel.."
"Enggak Han, cuma pengen istirahat sambil tiduran saja"
"Mungkin kamu tidak merasa letih saat aktifitas kamu dari senin sampai jum'at, nah saat di sini, karena udaranya sejuk kamu mulai berasa tuh"
"Iya juga kali ya.. Hanafi mau aku pijitin?"
"Gak usah Bel, aku mau ke belakang liat ikan-ikan trus abis itu kita bakar ikan dan jagung yah. Pak Rahmat dan Sari sedang menyiapkan semuanya di belakang"
"Iya .. hati-hati yah Han, awas kolamnya licin.."
"Iya Bel.. terima kasih"
Terbangun dari tidurku, aku langsung melihat jam, ternyata sudah jam 5 sore. Aku segera Sholat kemudian menuju halaman belakang untuk menemui suamiku. Ternyata dia sudah asik makan ikan bakar di tepi kolam. Aku juga melihat Sari dan Pak Rahmat sedang asik membakar ikan dan jagung sambil mencicipi apa yang mereka sudah di bakar.
"Sini Bel.. makan jagung" kata Sari
"Iya Sar"
"Han, asik bener makannya"
"Kamu sudah bangun Bel, sini makan bareng saya"
Akupun makan bareng bersama Hanafi, aku makan sepiring bersama dengan minum teh manis hangat, namun tidak hangat lagi.. mungkin karena udaranya yang sangat dingin hingga teh panaspun jadi cepat adem.
Kami di sana saling bercanda dan melemparkan celotehan-celotehan yang lucu-lucu, untungnya Hanafi bisa larut dalam suasana itu. Aku tidak melihat batasan antara kami dan karyawan Hanafi. Memasuki malam usai sholat magrib kami meneruskan makanannya di dalam rumah sambil menonton film DVD di ruang tengah. Semakin larut malam, hingga kami tinggal berdua (aku dan Hanafi) di ruang tengah, aku melihat Hanafi sangat bahagia saat ini.. aku yang mengelus kulit wajahnya yang sudah sedikit keriput dan rambutnya yang hampir semua sudah memutih namun tubuhnya selalu harum seperti anak muda, aku selalu merasa nyaman jika bersamanya. Hingga akhirnya kami tertidur berdua di sana.
Minggu pagi kami berdua joging berkeliling kampung, Hanafi terlihat sangat segar dan semangat. Kami berjalan tidak begitu jauh karena mengingat kondisi bapak. Walau sesekali kami beristirahat di atas bebatuan yang berada pinggir jalan kemudian terakhir kami mampr ke warung sunda, hanya sekedar makan gorengan dan minum bandrek atau sekuteng. Ternyata di dalam warung, banyak yang mengenal bapak hingga pemilik warungpun kenal dengan beliau.
Dalam perjalanan pulang Hanafi banyak bercerita mengenai perkampungan yang berada di sekitar villanya.
"Di sini, hampir rata-rata orang mengenal saya.. walau saya tidak mempunyai kebun di sini atau usaha di perkampungan ini. Mereka mengenalku karena memiliki villa yang luas dan bentuk bangunan villa yang unik serta mereka mengenalku pengusaha sukses di Jakarta"
"Oh, begitu pak. Tapi yang saya dengar tadi orang-orang berbicara tentang Bapak.. kata mereka bapak sangat dermawan dan sering membantu warga sini yang kesusahan. Sehingga warga sini saling berebut untuk menjaga villa Bapak. Saya pun tak heran melihat Villanya yang selalu rapi dan tidak ada semak-semak tinggi yang tumbuh di dalamnya, karena saya yakin warga yang membantu Bapak.. Kan!"
"Iya ada banyak warga yang merasa saya bantu, karena saya tidak mau diberikan imbalan dan ikhlas hanya mau menolong, maka mereka yang menawarkan diri langsung dan berjanji kepada saya untuk membantu merawat villa, membersihkannya dan menjaganya dari tangan-tangan jahil. Alhamdulillah Bel, mereka memegang janji. Nih Bel, pernah waktu itu ada peristiwa keributan di Villa saya, ternyata mereka bertengkar karena berebut ingin membersihkan Villa saya, hingga akhirnya saya menengahinya dan berkata 'Kan kalian bisa atur waktunya bergantian, entah itu saling bergantian seminggu sekali atau sebulan sekali' dan akhirnya mereka mengerti"
"Hebat yah mereka, jadi aku gak perlu takut jika berada di sini"
"Coba Bel.. semalamkan makanan masih banyak sekali yang tersisa.. karena ada mereka jadi gak terbuang percuma kan"
"Iya Han, sebelum aku tidur, aku dengar mereka bercerita di luar, kayaknya mereka banyak sekali jumlah orangnya yah?"
"Ya begitulah, kalau saya ke sini mereka beramai-ramai juga ke sini"
Minggu siang kami mulai berkemas usai makan siang, banyak pelajaran yang ku dapat saat di Puncak dan aku semakin kagum dengan sosok Hanafi suamiku.
Senin pagi, aku merasa gak enak badan, Hanafi sangat khawatir dengan keadaanku hingga aku disuruhnya segera ke dokter. Namun aku bersikeras untuk tetap istirahat di rumah saja. Semua meeting hari ini pun aku batalkan. Cukup minum obat warung dan makan soto mie, aku meresa enakan. Memang aku merasa kecapean aja dan pengen makan-makanan berkuah yang panas.
Hanafi terus bersamaku di dalam kamar, kami berdua bercerita di kamar, makan pun aku lakukan dikamar sambil menonton televisi. Aku senang Hanafi sangat peduli dengan ku, aku sangat diperhatikan olehnya bahkan dia menyuapi ku makan dan juga mengambilkan aku minum air putih hangat.
Keesokan hari saat aku akan berangkat ke kantor, Hanafi menahanku.. dia menyarankanku untuk istrirahat dahulu.. 'mau seminggu gak ke kantor juga gak papa.. kan aku bisa suruh karyawan lain mengerjakan', itu katanya. Akhirnya di hari itu aku menghabiskan waktu berdua dengannya. Kami menonton film DVD sambil makan-makanan ringan di ruang keluarga.
Hanafi adalah sosok pria idaman, tak heran bu Gita sangat mencintainya. Hanafi pun setia bersamanya hingga akhir hayatnya. Disamping itu Hanafi adalah sosok yang romantis di mataku, dia sangat perhatian kepadaku. Memang waktu Bu Gita masih ada beliau berdua terlihat sering bercanda dan pergi berdua bersama menghabiskan waktu liburan di luar kota atau hanya sekedar menginap di villanya.
Saat ulang tahun pernikahan, Hanafi memberikan ku hadiah, berkeliling Indonesia. Kami ke Bunaken dan Raja Ampat. 5 Hari aku bersamanya berada di Minahasa, aku sangat senang bisa langsung merasakan keindadahan taman laut di sana, Bunaken adalah tempat yang sangat indah cocok banget untuk para pasangan merasakan keindahan panoramanya. Setelah dari sana kami langsung terbang ke Papua Barat, di sana kami lebih lama yaitu 9 hari. Kami langsung menginap di pinggir pantai Raja Ampat. Lautnya yang tenang dan biru serta sangat jernih membuatku betah berlama-lama berada di pinggir pantai. Ini adalah pengalaman ku yang sangat berharga dan tak kan terlupakan.
Tempat ku menginap di Pulau Bunaken
Penginapan di Raja Ampat
Sepulangnya kami dari Raja Ampat, ketika sampai di Jakarta.. kondisi kesehatan Hanafi menurun. Dari bandara kami langsung ke rumah sakit terdekat. Dan benar saja, Hanafi harus di rawat, karena terlalu lemah fisiknya, mungkin dia terlalu kecapean. 20 Hari aku menemaninya di rumah sakit, Hanafi tetap tidak ada perubahan, aku ingat sekali saat itu hari jum'at pagi, dia memintaku membelikan bubur ayam di tempat langganannya, hingga aku menyuruh sopir segera membelikan bubur tersebut. Karena tempatnya agak jauh, butuh 2 jam perjalanan bubur tersebut bisa sampai ke rumah sakit. Saat aku terima.. bubur sudah adem dan dingin namun Hanafi tetap ingin memakannya. Ternyata bubur tersebut habis olehnya.
Siang itu di hari yang sama, Hanafi sudah banyak berpesan kepada saya. Semua keluarganya sudah datang semua. Dan ada firasat berbeda dari perkataannya. Bahkan dia sudah menitip pesan untuk di kuburkan di sebelah mendiang istrinya (Gita). Aku sangat sedih mendengarkan semua perkataannya. Benar saja pukul 13.10 Hanafi menghembuskan nafas terakhir. Ku panggil dokter untuk bisa membantunya, namun dokter juga sudah menyerah.
Hanafi dimakamkan hari jum'at sore pukul 17.30, kuburannya berada di sebelah kanan dari istrinya. Aku pasrah dengan semuanya, terlebih lagi saat aku melihat di meninggal dengan tersenyum tadi. Rasanya seperti, dia sudah melepaskan beban yang sangat berat. Teringat kenangan-kenangan terakhir bersamanya saat di Sulawesi dan Papua.
Selamat jalan Pak Hanafi.. suamiku tercinta.. Aku akan menjaga amanat darimu selalu.. (KK)
-- DH --