Cinta

Cinta
SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA "DODHY HANDAYADI".. SELAMAT MEMBACA.. SEMOGA BISA MENJADI PELAJARAN BUAT KITA SEMUA.. PENTINGNYA MENGHARGAI ARTI CINTA, DIMANA TERKADANG KITA HARUS MENGALAH UNTUK MEMENANGKAN HATINYA NAMUN TERKADANG KITA HARUS MERELAKAN KEHILANGANNYA UNTUK HAL YANG LEBIH BAIK LAGI.. JANGAN MENYERAH TERUSLAH BERJUANG SELAGI CINTAMU MASIH BISA DIPERJUANGKAN

Jumat, 29 April 2016

Cinta Allah


Siti merupakan anak dari seorang yang kaya raya. Bapaknya memiliki banyak perusahaan properti di Indonesia, sedangkan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga dan aktif sebagai ibu-ibu pengajian dilingkungannya. Dia adalah anak ke dua dari dua bersaudara.

Keperibadiannya yang mengasikkan, membuat dia memiliki banyak teman di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Siti sangat senang membaca Al qur'an, bahkan sholatnya selalu tepat waktu. Jika ada lomba membaca Al qur'an, dia selalu ikut ambil bagian. Bahkan dia selalu menang dalam keikutsertaan lomba tersebut. Memang sejak dalam kandungan, ibunya hampir setiap hari membaca Al qur'an. Mungkin hal itu juga yang mendorong minatnya mengambil kuliah di jurusan Fakultas Agama Islam dan kecintaannya kepada Allah SWT.

Walau dari keluarga mampu, orang tuanya tidak memanjakan dia dengan kemewahan. Kemana-mana Siti masih menggunakan angkutan umum. Kakaknya pun yang laki juga mengunakan motor bebek biasa. Terkadang kakaknya yang mengantarkan Siti jika berpergian jauh.

Saat ini Siti menginjak usia ke 22 Tahun. Belum pernah dia berpacaran dengan laki-laki manapun, tetapi dia memiliki banyak teman lelaki. Saat belajar di sekolah Menengah Pertama, dia sudah mengenakan jilbab kemanapun, bahkan ada tamu lelaki yang bukan muhrimnya pun dia pasti mengenakan jilbab.

Siti sangat menjaga aurat, wudhu, solat, perkataan dan perbuatannya. Cintanya kepada Allah SWT membuat dirinya terkadang berfikir mengenai kebebasan anak-anak jaman sekarang saat bergaul, bercerita maupun bertamu. Banyak pertentangan yang terjadi dalam batinnya. Terkadang dia menasehati anak-anak kecil dan teman sebayanya dengan perkataan lembut agar tidak menyimpang dari ajaran agama yang disebarkan rosul kita Muhammad SAW. 

Di kampusnya Siti aktif dalam kegiatan rohis (Rohani Islam), dia sering mengadakan program santunan anak yatim dan orang jompo. Dia mengumpulkan dana dari teman-teman kampusnya. Sedikitpun tidak pernah menggunakan harta orang tuanya untuk setiap kegiatannya. Paling tidak jika terjadi kekurangan dana, dia minta ke Ayahnya agar dicukupkan demi lancarnya kegiatan tersebut.

Jika azan berkumandang, Siti pasti langsung berlari untuk mengambil air wudhu. Kecuali saat perjalanan atau sedang mengikuti ujian. Siti selalu solat 5 waktu secara tepat waktu dan puasa senin kamis. Siti sangat senang dengan kegiatan yang dilakukan di jalan Allah SWT. 

Suatu hari siti akan pergi ke rumah sahabatnya di Indramayu. Diperkirakan perjalanannya memakan waktu 5 jam dari tempat tinggalnya di Jakarta. Saat itu sudah masuk zuhur, karena menurut perhitungan jika masuk waktu asar, dia masih diatas bus. maka ia menjamak Takdim asarnya (solat Asar digabung ke zuhur). Dia melakukan dengan penuh khusuk. 

Siti pergi dengan menggunakan bus dari kampung rambutan, dia pergi kesana dengan kedua temannya yaitu Lisa dan Suci. Saat diperjalanan cuaca sangat bagus, tampak matahari bersinar dengan terangnya. Namun saat memasuki pantura (pantai utara pulau Jawa), cuaca menjadi tidak bersahabat, terjadi hujan petir dengan disertai angin yang cukup kencang. Di dalam hatinya siti selalu membaca doa dan bersalawat.

Tak disangka bus yang ditumpanginya ikut terbawa longsoran tanah. Dia tak sadarkan diri, yang dia tahu saat sadar dia sudah berada di rumah sakit. dia merasakan sesak di dadanya dan kakinya sulit untuk digerakkan. Saat dia melihat jam, sudah menunjukkan jam 21.00. Dia teringat belum solat maghrib, karena keadaannya yang tak mungkin mengambil air wudhu ke toilet,  ia memutuskan bertayamum (berwudhu dengan menggunakan debu) saja, kebeneran juga tempat tidurnya dekat dengan tembok rumah sakit. Ia menjamak Takhir solatnya (Maghrib digabung ke Isya). kecintaannya kepada Allah membuat dia merasa bersalah sudah tidak solat maghrib tepat waktu.

Malam itu dia tidak bisa tertidur, karena rasa sakit teramat menyertainya, akhirnya dia solat tahajud saja. Keluarganya sudah berada bersamanya sejak jam 17.30. Saat dihubungi pihak kepolisian jam 15.00 tadi, ibu, bapak dan kakaknya langsung meluncur ke rumah sakit tempat dia dirawat.

Saat ia solat bapaknya yang menjaganya, melihat Siti hanya bersedekap di raka'at ke dua, tidak ada gerakan lagi dalam waktu yang cukup lama. Bapaknya coba mendekatinya, ia melihat tidak ada gerakan nafas didadanya dan monitor jantung berubah menjadi 0. Segera bapaknya membangunkan ibu dan kakaknya serta memanggil dokter yang bertugas malam itu.

Dokter sudah berusaha, namun Allah berkehendak lain, Siti meninggal dalam solatnya. Semoga dia meninggal dalam Khusnul khotimah dan ditempatkan di surganya Allah. Aamiin..


Usai pengurusan jenazah, siti langsung dibawa pulang ke rumahnya di Jakarta. Pagi di hari Jum'at itu berita duka langsung menyebar ke teman dan sahabatnya. Pelayat banyak sekali yang datang ke rumah Siti, bahkan saat akan disholatkan, Masjidnya tidak bisa menampung jama'ah yang akan menyolatkan. karangan bunga membanjiri halaman rumah dan jalanan sekitar rumahnya. Saat pemakamanpun, pekuburan tempat dia disemayamkan terakhir kalinya, benar-benar seperti lautan manusia. Semua orang terlihat benar-benar merasa kehilangan akan sosok Siti..

Siti meninggalkan kenangan yang indah dan mendalam dimata sahabat, teman, tetangga dan saudaranya. Mereka dirundung duka yang mendalam. Bapak, ibu serta kakaknya mencoba tabah atas musibah yang terjadi. Mereka terlihat tegar dan kuat, walau sesekali meneteskan air mata.

Seminggu kemudian kedua teman Siti yang ikut pergi bersamanya saat ke Indramayu, datang ke makam Siti. Mereka berdua baru saja keluar dari rumah sakit. Mereka hanya bisa memanjatkan doa, tanpa melihat jasad Siti yang terakhir kali. (KK)

--- DH ---


Senin, 25 April 2016

Kehilangan Cinta

Aji merupakan kepala keluarga yang baik, begitu juga dengan istrinya Wulan. Mereka sudah menikah selama 10 tahun, dengan dikaruniai 3 orang anak (2 wanita & 1 laki-laki). Mereka sama-sama sibuk bekerja, Aji bekerja di sebuah kantor pemerintahan sedangkan Wulan di bank swasta ternama. Rumah mereka cukup besar untuk ditempati berlima. luas rumah mereka 1.000 meter, terdiri dari 2 lantai dan halaman yang tersisa seluas 500 meter lagi. Seluruh kerapian rumah dilakukan oleh 2 pembantu, 1 satpam dan 1 sopir.
Aji memang sangat sibuk dengan segala urusan kantornya, terkadang dia harus pulang hingga larut malam, namun segala aktivitas atau kerusakan dalam rumah mereka, Aji dapat melakukannya dan membetulkannya dengan baik. di saat akhir pekan dia selalu mengajak keluarganya liburan, entah itu ke tempat rekreasi atau sekedar makan di restoran.
Aji sangat bertanggung jawab dengan keadaan rumahnya. Dia selalu mengontrol pemakaian lampu saat malam. Dia sangat ingin lampu dipakai sehemat mungkin dan sesuai dengan peruntukannya. Saat malam ketika akan tidur semua lampu rumah harus dimatikan kecuali ruang tengah dan luar rumah. Hal ini Aji terapkan ke semua kamar anak-anaknya serta pekerjanya. Televisi pun tak luput dari pengontrolannya yaitu hidup jika akan ditonton saja.


Saat malam tiba dan akan keluar rumah, dia juga selalu mengecek keadaan pintu rumah, garasi dan pintu pagar apakah sudah terkunci dengan baik atau belum. Walau ada satpam dan pembantu, Aji tetap melakukannya sendiri dengan teliti, karena dia memang tidak mau mengandalkan orang lain.
Terkadang disaat hari libur, dia ikut membersihan rumput taman dan dedaunan yang gugur, ia sangat senang melakukannya. Semua tanaman di rumahnya, ia tanami dengan pohon buah-buahan, seperti buah mangga, rambutan, jeruk bali, kelapa, belimbing, jambu air, jambu klutuk, alpukat, bahkan durian pun ikut ia tanam. Aji sangat senang jika tanamannya berbuah lebat, tak jarang dia melakukan panen sendiri, kemudian dia bagikan ke tetangga, teman-teman dan saudara. Dia juga selalu menyirami tanamnnya dan memberikannya pupuk disaat senggang.

Pekarangan belakang rumah terdapat gubuk yang dia buat sendiri dari kayu dan bambu, pembuatannya dibantu satpam, sopir dan orang tua Aji. Gubuk tersebut berukuran 180cm x 220cm. Pada sebelah gubuk terdapat kolam ikan yang lumayan besar, Aji memeliharanya dari bibit hingga besar, saat panen tiba aji pasti mengajak saudara dan teman untuk datang. Biasanya mereka menjaring ikan tersebut, kemudian memanggangnya beramai-ramai. Suasana sangat meriah jika sudah kumpul-kumpul bersama.
Hari minggu pagi  biasanya Aji, istri dan ketiga anaknya sering pergi lari pagi bersama, mengelilingi komplek rumah mereka. Biasanya anak bontotnya yang laki mengikuti mereka menggunakan sepeda. Pernah suatu ketika sepeda tersebut rusak tidak bisa jalan, Aji pun dengan sigap membetulkannya. Dia ambil obeng dan kunci lainnya untuk membetulkannya. Sambil membenarkan sepeda tersebut, Aji mengajari anaknya bagaimana memperbaiki sepeda. Agar suatu saat nanti, tanpa dirinya anaknya sudah dapat membetulkannya sendiri.

Menginjak tahun pernikahan ke 15, Aji merayakan bersama istrinya bulan madu berdua ke Bali. Anak-anaknya dititipkan ke orang tua Wulan. Mereka memadu kasih berdua, seperti orang yang baru saja menikah, kemesraan mereka, kehangatan canda tawa, cerita-cerita indah mengisi hari-hari mereka yang bahagia. Tak lupa sepulangnya dari sana, mereka memberikan buah tangan kepada orang tua mereka dan anak-anaknya serta para pegawai rumahnya. 

Sebulan berlalu Aji semakin sibuk dengan rutinitas kerjanya dikantor, begitu pula dengan Wulan. Masing-masing tak ada waktu berkomunikasi, kecuali hari minggu. Saat Aji pulang kerja, Wulan sudah tidur.. Saat Wulan berangkat kerja, Aji pun masih tertidur.. 
Akhirnya cekcok semakin sering terjadi diantara mereka berdua, karena kurangnya komunikasi. Saking besarnya cekcok yang terjadi, dalam pertengkaran mereka sering terlontar kata cerai dari mulut mereka berdua. Namun niat itu sirna, saat mengingat anak-anak mereka.

Suatu malam Aji pergi bermain bulu tangkis dengan temannya. Set pertama dia dan temannya dapat memenangkan pertandingan tersebut. Namun diakhir pertandingan ia merasakan sakit di dadanya dan mukanya tampak pucat serta lemas. Teman-temannya menyarankan untuk segera ke rumah sakit. Namun Aji tidak menurutinya, dia langsung bergegas meninggalkan lapangan menuju ke rumah dengan mengendarai mobilnya sendiri. Mobil melaju dengan kecepatan sedang.
Sesampainya di rumah, Aji meminta istrinya menyiapkan air panas untuk mandi. Setelah mandi dia langsung reba'an di tempat tidur kamarnya. Istrinya menyarankan hal yang sama dengan teman-teman Aji, agar segera ke rumah sakit untuk diperiksa. Namun lagi-lagi Aji menolaknya. Saat tengah malam tiba disaat semua sudah terlelap tidur. Aji merasakan sakit yang teramat di dadanya. Mengetahui hal itu wulan langsung segera menyiapkan mobil dan membawa Aji ke rumah sakit terdekat.

Di rumah sakit Aji langsung ditangani dengan serius. Dia dirawat intensif di Unit Gawat Darurat (UGD). 2 jam lamanya Wulan menunggu di depan ruang UGD, akhirnya dokter keluar dengan mengatakan bahwa suaminya kritis. Wulan mulai panik, dia mulai menelpon keluarga Aji dan keluarganya. Semua berkumpul di depan rumah sakit. Semua berharap cemas. Namun apa boleh dikata, dokter kembali keluar memberi kabar bahwa "Aji sudah tidak ada, semoga keluarga bisa ikhlas dan tabah menerima kenyataan ini".

Wulan tertunduk lemas lalu jatuh pingsan dilantai, dengan sigapnya keluarga menggotong Wulan ke ruangan dirumah sakit tersebut, wulan tertidur di atas tempat tidur di sebelah suaminya di ruang UGD tersebut.

Pengurusan jenazah suaminya tidak memakan waktu lama. Segera jenazahnya dibawa pulang dengan menggunakan ambulan rumah sakit tersebut ke rumah Aji. Istrinya yang masih pingsan dibawa dengan menggunakan mobilnya dengan disopiri sopir pribadinya.

Keesokan harinya, Wulan sudah mulai kuat dan bisa menerima kenyataan, walau masih lemas dan tidak mau makan. Wulan terus memandangi wajah suaminya yang terbujur kaku dihadapannya. Dia teringat akan kenangan-kenangan indah bersamanya. Dia terkadang tak kuasa menahan air mata yang jatuh membasahi pipinya yang manis. Dihari itu Wulan mengenakan pakaian yang putih bersih, namun Raut wajahnya masih terlihat pucat.

Usai pemakaman, Wulan kembali jatuh pingsan di atas makam suaminya. Terlihat dia terlalu berat menanggung beban pikiran. Wulan segera dibawa pulang oleh keluarganya.

Bulanpun berganti, ia mulai mengurangi karyawannya yang tadinya 4 orang, sekarang tinggal hanya 1 orang saja. Hingga hanya tinggal pembantunya seorang, karena hanya dia pencari nafkah. Wulan menjalani aktifitas seperti biasanya dengan ke 3 anaknya. Ada aktifitas tambahan yang ia lakukan. Setiap malam ia mengontrol kunci pintu dan lampu rumahnya, yang biasanya hal ini dilakukan oleh mendiang suaminya. Di sini dia berfikir begitu besar peran Aji di rumah ini. Sulit rasanya hidup tanpa diri Aji ada disampingnya. Belum lagi dia lihat halaman yang banyak berserakan dedaunan dan rerumputan yang mulai meninggi, yang dahulu biasanya Aji ikut membantu memotongnya serta mengumpulkan dedaunan yang berserakan.

Saat di rumah dia merasa terhibur dengan keberadaan ketiga anaknya yang baik dan pintar. Anak-anaknya yang membuatnya dapat terus bertahan melanjutkan kehidupannya. Akhir pekan rutinitas lari pagi masih dilakukannya bersama anaknya. Kini anaknya yang bontot sudah dapat membetulkan sepedanya sendiri, karena ayahnya yang selalu mengajarkan anaknya saat memperbaiki sepedanya.



Anak-anaknya sudah mulai besar, namun Wulan belum dapat melupakan mendiang suaminya. Sulit rasanya dia mencari sosok pengganti suaminya. Tak ada seseorang yang bisa mengganti sosok suaminya di dalam hati Wulan. Banyak yang mendekatinya namun Wulan belum bisa sedikitpun memberi ruang dihatinya.

Walau terkadang anak-anaknya sedih melihat ibunya sendiri dan berkata "Ibu jika ingin mencari pengganti ayah, kita semua setuju kok. Asalkan dia bisa menyayangi ibu seperti ayah dulu sayang banget sama ibu dan seperti ayah yang juga sangat menyayangi kami".
Namun Wulan tetap setia menjaga cinta Aji sampai akhir hayatnya dan menuntun anak-anaknya sampai ke mahligai rumah tangga. (KK)

--- DH ---

Jumat, 22 April 2016

Keteguhan Cinta (Bagian 1)

Di pagi yang indah itu, Elin menyusuri jalan bersama ke 2 anaknya, jalan tersebut tidak besar, hanya cukup dilalui sebuah mobil, dikiri kanan jalanan tampak rimbunan pepohonan, dari kejauhan kicauan burung terdengar merdu.. sayup-sayup diantara pepohonan, terik matahari mengintip dari balik awan putih, di atas dedaunan masih tampak embun pagi menetes jatuh ke bumi. Elin adalah nama panggilan, nama sebenarnya adalah Evelyn Kurnia Sari Dewi. Cukup panjang juga sih namanya. Dia mempunyai sepasang orang anak bernama Robby dan Elsa.

Dalam perjalanan yang cukup melelahkan tersebut Robby bertanya kepada mamanya.
"Kita mau kemana sih mah?"
"Kita mau ke kampung nenek dan kakek kamu"
"Kita mau berapa lama disini mah? bagaimana dengan sekolah aku"
Robby menghujani ibunya dengan banyak pertanyaan. Sedangkan Elsa asik menikmati perjalanannya sambil sesekali mendengarkan pembicaraan kakak dengan mamanya.
"Mungkin kita selamanya akan disini.. kamu akan sekolah disini.. mempunyai teman yang banyak disini.. disini tempatnya asik, sejuk, nyaman, indah, asri." (mamanya tak bisa mengungkapkan isi hatinya yang begitu sedih).

Bermula dari pertemanan saat dikantor, Elin adalah seorang lulusan dari universitas terkemuka di Sumbawa. Sedangkan Edward lulusan universitas terbaik di USA. Mereka bekerja dalam lingkup kantor yang sama. Lama bekerja bareng, benih cinta timbul diantara keduanya. Elin adalah gadis yang cantik, berkulit putih, berambut panjang lurus sesiku dengan hidung sedikit mancung. Sedangkan Edward adalah pemuda yang ganteng, berkulit sawo matang (seperti biasanya ras asia), dengan badan tegap dan berwibawa. Tutur kata keduanya sangat lemah lembut.

Setahun sudah mereka merajut cinta, asmara yang begitu indah selalu ada dalam setiap kegiatan dikehidupan mereka. Hubungan di antara keluarga mereka sudah sangat dekat. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah dengan persetujuan antar keluarga. Pernikahan berlangsung sederhana. Perjalanan rumah tangga mereka pun dilalui dengan sangat bahagia. Ditambah lagi dengan kehadiran anak, saat pernikahan menginjak tahun ke 3, keluarganya sudah dikarunia 2 orang anak. Mereka bisa dikatakan sebagai keluarga yang beruntung, keluarga yang bahagia karena Elin memiliki sepasang anak yang baik dan pintar, serta suami yang bertanggung jawab dengan keluarganya. Keluarga itu tidak pernah dilanda pertengkaran hebat.

Suatu ketika Edward, kedatangan surat undangan acara reuni SMA. Awalnya dia malas untuk pergi ke acara reunian tersebut. Berhubung dia banyak sekali pekerjaan dan menganggap acara tersebut hanya dihadiri orang-orang yang memang belum mempunyai pasangan saja dan kemungkinan juga hanya obrolan untuk pamer kekayaan. Surat undanganpun ditaruh begitu saja di meja ruang keluarga.

Diakhir pekan, mereka sekeluarga selalu mengisi waktu liburan bersama. hampir semua kota mereka pernah kunjungi. Hanya memang mereka belum pernah mengajak anaknya pulang ke kota kelahiran mamanya, kalau papanya memang kelahiran Jakarta. mereka berencana tahun depanlah waktu yang tepat untuk mengajak mereka. Mereka mencari waktu yang panjang jika akan berlibur ke kampung Elin, karena perjalanan yang membutuhkan waktu yang lama serta jarak yang jauh pula dari bandara.

Berjalannya waktu.. hampir Edward melupakan hari reuni SMAnya. di hari itu Elin memberitahukan, suaminya yang baru pulang sehabis meeting dengan kolega bisnisnya di Bogor. Waktu itu menunjukkan jam 16.00.
"Kamu gak pergi ke acara reunian Ed?"
"Ah, gak penting lah.. mending kita makan malam sama anak-anak aja di luar"
"Memang teman dekat kamu gak pada datang juga?"
"Pada datang sih katanya, kemarin.. kita telpon-telponan mau ketemuan disana"
"Ya sudah sana, kali saja kamu dapat proyek bisnis baru atau teman kamu ada yang mau join kerja sama bisnis. Kan gak ada salahnya kamu datang!"
Edward berfikir sejenak.. kemudian berkata "Iya juga yah.. Emang acaranya jam berapa sih.. mana undangannya yah?"
"Hari ini, Acaranya jam 19.00 di Hotel Mulia Senayan"
"Kok kamu hafal bener kayaknya mah?"
"Kan waktu itu undangannya mama yang terima, trus aku langsung buka dan baca deh. Papa gimana sih"
"Oh, gitu yah mah. Kamu gak apa aku tinggal dirumah, tar anak-anak nanyain tuh.. kan kita dah janji mau ajak mereka makan diluar. Hari ini juga kan hari jadi pernikahan kita yang ke 8 tahun mah"
"Kita jalannya besok aja, kan bisa"
"Iya sih besok hari minggu.. tapikan hari jadi pernikahan kita dah lewat sehari"
"gak apa kok pah, sana siap-siap.. tar kemalaman lagi..."

Edward pun beranjak pergi ke kamarnya untuk mandi dan segera berangkat ke tempat tujuan. seusai magrib, dia memacu kendaraannya menuju lokasi. Sesampainya disana memang sudah jam 20.00.. Maklum walau malam minggu, ternyata Jakarta masih saja macet. Di sana sudah ramai dengan canda tawa, cerita-cerita tentang masa-masa indah sewaktu sekolah dulu. Edward memasuki pintu masuk utama, banyak wajah-wajah yang memang sudah tidak asing lagi baginya. Dia menjabatkan tangannya sambil sesekali berbincang kecil. Disela-sela itu tak lupa dia membawa makanan kecil dan minuman ringan digenggamannya. Waktu sudah jam 22.00.. Edward mulai teringat keluarganya di rumah, kemudian ia pamit ke teman-temannya. Belum beranjak dari tempat, ia dihampiri seorang wanita. Berperwakan agak pendek dengan rambut lurus sebahu, kulitnya agak hitam tapi sedikit manis, dia bernama Pipit..
"Hai Edward!"
"Siapa yah.. lupa-lupa ingat nih.." (sambil tersenyum kecil)
"Ah, sudah lupa dia sama teman baiknya.. yang dulu menjadi ketua kelas 3"
(dia mulai teringat) "Oh.. Pipit yah.. wah beda banget penampilan kamu sekarang"
"Lebih cantik yah.. pastinya"
"Iya sih tapi sedikit.. hehehe"
"Ah, kamu bisa aja.. kamu kerja dimana Edward?"
"Di perusahaan tambang.. kamu kerja dimana?"
"Aku cuma wirausaha kecil-kecilan dirumah"
"Wah bagus tuh, trus kamu sudah punya anak berapa?"
"Aku belum menikah Ed.. masih jomlo nih.. kamu?"
"Oh ya..!, masa sih, orang sesupel seperti kamu, belum punya pasangan? becanda nih.. kalau aku sudah mempunyai anak sepasang"

Lama Pipit dan Edward saling melontarkan pertanyaan dan mengingat masa-masa sekolah dulu. Tak terasa sudah larut malam, Edward pun meninggalkan lokasi.
"Pit sudah jam setengah 12 malam nih, rasanya aku harus pulang, pasti orang dirumah sudah cemas menungguku.. Kamu gak Pulang Pit? kamu masih tinggal di Lenteng Agung?"
"Iya nih aku juga mau pamit pulang, Masih.. aku masih tinggal disana. Kamu pulang kemana Edward?"
"Aku sekarang tinggal di Depok.. kamu naik apa tadi? mau bareng? kan kita searah.."
"Aku naik taksi tadi, boleh.. boleh jika tidak merepotkan" (dengan perasaan senang).

Didalam perjalanan pulang, mereka melanjutkan obrolannya yang belum selesai tadi. Tak terasa sudah sampai di depan rumah Pipit. dia segera turun dari mobil Edward dan bergegas masuk ke dalam rumah. Edward pun melanjutkan perjalanannya.

Sesampainya di rumah, istri Edward menyambutnya dengan membukakannya pintu.
"Gimana pestanya sayang? ramai? meriah? pastinya yah.." (sambil menyalami tangan suaminya)
"Ah, biasa aja.. memang hampir semua teman-teman datang sih. Anak kita sudah pada tidur mah?"
"Sudah dari jam 22.00". Setelah aku berkata "kalian harus segera tidur karena kita besok akan pergi ke Taman safari, Bogor".

Edward bergegas ke kamar tidur. Setelah membersihkan badan dan mengganti pakaian, mereka segera tidur bersama.

Pipit diatas ranjang tidurnya, mulai memikirkan perjumpaannya dengan Edward tadi. Dia tersenyum-senyum sendiri diatas ranjangnya. Dia tidak bisa tidur karenanya, dia mulai memikirkan bagaimana bisa bertemu dengan Edward kembali.

Di minggu pagi yang cerah, keluarga Edward sudah mulai berkemas menuju taman safari. Robby & Elsa sangat bersemangat menyiapkan semuanya, Keceriaan terpancar dari mata mereka. Diperjalanan mereka bernyanyi bersama, tak peduli dengan kemacetan panjang yang terjadi. Saat memasuki jalanan taman safari mereka membeli sayuran wortel yang dijajakan sepanjang jalan. Seusai memasuki pintu gerbang taman safari. Edward mengingatkan anak mereka tentang "bahaya membuka pintu atau kaca saat memasuki kandang binatang buas atau binatang besar". Mereka bersama-sama memberi makan kera-kera, memberi rusa sayuran wortel. Ketika sampai didalam mereka disajikan dengan berbagai macam pertunjukan, mereka juga menaiki kereta gantung untuk melihat suasana sekitar. Usai solat asar mereka bergegas pulang menuju Jakarta. Di dalam mobil, Elin dan anak-anak tertidur, tampak lelah terlihat diraut wajah mereka.

Keesokan harinya Pipit, mulai menelpon teman-teman Edward, dia menanyakan nomor telpon Edward, dengan alasan mau memberikan undangan pernikahannya (padahal hanya akal-akalan Pipit saja). Akhirnya dia mendapatkan nomor telpon Edward. Segera dia menelpon Edward, walau telpon tersebut mengganggunya, yang sedang fokus bekerja, dia masih menanggapi telpon dari Pipit, namun lama kelamaan Edward merasa terganggu dengan masuknya telpon dari Pipit, apalagi dia sangat sering menelponnya. Edward pun malas mengangkat telponnya lagi.

Pipit tidak kehabisan ide, lambat laun.. dari hari ke hari dia mulai mencari tahu tempat kerja Edward, kemana Edward istirahat makan, bahkan sesekali dia memantau rumah Edward.

Siang itu Edward makan di sebuah restoran di mall sebelah kantornya. Pipit menghampiri Edward yang sedang menyantap hidangannnya. Pipit menyapanya, dia terlihat kaget melihat Pipit.
"Hai, Edward!"
"Hai.. kok kamu ada disini Pit? Belanja?"
"Iya Ed, aku sering berbelanja disini, tadi aku liat kamu.. ya aku ke sini aja.." (padahal Pipit sudah membuntuti sejak Edward keluar kantor)
"Yuk makan! udah makan belum? pesan sana!"
"Siap pak, aku pesan dulu yah" (sambil tersenyum dan bercanda)

Edward agak menjaga jarak dan berbicara seadanya dengan Pipit. bahkan selesai makan dia segera meninggalkan restoran tersebut.

Pipit mencari cara agar Edward mau main ke rumahnya, dia menunggu Edward sampai sore hari di depan mall tersebut, karena dia tahu, jika pulang kerja mobil Edward pasti melewati mall itu dahulu. Ternyata usaha Pipit tidak sia-sia. Begitu mobil Edward berbelok, keluar dari kantornya, dia lihat Pipit berdiri di pinggir jalan (seolah sedang menunggu kendaraan umum). Edward menepikan mobilnya.
"Pit, mau pulang? yuk bareng..!"
"Eh, kamu Ed, boleh.. boleh" (sambil tersenyum) (pipit membuka pintu dengan segera, lalu menutupnya kembali dengan cepat) "Ed, bagus juga mobilmu yah.."
"Biasa aja Pit, aku hanya punya mobil ini sebagai alat transportasiku, mobil ini sederhana tapi cukup bagus untukku, bagiku kendaraan tak perlu mewah-mewah"

Edward memacu mobil Honda City-nya dengan cepat. Sesampainya di rumah Pipit, hari sudah mulai gelap. Pipit menawarkan untuk singgah sebentar sambil minum kopi.
"Ed, mampirlah dulu sebentar..!
"Aku langsung saja Pit, sudah maghrib nih.. aku belum solat"
"Ya.. sudah sekalian solat disini aja" (berbicara sedikit memaksa). "Ayo donk kamu kan belum pernah main ke rumahku" (merajuk)
"Oke deh, aku numpang solat aja yah. trus aku langsung cabut"
"Iya.. wudhunya di samping yah.." (Pipit membuat kopi di dapurnya yang terletak dibelakang rumah)

Usai solat Maghrib, Edward pamit pulang..
"Pit, terima kasih ya.. aku pamit.."
"Aku sudah bikinin kamu kopi tuh di atas meja ruang tamu.. diminum donk, kalau gak kebuang tuh nanti.. sayang'kan!"
"kamu repot-repot, jadi lama nih aku.."
"Gak apa kok.."

Beberapa menit, usai minum.. kepala Edward terasa kantuk yang luar biasa. dia tertidur di kursi ruang tamu.

Melihat Edward tertidur, Pipit merasa senang, karena obat penenang yang dia masukkan ke dalam kopi ternyata berhasil. Dia menyeret tubuh Edward dengan tergopoh-gopoh menuju kamar. Tubuh Edward yang tegap, kekar, berisi membuatnya kecapean. Dia mulai melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh suami istri. Kemudian menggerayangi tubuh Edward, walau capek dia terlihat sangat bersemangat.

Tengah malam Edward mulai tersadar. Di lihat sekeliling ruangan, terasa asing baginya. Dalam benaknya timbul pertanyaan (dimanakah dia? kamar siapakah ini? kenapa aku bisa ada disini?). Begitu wajahnya berpaling ke kanan, dia melihat Pipit tertidur tanpa sehelai benangpun di badannya, Edward terperanjat, lalu dia melihat badannya pun tidak menggunakan pakaian apapun. Pipit terbangun dalam tidurnya karena Edward yang langsung lompat berdiri disebelah ranjang secara cepatnya. Dia melihat pakaiannya berserakan di mana-mana begitupun pakaian Pipit.

"Pit, apa yang sudah kamu lakukan?" (Edward bertanya bingung)
"Aku tidak melakukan apa-apa, kamu yang memaksaku melakukan ini. kamu begitu buasnya menjamah seluruh badanku, walau aku sudah berusaha menolakmu"
"Tidak mungkin aku melakukan ini terhadapmu Pit, aku sudah terikat janji suci kepada istriku, jadi aku tak mungkin melakukan ini.. kamu sudah menjebakku Pit.. kamu tega.. kenapa kamu mau melakukan ini kepada diri kamu sendiri Pit.. ini tidak baik.. apakah kamu sudah gila!!" (marah dengan nada pelan kemudian membesar)
"Iya aku sudah gila kepada kamu, kamu harus menjadi milikku, setiap hari wajahmu terbayang di dalam benakku, bayang-bayangmu selalu hadir disetiap langkahku.. aku bingung.. aku harus berbuat apa!" (dengan sedikit berteriak) "apa aku salah.. atau cinta ini yang salah Ed?" (nada suara semakin keras dan membentak).

Karena suara Pipit yang begitu keras dan membentak, Edward segera mengenakan pakaiannya yang berserakan, dia takut banyak orang yang akan datang ke rumah ini, dalam hatinya "dia harus pergi dari rumah itu segera, sebelum semuanya semakin berantakan".

Dia meninggalkan Pipit yang sedang kalap.. Dari dalam mobil, Pipit masih terlihat memaki dan mengumpat.. Edward segera memacu mobilnya, dia melihat jam tangannya sudah pukul 1 malam. Saat di perempatan jalan yang terdapat lampu merah, saat itu lampu sedang menyala merah Edward melihat ponselnya, begitu banyak panggilan tak terjawab dari istrinya. Edward berfikir, pasti istrinya sangat cemas menunggunya, pasti istrinya menunggunya untuk makan bersama dirumah. karena sebelum keluar kantor, dia sudah janji akan pulang cepat. Edward melihat SMS dari istrinya: "Sayang kok HP kamu gak diangkat sih? kamu dimana? cepat pulang yah? anak dan istrimu menunggu di rumah, aku sudah masak masakan kesukaan kamu loh. hati-hati dijalan yah". Edward begitu terpukul dan sedih, dia bingung dengan apa yang sudah terjadi.

Sesampainya di rumah, jam sudah menunjukkan pukul 1.30. Edward mengetuk pintu, lama Elin baru membukakan pintu.
"Pah, kok baru sampe sih.. banyak kerjaan yah?" (dengan nada suara pelan).
"Tadi, saat aku mau pulang, bos minta temenin aku ketemu dengan kolega bisnisnya" (terpaksa berbohong agar hati istrinya tak tersakiti)
"Oh.. gitu, gak biasanya kamu pulang jam segini, ya sudah langsung mandi sana"

Edward segera masuk menuju kamar mandi, perutnya terasa sangat lapar karena belum terisi malam ini. Saat tidur dia agak menjauh dari Elin, agar suara perutnya yang lapar tidak terdengar oleh istrinya. Dia menahan lapar dalam tidurnya, sering kali dia terbangun karena rasa laparnya dan teringat akan kejadian yang baru menimpanya.

Pagi sekali Edward sudah terbangun dari tidurnya, seusai solat subuh dia langsung memasak mie instan, tanpa membangunkan istrinya yang sedang terlelap tidur. Karena begitu gaduhnya di dapur, istrinyapun terbangun dan menghampirinya.
"Sedang apa Pah? kamu lapar yah?"
"Iya nih tiba-tiba saja, setelah solat subuh aku terasa lapar, makanya aku ke dapur deh"
"Kenapa tidak membangunkan aku saja, kan aku bisa masakin buat kamu. Sini aku masikin, kamu duduk saja di meja makan sana"
"Makasih ya sayang" (Edward merayu)

Elin memasakkan suaminya mie instan dengan telaten. Setelah itu disajikan di atas meja makan berikut susu putih panas, Edward segera menyantapnya. Elin meninggalkannya untuk segera mengambil wudhu dan solat subuh.

Edward sudah tidak bisa tidur lagi, usai menyantap makanannya dia segera mandi dan berangkat menuju kantor.

3 bulan berlalu, Pipit mendatangi kantor Edward. Dia tidak mau menemui Pipit. Susah payah Pipit menjelaskan ke resepsionis dan satpam tetapi tidak juga diperbolehkan masuk ke dalam kantor Edward. akhirnya dia harus pasrah menunggu di pintu keluar kantor. Sampai malam tiba Pipit masih setia menunggu. Akhirnya Edward keluar dari kantornya. Dengan sigap Pipit mencegat mobil yang dikendarai Edward. Karena Pipit berteriak-teriak dari luar mobilnya, dia pun mengalah dan mempersilahkan Pipit masuk ke dalam mobil. di perjalanan mereka bertengkar hebat.
"Kenapa sih Pit, kamu masih saja mencari-cari aku? gak bisa yah kamu pergi jauh dari kehidupanku?"
"Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu Ed.. aku sudah telat 3 bulan"
"Memang kamu yakin itu anakku. Malam itu seingatku, aku hanya sangat mengantuk dan tertidur diruangan tamu lalu terbangun sudah berada dikamar kamu dengan keadaan tidak mengenakan pakaian.. aku hanya mengingat itu saja.. tidak ada yang lain. Aku gak tau siapa yang bawa aku ke kamar kamu? siapa yang menelanjangiku? ngapain saja aku selama tertidur? kamu jangan mengada-ada deh. Bisa sajakan saat itu tidak terjadi apa-apa trus kamu melakukan sama orang lain sebelum kejadian itu atau sesudah hari kejadian itu.
"Aku hanya melakukannya sama kamu! gak ada yang lain"
"Malam itu saja kamu sudah membohongiku.. pasti kamu juga merencanakan kebohongan-kebohongan lainnya.. iya kan" (bertanya dengan tekanan)
"Kamu tega Ed, memojokkanku terus.. memang aku cewek apaan?"
"Kamu pikir aja sendiri.. cewek seperti apa kamu.. yang menjebak cowok hanya karena ambisinya. Aku tuh sudah beristri dengan mempunyai dua orang anak. Kan kamu juga tahu itu. Pokoknya aku tidak mau menikahi orang selain istriku saat ini (Elin)..titik!"

Sesampainya depan rumah Pipit, Pipit bersikeras untuk tidak turun. Sehingga Edward harus menarik paksa Pipit dari dalam mobil untuk segera turun.. (Pipit menangis dan bertiriak sejadi-jadinya). Ternyata kejadian ini didengar oleh warga sekitar. lokasi yang tadinya sepi, menjadi ramai dengan kerumunan orang. Pipit mulai mengarang cerita ke warga, agar warga percaya dan Edward di desak warga untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Pipit sangat senang melihat reaksi warga yang mendukungnya, Edward pun merasa terpojok. Malam itu juga Edward, Pipit dan beberapa perwakilan warga berangkat menuju rumah Edward untuk membahas dengan istri Edward.

Mereka berkumpul di ruang tamu rumah, Elin berusaha menidurkan anak-anaknya dulu, agar mereka tidak mendengar apa yang akan terjadi dirumah ini. Elin berusaha tegar mendengarkan setiap perkataan dari Pipit dan warga. Elin berusaha pasrah dan menerima Pipit untuk menjadi calon istri untuk suaminya, dengan catatan, mereka boleh menikah setelah Elin dan Edward resmi bercerai.

Pipit sangat senang mendengar perkataan Elin, namun sebaliknya Edward menjadi terkulai lemas tak berdaya, Edward bingung dengan apa yang sudah menimpanya.

Malam itu di atas tempat tidur Elin dan Edward terlihat kaku dan tidak sepatahpun perkataan keluar dari mulut mereka. Elin menangis dalam tidurnya sedang Edward sangat menyesali pertemuan reuni itu.

Keesokan paginya suasana hening terjadi dirumah itu, Elin tetap menyiapkan makan pagi untuk suami dan kedua anaknya. Tak ada komunikasi yang terjadi sampai Edward berangkat menuju kantor kecuali perkataan pamit yang diucapkan suaminya. Elin sudah merasa jijik dengan memegang atau mencium tangan Edward.

Dikantor Edward merasa gusar, tidak enak makan dan malas bekerja. Dia hanya memikirkan semua kejadian yang telah menimpanya. Sebelum jam kantor usai, ia pamit ke rekan kantor dan bosnya karena tidak enak badan. Edward mengendarai mobilnya dengan cepat langsung menuju rumahnya.

Di rumah Edward berusaha menjelaskan semua kejadian yang menimpanya adalah jebakan Pipit saja. Elin bisa mengerti apa yang dijelaskan oleh suaminya. Namun yang tidak bisa Elin mengerti adalah di dalam perut Pipit, ada cabang bayi yang membutuhkan ayahnya ketika ia lahir ke dunia nanti. Banyak pembicaraan yang terjadi antara mereka berdua tanpa diketahui ke dua anaknya yang sedang bermain diluar rumah bersama teman-teman sekolahnya. Mereka sama-sama sedih, bingung sekaligus pusing atas bencana yang menimpa rumah tangga mereka. Banyak keputusan yang baik yang bisa mereka ambil.


Elin berusaha tegar atas kejadian ini dengan mengatakan kepada suaminya bahwa, "Edward harus bertanggung jawab mengawini Pipit, setidaknya sampai bayi tersebut lahir. Setelah bayi tersebut dilahirkan, bisa diadakan tes DNA, untuk mengetahui bayi tersebut anak siapa". Edward dengan berat hati meng-iyakan kemauan istrinya, untuk kebaikan bersama. Dia jatuhkan talak kepada Elin.

Seminggu setelah itu Edward mengawini Pipit. Tanpa dihadiri keluarga dari Edward. Pernikahan dan perayaan semua disiapkan oleh keluarga besar Pipit. Pernikahan berjalan lancar tanpa hambatan. Hanya saja Edward menikah dengan membawa beban dan perasaan yang terpaksa. Sebaliknya Pipit sangat bahagia dengan pernikahannya tersebut. (KS)

Bersambung...

--- DH ---






https://vadhy.blogspot.co.id/2018/04/keteguhan-cinta-bagian-2.html

Kamis, 21 April 2016

Cinta Pandangan Pertama

Di hari yang cerah itu Yadi bangun pagi sekali, usai solat subuh dia sudah menyiapkan sepatu kets putih untuk pergi berlari ke sebuah taman yang letaknya tidak jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Jam 06.00 pagi, dia keluar rumah dengan menggunakan celana pendek sebawah lutut dan kaos abu-abu dengan sepatu kets yang siapkan tadi. Dari rumah ke taman ditempuh perjalanan 15 - 20 menit. Yadi berlari kecil mengitari taman. Taman tersebut sangat rindang dengan pepohonan buah di dalamnya, terdapat juga danau buatan dan sungai kecil yang mengalir. Sebanyak tiga kali putaran sudah ia berlari, hingga membuatnya mulai letih.

Yadi duduk pada sebuah tempat duduk yang sudah disiapkan oleh taman tersebut. Tempat duduk itu terbuat dari semen yang memanjang. Saat duduk itu matanya melihat ke suatu titik tepat di hadapannya. Terdapat sosok gadis cantik berjalan santai ke arahnya. Gadis itu mengenakan kaos putih dengan rambut panjang tergerai lurus jatuh diatas dadanya, semilir angin membuat rambutnya melambai indah di mata Yadi. Perawakan yang ramping dan tinggi menambah pesona dirinya.

Semakin lama dia semakin dekat.. Yadi tersenyum kearahnya. gadis itupun membalas senyuman. Dalam hatinya, apakah ini cinta pandangan pertama? gadis yang dilihat di hadapannya bak bidadari turun dari kayangan, benar-benar indah dan langsung melekat di hati.

Sang gadispun sepertinya memberi harapan ke Yadi. Karena balasan senyumannya yang mempesona. Semakin dekat dia terlihat semakin membuat hati Yadi kelepek-kelepek.


Dan akhirnya petakapun terjadi, sang gadis tersandung, karena pandangannya hanya ke Yadi, bukan ke jalanan yang dibuat dari barisan konblok kotak yang dijejerkan rapi. Namun dengan sigap Yadi berdiri kemudian lari menangkap tubuh gadis tersebut. Gadis tersebut pun jatuh di pelukannya. Yadi Tersenyum lebar hingga terlihat giginya yang putih.

Entah kenapa, gadis tersebut langsung sigap berdiri dan pergi dengan muka yang berubah masam, sambil mengucapkan terima kasih kepadanya. Yadi pun terheran-heran kenapa sikap gadis tersebut yang berubah draktis. Padahal saat jatuh di pelukannya gadis itu masih tersenyum manis, tetapi kenapa berubah ketika dirinya tersenyum lebar.

Yadi terheran-heran dan mulai mencari tahu kenapa hal itu terjadi. Berfikir lama dan mencari tahu jawabannya, dia coba mencari cermin. Mendekati sebuah mobil yang terparkir di depan taman.. dia melihat wajahnya.. ternyata gak ada yang aneh di wajahnya.. dia masih terlihat ganteng. Dia coba senyum.. malah tambah ganteng dipikirnya. Lalu kenapa yah???

Dia coba membuka giginya.. Eng.. ing.. eng.. ternyata ada benda berwarna merah di giginya. Dia baru teringat bahwa sebelum lari tadi dia membeli bubur ayam di depan taman dan memakai sambal dengan begitu banyaknya. Nah distulah cabe itu berasal..

Ow.. ow.. ow.. Cinta pandangan pertamanya langsung kandas dengan sepotong cabai digiginya..
hati Yadi gundah (Nasib.. Nasib..). (KK)

--- DH ---

Jumat, 08 April 2016

Cinta Pertama

Masa remaja adalah masa yang indah, namun ada yang berbeda dengan Adi. Dia merasa tidak boleh mengenal cinta dulu jika masih sekolah. istilah kata, cinta harus hadir setelah dia tamat sekolah SMA. Namun saat berada di kelas 3 SMA, prinsip yang ditekankannya pupus sudah. Cinta itu datang tanpa disangka. 

Pagi itu, saat masuk kelas. Eni memanggil Adi untuk segera menuju ke tempat duduknya. Adi pun menghampirinya, ternyata dia ingin mengenalkan Adi kepada teman mainnya. Adi sempat menolak untuk berkenalan dengan teman Eni itu. Namun dia Meyakinkan Adi bahwa temannya ini cantik, menarik, pokoknya gak nyesel deh kenalan sama dia sambil menyodorkan 2 buah foto ke hadapan Adi.

Melihat foto yang dihadapannya begitu menarik, Adi pun mengiyakan untuk berkenalan. Kemudian Eni memberikan nomor telepon rumahnya kepada Adi. Maklum waktu itu belum ada tuh namanya HP. singkat cerita, akhirnya Adi menelpon ke rumah teman Eni yang nomornya diberikan saat di sekolah tadi dengan perasaan cemas, deg-degan, takut, campur aduk deh.

Lama sudah mereka sering bertelepon, akhirnya mereka janjian di suatu tempat. pertemuan pertama pun terjadi, tak ada yang menarik dari sosok cewek yang ditemuinya tersebut. Oh, ya.. cewek itu bernama Dewi. Tak membutuhkan waktu lama dalam perjumpaan tersebut. Mereka kembali pulang ke rumah. Saat malam tiba, Adi menelpon kembali ke rumah Dewi. Adahal menarik disini, dimalam itu entah bagaimana mereka berdua menyatakan saling sayang.. padahal baru pertama kali bertemu yah.. kok bisa! aneh! tapi itulah yang terjadi.


Berjalannya waktu, 4 bulan sudah mereka tidak bertemu hanya bertelpon-telponan saja. Banyak kabar yang diterimanya bahwa cewek tersebut punya banyak pacar. Memang Adi tidak satu sekolahan dengan Dewi dan rumah mereka pun sangat jauh. Adi akhirnya segera mengatur pertemuan untuk membicarakan kabar yang diterimanya tersebut. Akhirnya hari pertemuan itu terjadi, sebelum memulai pembicaraan, Dewi diberikannya coklat.. (biasakan cewek suka coklat). Kemudian mereka berbicara di depan toko swalayan terkenal, yang saya tidak bisa sebut nama toko tersebut, entar dikata iklan lagi. hehehe...

Adi berbicara dengan lembut kepadanya, mengenai hal tersebut, namun Dewi tidak mengakuinya. Adi sangat bulat dengan tekatnya untuk mengakhiri hubungannya. Dia berfikir buat apa berhubungan special kalau hanya melalui kabel telepon, mending teman saja.. kan gak ada bedanya.

Setahun sudah mereka tidak bertemu begitupun bertelpon-telponan. Dihari itu telpon rumah Adi berbunyi, Dia mengangkat telpon tersebut, terdengar suaranya yang tak asing baginya (Kembali mengigat), tak disangka Dewi yang menelpon. Waktu berjalan.. beberapa kali Dewi menelpon akhirnya mereka sepakat untuk bertemu. mereka berbicara, bahwa Dewi ingin kembali bersamanya. Adi bingung, takut, khawatir.. takut Dewi hanya main-main lagi dengannya. Adi mengajukan syarat, jika ingin kembali dengannya hanya ada dia seorang bersamanya, tak ada orang lain. Adi merasa aneh, kenapa Dewi mau bersama dia, padahal dia banyak teman cowok. Hal tersebut ditanyakan kepada Dewi,

"Adi berbeda dengan cowok yang pernah bersamanya, walaupun cowok itu tahu mereka di duakan, di tigakan atau sampai di tujuhkan, mereka gak ada yang berani memutuskan Dewi. Hanya Adi satu-satunya cowok yang pernah memutuskan dia". (begitu jawaban Dewi)

Klo dipikir gile bener ni cewek yah masa cowoknya bisa sampe 7 orang, secantik apa sih dia. Katanya sih dia primadona di SMU nya.

Perjalanan Cinta mereka semakin baik, kedua keluarga sudah saling mengenal. Bahkan Adi sangat dekat dengan keluarganya Dewi. Suatu ketika Dewi menanyakan kepada Adi.
"Sayang', sebesar apa sih cinta kamu kepadaku?"
"Cintaku kepadamu hanya 50 - 70% Dew"
"Kenapa hanya segitu. berarti kamu gak benar-benar cinta kepadaku" (Tanya Dewi kembali)
"Bukannya begitu Dew, cinta yang 100% hanya milik Allah dan orang tua kita. Aku yakin cinta kamu juga gak 100% sama aku"
"Cinta aku pasti 100% sama kamu, tak kan ada lagi orang lain yang bisa menggatikan kamu dihatiku"
"Gak boleh begitu Allah SWT harus nomor satu dan begitu juga dengan orang tua kita. Kitakan masih orang lain, belum ada ikatan"
 "Oh, jadi kamu gak pernah anggap aku ada ikatan bersama kamu toh"
 "Bukan begitu.. maksudnya, kan kita belum menikah. lagi pula nih, pasti setiap orang akan mencari yang terbaik untuk dijadikan teman hidupnya. Bahkan yang sudah dapat yang baik aja masih mencari yang terbaik. Aku gak mau kamu kecewakan lagi Dew, tar aku sudah berharap penuh.. kamu malah memilih yang lain. Pacaran lama sama aku, nikahnya malah sama orang lain yang lebih dari aku" (menurut kamu)
"Gak lah sayang, percaya deh, aku mau kita menikah segera, tanpa pacaran lama, punya anak cukup satu. biar menjadi keluarga kecil bahagia"

Adi masih kuliah di universitas swasta terkemuka di Jakarta sedangkan Dewi bekerja di sebuah perusahaan di Bogor. 2 tahun berlalu Dewi merasa sudah cukup pacarannya (jangan terlalu lama). Dia pun mengutarakan maksudnya kepada Adi. Sambil duduk santai bercengkrama di ruangan tamu rumah, dengan teh manis hangat dan pisang goreng yang baru digorengnya di Dapur.. tersedia di atas meja ruang tamu.
"Di, kapan kamu mau ajak aku menikah?. jangan lama-lama yah.. aku mau nikah muda dan cepat punya anak"
"Tar dulu yah aku masih belum tamat kuliah, tar kalau sudah diwisuda.. kita omongin lagi deh"
"Yah 2 tahun lagi dong, paling cepat! masih lama bener sih. tahun ini aja deh gak papa belum tamat kuliah juga"
"Aku kan belum bekerja, tar kamu mau aku kasih makan apa? sabar yah sayang (kata Adi lembut)
"Tapi bener yah, 2 tahun lagi kamu melamar aku! janji loh" (merajuk)
"Iya janji.. janjiku kepada pacarku yang cantik dan manis ini.."

Adi memang sangat perhatian dengan pacarnya, saking perhatiannya setiap hari ulang tahun, dia selalu memberikan kado kejutan untuknya.. kebanyakan dia memberikan cincin emas dan boneka. Mereka juga sering nonton berdua, makan diluar. Hari-hari berlalu, meninggalkan kenangan-kenangan indah. Suka duka dilalui bersama.. tetap aja namanya pacaran ada putus nyambung.. putus nyambung. seperti lagunya BBB tuh.. coba yuk kita nyanyikan bersama.. hehehe.

Akhirnya Adi lulus kuliah juga dengan nilai yang pas-pasan. Dia diwisuda dengan dihadiri kedua orang tua, pacar dan adiknya yang bontot. kecerian terpancar dari raut wajah semua. Sesi pemotretan dilakukan bersama dengan toga di tangan Adi. Beberapa hari setelah itu, Adi mulai mencari-cari pekerjaan. Dewi mulai membicarakan lagi kenginginannya berumah tangga, namun kali ini alasan Adi agar dia bisa dapat kerja dulu. Dewi pun sudah mulai gusar.. hubungan mereka merenggang.. Jalinan cinta yang dulu berwarna, kini semakin redup.. bahkan hitam putih.

Mereka jarang bertemu, seminggu biasanya.. bisa dua sampai enam kali bertemu, kali ini bisa 2 minggu sekali mereka bertemu. Pada suatu malam Adi menelpon Dewi, maksudnya sih mau mendengar suara Dewi yang ngangenin. Tapi yang mengangkat telpon malah ibunya Dewi
"Asalamu alaikum.. Dewi ada bu?"
"Wa'alaikum salam.. ini Adi yah, kok lama gak kesini sih. memang gak kangen sama Dewi?"
"Iya bu, ibu Sehat?"
"Alhamdulillah sehat, maen ke sini di. Itu si Dewi sekarang sering diantar jemput cowok lain, kirain kamu sudah gak sama Dewi lagi.
bak disambar kilatan petir, bertubi-tubi.. hati Adi Gundah, pikiran kacau, badan lemes. seperti orang gak makan seminggu.
"Oh gitu ya bu, sejak kapan?"
"Semenjak kamu sering gak datang lagi aja"
"Ya sudah deh bu, terima kasih.. Asalamu alaikum"
"Wa'alaikum salam.. makanya kamu maen dong ke sini.."
"Iya bu.."
Adi pun berfikir untuk segera pergi ke rumah Dewi. Sesampainya di rumahnya, Adi langsung membicarakan kabar yang dia dengar dari ibunya Dewi.
"Dew, kamu sudah ada yang lain yah?"
"Gak Ada, pacarku hanya kamu seorang"
"Aku gak suka kamu bohongi.. kamu bilang sama aku deh, kalo kamu sudah ada yang lain. Aku ga papa ko, asal kamu bahagia"
 "Gak ada kok.. bener.. bener.." (sambil menangis.. berkata)
"Kan aku sudah bilang dulu, setiap orang akan mencari yang terbaik untuk dijadikan teman hidupnya. Bahkan yang sudah dapat yang baik aja masih mencari yang terbaik. Yah sudah.. sampai disini saja hubungan kita semoga pilihan kamu adalah yang terbaik. Aku akan bahagia jika kamu bahagia"

Adi meninggalkan Dewi yang sedang menangis. Dalam perjalanan pulangpun dia sangat sedih. teringat kembali perjalanan cintanya yang panjang dan kenangan bersama Dewi yang begitu bahagia. Memang dirinya selalu memegang teguh prinsip "Jodoh takkan kemana.. dikejarpun jika bukan jodoh, tak kan pula didapat".

"Aku harus bisa melanjutkan hidupku tanpanya, masih banyak wanita lain yang bisa aku cintai dan aku masih mungkin mendapatkan cinta yang pantas dari wanita yang kucintai itu. Biarkan Dewi bahagia bersama pilihannya, jangan lagi aku mengganggu dia selamanya" (dalam hatinya berkata)

Walau sesal tetap hadir didalam benak Adi namun dia tetap bersyukur, pernah mengenal Dewi.
"Allah akan selalu memberikan yang terbaik untuk dirinya" (dalam hatinya)
Semenjak saat itu dia memutuskan hubungan telpon dan tidak juga bertemu Dewi. Dia berfikir yang sudah ya sudahlah.. hari ini harus memulai hidup yang baru.. (KN)

--- DH ---


RINGKASAN DAFTAR CERITA

                                                     DAFTAR CERITA Berikut adalah ringkasan judul cerita yang saya sudah terbitkan: CINTA PE...