Di pagi yang indah itu, Elin menyusuri jalan bersama ke 2 anaknya, jalan tersebut tidak besar, hanya cukup dilalui sebuah mobil, dikiri kanan jalanan tampak rimbunan pepohonan, dari kejauhan kicauan burung terdengar merdu.. sayup-sayup diantara pepohonan, terik matahari mengintip dari balik awan putih, di atas dedaunan masih tampak embun pagi menetes jatuh ke bumi. Elin adalah nama panggilan, nama sebenarnya adalah Evelyn Kurnia Sari Dewi. Cukup panjang juga sih namanya. Dia mempunyai sepasang orang anak bernama Robby dan Elsa.
Dalam perjalanan yang cukup melelahkan tersebut Robby bertanya kepada mamanya.
"Kita mau kemana sih mah?"
"Kita mau ke kampung nenek dan kakek kamu"
"Kita mau berapa lama disini mah? bagaimana dengan sekolah aku"
Robby menghujani ibunya dengan banyak pertanyaan. Sedangkan Elsa asik menikmati perjalanannya sambil sesekali mendengarkan pembicaraan kakak dengan mamanya.
"Mungkin kita selamanya akan disini.. kamu akan sekolah disini.. mempunyai teman yang banyak disini.. disini tempatnya asik, sejuk, nyaman, indah, asri." (mamanya tak bisa mengungkapkan isi hatinya yang begitu sedih).
Bermula dari pertemanan saat dikantor, Elin adalah seorang lulusan dari universitas terkemuka di Sumbawa. Sedangkan Edward lulusan universitas terbaik di USA. Mereka bekerja dalam lingkup kantor yang sama. Lama bekerja bareng, benih cinta timbul diantara keduanya. Elin adalah gadis yang cantik, berkulit putih, berambut panjang lurus sesiku dengan hidung sedikit mancung. Sedangkan Edward adalah pemuda yang ganteng, berkulit sawo matang (seperti biasanya ras asia), dengan badan tegap dan berwibawa. Tutur kata keduanya sangat lemah lembut.
Setahun sudah mereka merajut cinta, asmara yang begitu indah selalu ada dalam setiap kegiatan dikehidupan mereka. Hubungan di antara keluarga mereka sudah sangat dekat. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah dengan persetujuan antar keluarga. Pernikahan berlangsung sederhana. Perjalanan rumah tangga mereka pun dilalui dengan sangat bahagia. Ditambah lagi dengan kehadiran anak, saat pernikahan menginjak tahun ke 3, keluarganya sudah dikarunia 2 orang anak. Mereka bisa dikatakan sebagai keluarga yang beruntung, keluarga yang bahagia karena Elin memiliki sepasang anak yang baik dan pintar, serta suami yang bertanggung jawab dengan keluarganya. Keluarga itu tidak pernah dilanda pertengkaran hebat.
Suatu ketika Edward, kedatangan surat undangan acara reuni SMA. Awalnya dia malas untuk pergi ke acara reunian tersebut. Berhubung dia banyak sekali pekerjaan dan menganggap acara tersebut hanya dihadiri orang-orang yang memang belum mempunyai pasangan saja dan kemungkinan juga hanya obrolan untuk pamer kekayaan. Surat undanganpun ditaruh begitu saja di meja ruang keluarga.
Diakhir pekan, mereka sekeluarga selalu mengisi waktu liburan bersama. hampir semua kota mereka pernah kunjungi. Hanya memang mereka belum pernah mengajak anaknya pulang ke kota kelahiran mamanya, kalau papanya memang kelahiran Jakarta. mereka berencana tahun depanlah waktu yang tepat untuk mengajak mereka. Mereka mencari waktu yang panjang jika akan berlibur ke kampung Elin, karena perjalanan yang membutuhkan waktu yang lama serta jarak yang jauh pula dari bandara.
Berjalannya waktu.. hampir Edward melupakan hari reuni SMAnya. di hari itu Elin memberitahukan, suaminya yang baru pulang sehabis meeting dengan kolega bisnisnya di Bogor. Waktu itu menunjukkan jam 16.00.
"Kamu gak pergi ke acara reunian Ed?"
"Ah, gak penting lah.. mending kita makan malam sama anak-anak aja di luar"
"Memang teman dekat kamu gak pada datang juga?"
"Pada datang sih katanya, kemarin.. kita telpon-telponan mau ketemuan disana"
"Ya sudah sana, kali saja kamu dapat proyek bisnis baru atau teman kamu ada yang mau join kerja sama bisnis. Kan gak ada salahnya kamu datang!"
Edward berfikir sejenak.. kemudian berkata "Iya juga yah.. Emang acaranya jam berapa sih.. mana undangannya yah?"
"Hari ini, Acaranya jam 19.00 di Hotel Mulia Senayan"
"Kok kamu hafal bener kayaknya mah?"
"Kan waktu itu undangannya mama yang terima, trus aku langsung buka dan baca deh. Papa gimana sih"
"Oh, gitu yah mah. Kamu gak apa aku tinggal dirumah, tar anak-anak nanyain tuh.. kan kita dah janji mau ajak mereka makan diluar. Hari ini juga kan hari jadi pernikahan kita yang ke 8 tahun mah"
"Kita jalannya besok aja, kan bisa"
"Iya sih besok hari minggu.. tapikan hari jadi pernikahan kita dah lewat sehari"
"gak apa kok pah, sana siap-siap.. tar kemalaman lagi..."
Edward pun beranjak pergi ke kamarnya untuk mandi dan segera berangkat ke tempat tujuan. seusai magrib, dia memacu kendaraannya menuju lokasi. Sesampainya disana memang sudah jam 20.00.. Maklum walau malam minggu, ternyata Jakarta masih saja macet. Di sana sudah ramai dengan canda tawa, cerita-cerita tentang masa-masa indah sewaktu sekolah dulu. Edward memasuki pintu masuk utama, banyak wajah-wajah yang memang sudah tidak asing lagi baginya. Dia menjabatkan tangannya sambil sesekali berbincang kecil. Disela-sela itu tak lupa dia membawa makanan kecil dan minuman ringan digenggamannya. Waktu sudah jam 22.00.. Edward mulai teringat keluarganya di rumah, kemudian ia pamit ke teman-temannya. Belum beranjak dari tempat, ia dihampiri seorang wanita. Berperwakan agak pendek dengan rambut lurus sebahu, kulitnya agak hitam tapi sedikit manis, dia bernama Pipit..
"Hai Edward!"
"Siapa yah.. lupa-lupa ingat nih.." (sambil tersenyum kecil)
"Ah, sudah lupa dia sama teman baiknya.. yang dulu menjadi ketua kelas 3"
(dia mulai teringat) "Oh.. Pipit yah.. wah beda banget penampilan kamu sekarang"
"Lebih cantik yah.. pastinya"
"Iya sih tapi sedikit.. hehehe"
"Ah, kamu bisa aja.. kamu kerja dimana Edward?"
"Di perusahaan tambang.. kamu kerja dimana?"
"Aku cuma wirausaha kecil-kecilan dirumah"
"Wah bagus tuh, trus kamu sudah punya anak berapa?"
"Aku belum menikah Ed.. masih jomlo nih.. kamu?"
"Oh ya..!, masa sih, orang sesupel seperti kamu, belum punya pasangan? becanda nih.. kalau aku sudah mempunyai anak sepasang"
Lama Pipit dan Edward saling melontarkan pertanyaan dan mengingat masa-masa sekolah dulu. Tak terasa sudah larut malam, Edward pun meninggalkan lokasi.
"Pit sudah jam setengah 12 malam nih, rasanya aku harus pulang, pasti orang dirumah sudah cemas menungguku.. Kamu gak Pulang Pit? kamu masih tinggal di Lenteng Agung?"
"Iya nih aku juga mau pamit pulang, Masih.. aku masih tinggal disana. Kamu pulang kemana Edward?"
"Aku sekarang tinggal di Depok.. kamu naik apa tadi? mau bareng? kan kita searah.."
"Aku naik taksi tadi, boleh.. boleh jika tidak merepotkan" (dengan perasaan senang).
Didalam perjalanan pulang, mereka melanjutkan obrolannya yang belum selesai tadi. Tak terasa sudah sampai di depan rumah Pipit. dia segera turun dari mobil Edward dan bergegas masuk ke dalam rumah. Edward pun melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya di rumah, istri Edward menyambutnya dengan membukakannya pintu.
"Gimana pestanya sayang? ramai? meriah? pastinya yah.." (sambil menyalami tangan suaminya)
"Ah, biasa aja.. memang hampir semua teman-teman datang sih. Anak kita sudah pada tidur mah?"
"Sudah dari jam 22.00". Setelah aku berkata "kalian harus segera tidur karena kita besok akan pergi ke Taman safari, Bogor".
Edward bergegas ke kamar tidur. Setelah membersihkan badan dan mengganti pakaian, mereka segera tidur bersama.
Pipit diatas ranjang tidurnya, mulai memikirkan perjumpaannya dengan Edward tadi. Dia tersenyum-senyum sendiri diatas ranjangnya. Dia tidak bisa tidur karenanya, dia mulai memikirkan bagaimana bisa bertemu dengan Edward kembali.
Di minggu pagi yang cerah, keluarga Edward sudah mulai berkemas menuju taman safari. Robby & Elsa sangat bersemangat menyiapkan semuanya, Keceriaan terpancar dari mata mereka. Diperjalanan mereka bernyanyi bersama, tak peduli dengan kemacetan panjang yang terjadi. Saat memasuki jalanan taman safari mereka membeli sayuran wortel yang dijajakan sepanjang jalan. Seusai memasuki pintu gerbang taman safari. Edward mengingatkan anak mereka tentang "bahaya membuka pintu atau kaca saat memasuki kandang binatang buas atau binatang besar". Mereka bersama-sama memberi makan kera-kera, memberi rusa sayuran wortel. Ketika sampai didalam mereka disajikan dengan berbagai macam pertunjukan, mereka juga menaiki kereta gantung untuk melihat suasana sekitar. Usai solat asar mereka bergegas pulang menuju Jakarta. Di dalam mobil, Elin dan anak-anak tertidur, tampak lelah terlihat diraut wajah mereka.
Keesokan harinya Pipit, mulai menelpon teman-teman Edward, dia menanyakan nomor telpon Edward, dengan alasan mau memberikan undangan pernikahannya (padahal hanya akal-akalan Pipit saja). Akhirnya dia mendapatkan nomor telpon Edward. Segera dia menelpon Edward, walau telpon tersebut mengganggunya, yang sedang fokus bekerja, dia masih menanggapi telpon dari Pipit, namun lama kelamaan Edward merasa terganggu dengan masuknya telpon dari Pipit, apalagi dia sangat sering menelponnya. Edward pun malas mengangkat telponnya lagi.
Pipit tidak kehabisan ide, lambat laun.. dari hari ke hari dia mulai mencari tahu tempat kerja Edward, kemana Edward istirahat makan, bahkan sesekali dia memantau rumah Edward.
Siang itu Edward makan di sebuah restoran di mall sebelah kantornya. Pipit menghampiri Edward yang sedang menyantap hidangannnya. Pipit menyapanya, dia terlihat kaget melihat Pipit.
"Hai, Edward!"
"Hai.. kok kamu ada disini Pit? Belanja?"
"Iya Ed, aku sering berbelanja disini, tadi aku liat kamu.. ya aku ke sini aja.." (padahal Pipit sudah membuntuti sejak Edward keluar kantor)
"Yuk makan! udah makan belum? pesan sana!"
"Siap pak, aku pesan dulu yah" (sambil tersenyum dan bercanda)
Edward agak menjaga jarak dan berbicara seadanya dengan Pipit. bahkan selesai makan dia segera meninggalkan restoran tersebut.
Pipit mencari cara agar Edward mau main ke rumahnya, dia menunggu Edward sampai sore hari di depan mall tersebut, karena dia tahu, jika pulang kerja mobil Edward pasti melewati mall itu dahulu. Ternyata usaha Pipit tidak sia-sia. Begitu mobil Edward berbelok, keluar dari kantornya, dia lihat Pipit berdiri di pinggir jalan (seolah sedang menunggu kendaraan umum). Edward menepikan mobilnya.
"Pit, mau pulang? yuk bareng..!"
"Eh, kamu Ed, boleh.. boleh" (sambil tersenyum) (pipit membuka pintu dengan segera, lalu menutupnya kembali dengan cepat) "Ed, bagus juga mobilmu yah.."
"Biasa aja Pit, aku hanya punya mobil ini sebagai alat transportasiku, mobil ini sederhana tapi cukup bagus untukku, bagiku kendaraan tak perlu mewah-mewah"
Edward memacu mobil Honda City-nya dengan cepat. Sesampainya di rumah Pipit, hari sudah mulai gelap. Pipit menawarkan untuk singgah sebentar sambil minum kopi.
"Ed, mampirlah dulu sebentar..!
"Aku langsung saja Pit, sudah maghrib nih.. aku belum solat"
"Ya.. sudah sekalian solat disini aja" (berbicara sedikit memaksa). "Ayo donk kamu kan belum pernah main ke rumahku" (merajuk)
"Oke deh, aku numpang solat aja yah. trus aku langsung cabut"
"Iya.. wudhunya di samping yah.." (Pipit membuat kopi di dapurnya yang terletak dibelakang rumah)
Usai solat Maghrib, Edward pamit pulang..
"Pit, terima kasih ya.. aku pamit.."
"Aku sudah bikinin kamu kopi tuh di atas meja ruang tamu.. diminum donk, kalau gak kebuang tuh nanti.. sayang'kan!"
"kamu repot-repot, jadi lama nih aku.."
"Gak apa kok.."
Beberapa menit, usai minum.. kepala Edward terasa kantuk yang luar biasa. dia tertidur di kursi ruang tamu.
Melihat Edward tertidur, Pipit merasa senang, karena obat penenang yang dia masukkan ke dalam kopi ternyata berhasil. Dia menyeret tubuh Edward dengan tergopoh-gopoh menuju kamar. Tubuh Edward yang tegap, kekar, berisi membuatnya kecapean. Dia mulai melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh suami istri. Kemudian menggerayangi tubuh Edward, walau capek dia terlihat sangat bersemangat.
Tengah malam Edward mulai tersadar. Di lihat sekeliling ruangan, terasa asing baginya. Dalam benaknya timbul pertanyaan (dimanakah dia? kamar siapakah ini? kenapa aku bisa ada disini?). Begitu wajahnya berpaling ke kanan, dia melihat Pipit tertidur tanpa sehelai benangpun di badannya, Edward terperanjat, lalu dia melihat badannya pun tidak menggunakan pakaian apapun. Pipit terbangun dalam tidurnya karena Edward yang langsung lompat berdiri disebelah ranjang secara cepatnya. Dia melihat pakaiannya berserakan di mana-mana begitupun pakaian Pipit.
"Pit, apa yang sudah kamu lakukan?" (Edward bertanya bingung)
"Aku tidak melakukan apa-apa, kamu yang memaksaku melakukan ini. kamu begitu buasnya menjamah seluruh badanku, walau aku sudah berusaha menolakmu"
"Tidak mungkin aku melakukan ini terhadapmu Pit, aku sudah terikat janji suci kepada istriku, jadi aku tak mungkin melakukan ini.. kamu sudah menjebakku Pit.. kamu tega.. kenapa kamu mau melakukan ini kepada diri kamu sendiri Pit.. ini tidak baik.. apakah kamu sudah gila!!" (marah dengan nada pelan kemudian membesar)
"Iya aku sudah gila kepada kamu, kamu harus menjadi milikku, setiap hari wajahmu terbayang di dalam benakku, bayang-bayangmu selalu hadir disetiap langkahku.. aku bingung.. aku harus berbuat apa!" (dengan sedikit berteriak) "apa aku salah.. atau cinta ini yang salah Ed?" (nada suara semakin keras dan membentak).
Karena suara Pipit yang begitu keras dan membentak, Edward segera mengenakan pakaiannya yang berserakan, dia takut banyak orang yang akan datang ke rumah ini, dalam hatinya "dia harus pergi dari rumah itu segera, sebelum semuanya semakin berantakan".
Dia meninggalkan Pipit yang sedang kalap.. Dari dalam mobil, Pipit masih terlihat memaki dan mengumpat.. Edward segera memacu mobilnya, dia melihat jam tangannya sudah pukul 1 malam. Saat di perempatan jalan yang terdapat lampu merah, saat itu lampu sedang menyala merah Edward melihat ponselnya, begitu banyak panggilan tak terjawab dari istrinya. Edward berfikir, pasti istrinya sangat cemas menunggunya, pasti istrinya menunggunya untuk makan bersama dirumah. karena sebelum keluar kantor, dia sudah janji akan pulang cepat. Edward melihat SMS dari istrinya: "Sayang kok HP kamu gak diangkat sih? kamu dimana? cepat pulang yah? anak dan istrimu menunggu di rumah, aku sudah masak masakan kesukaan kamu loh. hati-hati dijalan yah". Edward begitu terpukul dan sedih, dia bingung dengan apa yang sudah terjadi.
Sesampainya di rumah, jam sudah menunjukkan pukul 1.30. Edward mengetuk pintu, lama Elin baru membukakan pintu.
"Pah, kok baru sampe sih.. banyak kerjaan yah?" (dengan nada suara pelan).
"Tadi, saat aku mau pulang, bos minta temenin aku ketemu dengan kolega bisnisnya" (terpaksa berbohong agar hati istrinya tak tersakiti)
"Oh.. gitu, gak biasanya kamu pulang jam segini, ya sudah langsung mandi sana"
Edward segera masuk menuju kamar mandi, perutnya terasa sangat lapar karena belum terisi malam ini. Saat tidur dia agak menjauh dari Elin, agar suara perutnya yang lapar tidak terdengar oleh istrinya. Dia menahan lapar dalam tidurnya, sering kali dia terbangun karena rasa laparnya dan teringat akan kejadian yang baru menimpanya.
Pagi sekali Edward sudah terbangun dari tidurnya, seusai solat subuh dia langsung memasak mie instan, tanpa membangunkan istrinya yang sedang terlelap tidur. Karena begitu gaduhnya di dapur, istrinyapun terbangun dan menghampirinya.
"Sedang apa Pah? kamu lapar yah?"
"Iya nih tiba-tiba saja, setelah solat subuh aku terasa lapar, makanya aku ke dapur deh"
"Kenapa tidak membangunkan aku saja, kan aku bisa masakin buat kamu. Sini aku masikin, kamu duduk saja di meja makan sana"
"Makasih ya sayang" (Edward merayu)
Elin memasakkan suaminya mie instan dengan telaten. Setelah itu disajikan di atas meja makan berikut susu putih panas, Edward segera menyantapnya. Elin meninggalkannya untuk segera mengambil wudhu dan solat subuh.
Edward sudah tidak bisa tidur lagi, usai menyantap makanannya dia segera mandi dan berangkat menuju kantor.
3 bulan berlalu, Pipit mendatangi kantor Edward. Dia tidak mau menemui Pipit. Susah payah Pipit menjelaskan ke resepsionis dan satpam tetapi tidak juga diperbolehkan masuk ke dalam kantor Edward. akhirnya dia harus pasrah menunggu di pintu keluar kantor. Sampai malam tiba Pipit masih setia menunggu. Akhirnya Edward keluar dari kantornya. Dengan sigap Pipit mencegat mobil yang dikendarai Edward. Karena Pipit berteriak-teriak dari luar mobilnya, dia pun mengalah dan mempersilahkan Pipit masuk ke dalam mobil. di perjalanan mereka bertengkar hebat.
"Kenapa sih Pit, kamu masih saja mencari-cari aku? gak bisa yah kamu pergi jauh dari kehidupanku?"
"Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu Ed.. aku sudah telat 3 bulan"
"Memang kamu yakin itu anakku. Malam itu seingatku, aku hanya sangat mengantuk dan tertidur diruangan tamu lalu terbangun sudah berada dikamar kamu dengan keadaan tidak mengenakan pakaian.. aku hanya mengingat itu saja.. tidak ada yang lain. Aku gak tau siapa yang bawa aku ke kamar kamu? siapa yang menelanjangiku? ngapain saja aku selama tertidur? kamu jangan mengada-ada deh. Bisa sajakan saat itu tidak terjadi apa-apa trus kamu melakukan sama orang lain sebelum kejadian itu atau sesudah hari kejadian itu.
"Aku hanya melakukannya sama kamu! gak ada yang lain"
"Malam itu saja kamu sudah membohongiku.. pasti kamu juga merencanakan kebohongan-kebohongan lainnya.. iya kan" (bertanya dengan tekanan)
"Kamu tega Ed, memojokkanku terus.. memang aku cewek apaan?"
"Kamu pikir aja sendiri.. cewek seperti apa kamu.. yang menjebak cowok hanya karena ambisinya. Aku tuh sudah beristri dengan mempunyai dua orang anak. Kan kamu juga tahu itu. Pokoknya aku tidak mau menikahi orang selain istriku saat ini (Elin)..titik!"
Sesampainya depan rumah Pipit, Pipit bersikeras untuk tidak turun. Sehingga Edward harus menarik paksa Pipit dari dalam mobil untuk segera turun.. (Pipit menangis dan bertiriak sejadi-jadinya). Ternyata kejadian ini didengar oleh warga sekitar. lokasi yang tadinya sepi, menjadi ramai dengan kerumunan orang. Pipit mulai mengarang cerita ke warga, agar warga percaya dan Edward di desak warga untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Pipit sangat senang melihat reaksi warga yang mendukungnya, Edward pun merasa terpojok. Malam itu juga Edward, Pipit dan beberapa perwakilan warga berangkat menuju rumah Edward untuk membahas dengan istri Edward.
Mereka berkumpul di ruang tamu rumah, Elin berusaha menidurkan anak-anaknya dulu, agar mereka tidak mendengar apa yang akan terjadi dirumah ini. Elin berusaha tegar mendengarkan setiap perkataan dari Pipit dan warga. Elin berusaha pasrah dan menerima Pipit untuk menjadi calon istri untuk suaminya, dengan catatan, mereka boleh menikah setelah Elin dan Edward resmi bercerai.
Pipit sangat senang mendengar perkataan Elin, namun sebaliknya Edward menjadi terkulai lemas tak berdaya, Edward bingung dengan apa yang sudah menimpanya.
Malam itu di atas tempat tidur Elin dan Edward terlihat kaku dan tidak sepatahpun perkataan keluar dari mulut mereka. Elin menangis dalam tidurnya sedang Edward sangat menyesali pertemuan reuni itu.
Keesokan paginya suasana hening terjadi dirumah itu, Elin tetap menyiapkan makan pagi untuk suami dan kedua anaknya. Tak ada komunikasi yang terjadi sampai Edward berangkat menuju kantor kecuali perkataan pamit yang diucapkan suaminya. Elin sudah merasa jijik dengan memegang atau mencium tangan Edward.
Dikantor Edward merasa gusar, tidak enak makan dan malas bekerja. Dia hanya memikirkan semua kejadian yang telah menimpanya. Sebelum jam kantor usai, ia pamit ke rekan kantor dan bosnya karena tidak enak badan. Edward mengendarai mobilnya dengan cepat langsung menuju rumahnya.
Di rumah Edward berusaha menjelaskan semua kejadian yang menimpanya adalah jebakan Pipit saja. Elin bisa mengerti apa yang dijelaskan oleh suaminya. Namun yang tidak bisa Elin mengerti adalah di dalam perut Pipit, ada cabang bayi yang membutuhkan ayahnya ketika ia lahir ke dunia nanti. Banyak pembicaraan yang terjadi antara mereka berdua tanpa diketahui ke dua anaknya yang sedang bermain diluar rumah bersama teman-teman sekolahnya. Mereka sama-sama sedih, bingung sekaligus pusing atas bencana yang menimpa rumah tangga mereka. Banyak keputusan yang baik yang bisa mereka ambil.
Elin berusaha tegar atas kejadian ini dengan mengatakan kepada suaminya bahwa, "Edward harus bertanggung jawab mengawini Pipit, setidaknya sampai bayi tersebut lahir. Setelah bayi tersebut dilahirkan, bisa diadakan tes DNA, untuk mengetahui bayi tersebut anak siapa". Edward dengan berat hati meng-iyakan kemauan istrinya, untuk kebaikan bersama. Dia jatuhkan talak kepada Elin.
Seminggu setelah itu Edward mengawini Pipit. Tanpa dihadiri keluarga dari Edward. Pernikahan dan perayaan semua disiapkan oleh keluarga besar Pipit. Pernikahan berjalan lancar tanpa hambatan. Hanya saja Edward menikah dengan membawa beban dan perasaan yang terpaksa. Sebaliknya Pipit sangat bahagia dengan pernikahannya tersebut. (KS)
Bersambung...
--- DH ---
https://vadhy.blogspot.co.id/2018/04/keteguhan-cinta-bagian-2.html