Hati ini hampa tanpanya, setahun sudah aku putus darinya. Aku belum juga bisa melupakannya. Bayangan dirinya masih teringat erat di dalam pikiranku. Entah kenapa aku masih terbayang akan dirinya, padahal memang diantara kita sudah tidak ada lagi kecocokan.
Awal berjumpa dengannya sangatlah menyenangkan. Pertemuanku di sebuah kampus yang sama di Jakarta, membuat aku kenal dengannya kemudian dekat dan kitapun berpacaran. Dia menyatakan cintanya di sebuah taman kecil, taman tersebut dikelilingi tanaman bunga yang indah dan sebuah danau cantik yang bersih. Saat itu aku berdua dengannya duduk di atas rerumputan di pinggir danau, senang sekali berada di sana selain suasananya yang tenang, pemandangannya yang indah juga semilir angin yang berhembus ke arah kita, membuat hati kita merasa nyaman. Aku menilai, Rafi adalah orang yang sangat perhatian, humoris, pengertian dan sangat bersahaja.
Banyak sekali yang aku lakukan pada saat bersamanya. Yang paling sering kita lakukan adalah menonton film bioskop. Film yang biasa kita tonton adalah film percintaan. Setiap ada film percintaan yang tayang pasti kita segerakan menonton. Kita senang sekali bisa menghabiskan waktu berdua, kemudian setelah kita nonton pasti kita akan bahas ceritanya.
"Sayang tadi aku nilai filmnya kurang bagus juga yah, masa' akhirnya mereka berpisah dan menikah dengan orang lain"
"Iya.. sedih ya! Sayang banget cinta mereka tidak bisa dipertahankan"
"Iya yah padahal ceweknya cantik dan cowoknya juga ganteng tapi itu tidak cukup untuk mereka bertahan"
"Ya iyalah Rafi, semua kan dari hati.. makanya kamu jangan sakitin hati aku!"
"InsyaAllah aku akan menjaga kamu selamanya"
"Yakin?"
"Yakinlah.. apa lagi yang aku cari.. semuanya sudah ada di kamu"
"Semoga sifatmu tidak berubah kepadaku, tetap baik seperti ini selalu"
"Ya iya lah"
Itulah janjinya kepadaku pada saat itu. Berjalannya waktu kita semakin akrab, Rafi semakin sering main ke rumahku begitupun sesekali aku yang bermain ke rumahnya. Namun, semua kebahagiaan kami lambat laun berubah setelah orang tuanya tahu tentang aku dan tidak merestui hubungan kami karena latar belakang keluargaku yang kurang mampu. Sedikit demi sedikit sifatnya berubah. Dia mulai membentakku, cuek kepadaku dan kita menjadi jarang bertemu.
Awalnya aku memakluminya namun lama kelamaan sifatnya buruknya semakin menjadi. Aku terkadang bingung kenapa dia bisa berubah derastis, apakah dia sengaja melakukan itu semua supaya aku dan dia bisa putus? atau dia sudah kehabisan akal, untuk bagaimana bisa pergi dari cintaku. Memang saat putus banyak sekali pertanyaan di dalam benakku, karena terus terang aku tidak percaya jika itu adalah sifat dari dia.
Akupun mulai mencari tahu bagaimana dia sebenarnya, aku mulai dengan teman-teman dekatnya yang bisa aku percaya. Akhirnya aku mendapatkan jawaban dari teman akrabnya Seno.
"Sen, maaf aku mau bicara banyak kepada kamu"
"Boleh.. Mau bicara mengenai apa?"
Kitapun berjalan keluar pintu kampus, di parkiran mobil kita melanjutkan pembicaraan.
"Kita mau bicara di mana?"
"Aku mau kita berbicara di tempat yang tidak bisa didengar orang!"
"Dimana tuh? di bulan? Bintang? atau pelanet mana?" dia berbicara diakhiri dengan senyuman..
"Ah, kamu mah bercanda saja!"
"Habis dimana?.. bicara yang tidak ada orang selain kita?"
"Di mobil gimana?"
"Yakin? kenapa harus di mobil?"
"Habis di mana dong? kamu masih ada kuliah tidak setelah ini?"
"Sudah tidak ada"
"Ya sudah kita sambil makan bakso saja yuk di daerah Pasar Minggu"
"Oke"
Kitapun pergi menggunakan mobil Seno. Di dalam perjalanan aku mulai memancingnya bercerita.
"Kamu masih dekat dengan Rafi?"
"Oh kamu mau tanya mengenai Rafi? Kamu masih cinta dengannya yah?"
"Tidak, aku takut saja Rafi tahu aku bersama kamu saat ini"
"Oh, Rafi tadi bilang tidak masuk karena dia lagi sakit di rumah"
"Dia sakit apa?"
"Cuma demam biasa kok"
"Kamu jangan cerita dengan dia yah, jika hari ini kita ketemuan"
"Siap.. aman pokoknya"
"Emang kamu mau bicara apa sih Dinda?"
"Aku.. aku.. ah nanti saja deh kalau sudah sampai di tempat makan"
"Emang apa bedanya jika di sini.. lagi pula sebentar lagi juga sampai"
"Iya aku tuh bingung sama Rafi, sifatnya berubah banget kepadaku"
"Berubah bagaimana?, dari penglihatanku dia biasa-biasa saja"
"Iya dia menjadi pemarah, kurang perhatian, terus kasar kepadaku"
Kamipun sampai di tempat makan Bakso terkenal di Pasar Minggu. Setelah menemukan tempat duduk yang enak dan kemudian memesan bakso kamipun melanjutkan cerita.
"Tapi dia tidak banyak cerita kepadaku, jadi apa yang harus aku ceritakan kepada kamu?"
"3 Bulan lalu kita sudah putus Sen, karena aku sudah tidak kuat dengan nada bicaranya dan sikapnya yang kasar kepadaku"
"Oh, begitu..! Iya Rafi juga sudah cerita bahwa dia sudah putus dari kamu"
"Iya"
"Setahuku, dia pernah cerita 'jika mamanya menginginkan Rafi menyelesaikan S2 terlebih dahulu baru boleh menentukan pujaan hatinya. Setelah itu dia juga harus bisa meneruskan dan memimpin perusahaan Bapaknya, itu sih"
"Yakin hanya itu?"
"Oh, Iya aku inget, dia pernah bilang juga bahwa 'dia bingung dengan cara apa harus putus dengan Dinda. Karena memang menurut Rafi, kamu itu adalah wanita yang sempurna yang harusnya dia miliki. Namun mamanya lah yang membuat dia harus memutuskan cintanya kepadamu"
"Memang mamanya seperti apa sih?"
"Mamanya adalah seorang yang tidak mau anaknya dirongrong, hingga mamanya berfikir Rafi harus dapat jodoh yang setara dan sederajat dengannya"
"Iya itu sih aku sudah duga"
"Terus kenapa kamu tanya aku lagi?"
"Aku hanya bingung.. kenapa dia bisa bersikap seperti itu"
"Setahu saya yah, jika Rafi tidak segera putus dengan kamu, maka semua warisan dari orang tuanya akan jatuh semua ke adiknya yang perempuan"
"Oh, gitu yah.. hanya karena harta warisan!"
"Ya.. seperti itu deh, lagi pula selama ini kan dia selalu hidup bergantung dengan orang tuanya. Makanya tidak mungkin dia tidak menuruti perkataan ibunya"
"Iya sih, ya sudahlah, itu pilihan jalan hidupnya. Terima kasih yah sudah mau cerita denganku"
Kita pun akhirnya keluar dari tempat tersebut, namun saat berada di dalam mobil. Seno melihat Pacarnya sedang berduaan dengan seorang lelaki di pojok ruangan tempat makan tersebut.
Seno pun menghampiri mereka. Ku lihat dari dalam mobil mereka bertengkar hebat. Sampai menjadi pusat perhatian orang-orang di sana.
Sekembalinya dia ke mobil, aku masih melihat mukanya yang marah. Hingga aku tidak berani menegurnya.
Saat diperjalanan dia kemudian berbicara.
"Maaf yah"
"Maaf untuk apa?"
"Iya kejadian ini.. aku sangat kecewa dengannya. Aku lihat dia tadi pegangan tangan dan bicara mesra sekali dengan laki-laki itu"
"Ya sudah, kamu yang sabar.. mungkin dia bukan jodoh kamu.. Allah tunjukkan keburukannya sekarang supaya kamu bisa dapatkan yang terbaik"
"Iya.. aamiin"
Aku tidak banyak bicara kepadanya karena kondisinya yang terlihat sangat kecewa dan masih marah. Sore itu dia bingung mau kemana hingga dia akhirnya mengantarkan aku pulang sampai rumah.
"Mau mampir dulu Sen?"
"Boleh nih? abis aku suntuk banget, tidak pengen pulang ke rumah dulu"
"Ya, sudah masuk saja dulu"
Dia memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu pagarku. Saat masuk ke dalam rumahku, Seno ku kenalkan pada ibuku yang saat itu sedang menonton televisi dengan adik cowokku. Setelahnya kami berbicara di teras rumah. Saat itu diapun bercerita banyak tentang ceweknya. Ternyata dia berpacaran sudah sangat lama dan tidak lama lagi akan menikah. Kedua keluargapun sudah saling kenal.
Hari itu, Seno di rumahku hingga larut malam, aku sangat bersyukur saat dia meninggalkan rumahku dia sudah bisa tertawa dan tersenyum.
Sejak saat itu kami menjadi akrab dan sering bertemu serta jalan berdua. Kamipun saling mencurahkan hati jika ada masalah.
Tidak terasa aku sudah lulus kuliah, bersyukur sekali aku langsung di terima bekerja di perusahaan internasional. Aku bekerja dengan baik dan telaten hingga karirku cepat meningkat. 3 tahun aku bekerja karirku sudah di Level Manager. Aku juga senang sudah memiliki mobil sendiri dan membeli rumah di perumahan daerah Jakarta Selatan.
5 tahun aku dekat dengan Seno, kami sama-sama tidak memiliki pacar dan hebatnya kami juga tidak pernah sama-sama menyatakan cinta.
Siang itu saat aku sedang jalan dengan Seno, Rafi menelpon minta ketemuan. Kitapun bertemu di Rumah Rafi. Saat di teras rumahnya, aku melihat wajah Rafi terkejut melihatku turun dari mobil bersama Seno.
"Hai Din, apa kabar?"
"Baik Raf.."
"Kamu sekarang sudah bisa menyetir mobil sendiri, hebat"
"Iya terima kasih"
"Itu mobil kamu? kerja di mana kamu sekarang?"
"Iya mobil aku" sambil aku melihat mobil Toyota Altis milikku..
"Aku kerja di Perusahaan terbesar di Jakarta"
"Perusahaan apa tuh"
"Sudah reuniannya.. jadinya gua dicuekin dah" Seno berbicara memotong pembicaraan kita berdua..
"Oh iya, ayo silahkan masuk Dinda, Seno"
Kami pun duduk dan berbincang diruang tamu. Disaat sedang asik berbincang mamanya Rafi datang menghampiri kita.
"Oh, kamu masih dekat dengan dia Rafi?" Sambil tangan kanannya menunjuk mukaku..
"Enggak mah" Rafi menjawab..
"Lalu kenapa dia ada di sini sekarang?"
"Tadi Rafi menelpon saya tante, terus saya memang sedang bersama Dinda saat itu jadinya saya ajak saja deh" jawab Seno..
"Kamu jangan menutup-nutupi kelakuan Rafi Seno.. saya tahu kamu teman akrab anak saya. Jadi mending kamu jawab yang jujur"
"Tante mau jawaban yang jujur? Dinda ini adalah calon istri aku, lagi pula apa salahnya dinda? Sekarang dia adalah seorang manager di perusahaan besar dan jika tante tadi sebelum masuk rumah melihat mobil yang terpakir di garasi rumah tante, itu adalah mobil milik Dinda pribadi, bukan punya kantor dia bekerja atau punya saya. Saya permisi tante, saya tidak suka tante menilai rendah calon istri saya" Seno menarik tanganku keluar rumah Rafi kemudian kami pergi dari rumah tersebut..
Di dalam mobil Seno menenangkan hatiku.
"Jangan diambil hati perkataan mamanya Rafi yah!"
"Enggak kok, aku biasa saja. Kenapa jadi kamu yang panik begitu?"
"Panik bagaimana maksudnya?"
"Ya panik!"
"Aku tidak mau saja kamu tersakiti"
"Serius? Terus?"
"Terus apa sih... ???"
"Ya terus????"
"Oh.. itu! Aku sebenarnya sudah lama cinta dengan kamu? Setiap malam aku sering bermimpi jika aku bisa menikah dengan kamu. Hanya saja aku belum mempunyai cukup keberanian untuk mengatakannya, aku takut pertemanan kita menjadi jauh dan aku tidak bisa lagi bertemu dengan kamu. Sekarang aku pasrah jika kamu mau menjauhiku!"
"Kok kamu bisa berfikir seperti itu?"
"Iya karena kamu cantik, pintar, baik, soleha. Sedangkan aku hanya seorang pengusaha tambak dan berwajah pas-pasan"
"Ah kamu bisa aja.."
Dia menepikan mobilnya kemudian memegang kedua tanganku sambil berkata
"maukah kamu menerima cintaku?"
"Aduh gak usah dijawab kali yah, kamu kan bisa lihat aku seperti apa ke kamu"
"Seperti apa? Aku tidak mengerti!"
"Iya aku menerima cinta kamu"
"Alhamdulillah.. terima kasih ya sayang!"
"Sayang!!!!"
"Eh, maaf jadi kelepasan deh.. tapi memang aku sayang banget kepadamu.. I Love U"
"I Love u so much"
Itu menjadi awal kebahagiaan kami.. (KK)
Bersambung..
-- DH ---