Hari itu aku bersiap-siap berangkat menuju Surabaya. Aku siapkan seluruh pakaianku yang akan dibawa untuk 5 hari ke depan. Ku masukkan ke dalam koper berwarna biru dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Tidak lupa aku membawa perlengkapan mandiku.
Setelah semua siap aku keluar kamar dan berpamitan kepada kedua orang tuaku, aku salami mereka dan juga kakak-kakakku. Hari itu ayahku yang mengantarku sampai stasiun Gambir. Di dalam perjalanan ke stasiun Gambir terlihat kemacetan jalan tidak ada habisnya di Jakarta ini. Harapanku didalam hati hanya tidak mau ketinggalan kereta.
Aku berlari setibanya di stasiun karena keretaku akan berangkat 15 menit lagi.
Saking tidak mau ketinggalan kereta, sampai-sampai saat di peron aku menabrak seorang cowok, aku sempat bertengkar lama dengan dia.
"Eh lo.. kalau jalan lihat-lihat dong!"
"Lo aja yang meleng matanya"
"Rese banget sih lo, sudah jelas lo yang salah"
"Makanya mata tuh taruh di depan mba!"
"Sudah salah ngotot lagi lo, bukannya minta maaf"
"Ah, repot banget sih.. sudah sana" dia berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkanku..
Terdengar dari pengeras suara bahwa kereta akan berangkat akupun bergegas berlari kembali mendekati kereta yang akan ku tumpangi.
Menyusuri bagian gerebong kereta, aku mencari nomor kursiku sesuai yang tertera dalam tiketku. Kereta berjalan, saat aku belum menemukan tempat dudukku. Hingga tak lama kemudian aku menemukan tempat dudukku di sisi kanan, saat aku sedang duduk santai, ada seorang cowok yang memaksa untuk bertukaran dengan orang yang duduk tepat di depan kursiku.
"Maaf mba boleh tukeran tempat duduk? Kursi saya di sebelah sana jika anda berkenan" Dia sambil menujuk ke arah kursinya..
"Maaf mas kenapa saya harus tukeran?"
Dia membisikkan sesuatu di telinga wanita yang duduk dihadapanku. Aku sama sekali tidak mendengar apa yang cowok itu katakan, hingga membuat sang cewek mau bertukar tempat duduk.
"Hallo mba!" Dia menegurku
Aku cuek saja, walau aku tahu dia berbicara kepadaku, habis jika bukan bicara kepadaku ya siapa lagi, kan kita hanya beradapan berdua.
"Hai mba, mbanya tuli ya?"
"Enak saja! Ngomong sembarangan"
"Habis dari tadi di tegor tidak nyaut, nama saya Ridwan, nama anda siapa?" Dia menyodorkan tangan kanannya..
"Mau tahu saja!" Aku menanggapinya jutek, karena takut dihipnotis lalu hilang semua barang-barangku..
"Aku duduk di sini ingin bermaksud baik. Kamu kehilangan barang tidak?"
"Tidak"
"Coba periksa dahulu semuanya!"
"Tidak ada" aku berkata setelah secara asal memeriksa tasku..
"HP kamu masih ada?"
Segera aku mencari HP di dalam tas kecilku, ternyata tidak aku temukan di dalamnya, akupun panik. Tasku juga robek bagian bawahnya.
"Sudah tidak usah khawatir"
"Gimana tidak panik, itu HP baru saja aku beli dan juga bagaimana aku bisa berhubungan dengan keluarga dan temanku"
"Ini bukan HP-nya" dia memberikan kepadaku sebuah HP..
Akupun meneliti semuanya, hingga aku buka kunci pengaman HP, aku pun melihat gambarku di bagian depan HP. Aku bahagia sekali HP ku bisa aku genggam kembali.
"Kenapa bisa bersama Mas Ridwan?"
"Kamu ingat orang yang menabrak kamu tadi sebelum naik kereta?"
"Iya, tapi kenapa HP-nya ada dikamu?"
"Saat kamu berlari menuju kereta, aku mengejarnya. Karena tadi aku tidak sengaja melihat aksi dia. Tadi aku sempat berantam dengan dia untuk mendapatkan kembali HP kamu. Aku hampir ketinggalan kereta karenanya, karena saat aku naik kereta, pintu kereta langsung tertutup"
"Oh, begitu.. terima kasih ya. Terus bagaimana dengan pelaku?"
"Dia sudah diamankan pihak keamanan stasiun"
"Oh iya.. Namaku Tetty, maaf tadi aku sempat berfikir jelek kepada kamu" aku berbicara sambil merapatkan kedua tanganku di depan dada..
"Makanya, kalau di stasiun kereta harus banyak waspada"
"Oh iya Mas"
"Ya sudah, di cek dulu HP-nya.. gimana sudah oke?"
"Iya mas sudah"
"Panggil aku Iwan saja"
"Iya mas Iwan, terima kasih atas bantuannya"
"Iya"
Akupun menyimpan HP ku. Setelah itu tidak berasa, aku pun tertidur. Aku terbangun dan melihat seseorang yang ganteng dihadapanku.
"Kamu Iwan?"
"Iya"
"Kok beda dengan yang tadi!"
"Beda dimana?
"Ah, ya sudah lah"
Semakin lama aku semakin akrab dengannya, ternyata dia bukan sosok orang yang membosankan, dia baik dan juga ramah.
"Kamu cantik"
"Terima kasih"
Aku tidak tahu, kenapa dengan mudahnya aku bisa akrab dengannya. Mungkin karena dia orangnya menarik dan rame. Aku sangat senang ada teman yang bisa diajak berbicara di dalam kereta. Tadi saat di rumah aku sudah ngebayangin pasti perjalanan ini sangat membosankan, ternyata pikiranku salah.
Saat malam di kereta aku merasa dia sangat menjagaku ketika aku tengah tertidur pulas. Aku melihat beberapa kali mengusir nyamuk, yang entah dari mana datangnya. Aku senang sekali perjalanku ini sangat berkesan.
Ketika sampai di Surabaya, hari sudah pagi.
"Kamu tinggal di mana? Jakartanya di mana?"
"Kebagusan.. kamu?"
"Aku di Kebun Nanas"
"Kalau sudah panen aku mau dong!"
"Mau apa?"
"Nanasnya"
"Ah, kamu.. kirain apa.."
Kamipun tertawa bersama.
Itulah awal perjumpaan aku dengan suamiku. Kami menikah 3 tahun setelah pertemuan itu, dan saat ini kami sudah dikaruniai 2 orang anak yang lucu. (KK)
--- DH ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar