Sudah lama sekali masa-masa itu berlalu, namun aku masih dapat mengingatnya dengan baik. Memang salahku waktu itu yang pergi meninggalkanmu. Waktu itu aku berfikir kamu kurang perhatian kepadaku dan tidak ada kepastian dari kamu, kapan akan menikahiku.
Aku terpincut oleh cintanya karena kebaikannya, perhatiannya dan latar belakang kehidupannya. Dia seorang yang kaya raya, anak satu-satunya dan pegawai negeri. Walau dia tidak seganteng kamu namun aku pikir kehidupanku akan baik jika bersamanya nanti.
Dia tahu jika aku sudah memiliki pacar, namun dia berkata 'akan menunggu cintaku itu datang dan sampai aku benar-benar dia miliki seutuhnya'. Ternyata benar karena sering pergi bersamanya, aku menjadi suka dengannya, walau aku tahu ini salah, namun aku yakin ini yang terbaik untukku.
Aku mulai melupakan pacarku hingga kemudian dia tahu jika aku dekat dengan cowok lain. Dia sangat marah saat datang menemuiku di rumah.
"Kamu kemana saja selama aku tidak ke sini?"
"Tidak kemana-mana!"
"Jangan bohong.. aku tidak suka dibohongi"
"Benar aku tidak kemana-mana, lagi pula kamu yang kemana saja?, dua minggu lebih tidak pernah datang ke rumah, telepon juga tidak pernah".
"Aku ada, aku di rumah menunggu kabar dari kamu.. sampai-sampai aku menyerah dan menelepon kamu tadi, tapi kamu tidak ada. Ibu kamu yang angkat telepon dan sudah cerita semua".
"Cerita apa?"
"Ika, aku sayang kamu.. tapi aku tidak bisa kamu bohongi terus.. kamu jujur deh kepada aku. Aku ikhlas kok jika memang itu yang terbaik buat kamu."
"Jujur mengenai apa?"
"Aduh kamu, tidak usah pura-pura deh.. kamu ada yang lain kan?
"Ada yang lain apa?"
"Jujur.. akui saja ka!"
"Apa sih.. aku tidak ngerti"
"Ya sudah kamu sumpah atas nama cinta kita, jika kamu tidak punya cowok lain selain aku"
"Tidak, aku tidak mau.. ngapain sumpah-sumpah segala, yang penting kan aku sama kamu."
"Ya sudah, itu berarti memang kamu sudah ada yang lain lagi, hubungan kita sampai di sini saja. Semoga keputusan kamu ini adalah yang terbaik untuk kamu."
Dia pamit pulang, saat aku sedang menangis. Memang hari itu sudah malam juga, kira-kira sudah jam setengah 11 malam.
Ibu mendekatiku dan memelukku sambil berkata.
"Kamu harus putuskan ka, jangan kamu jalani semua. Pikirkan semuanya adalah yang terbaik untuk kamu."
"Iya bu, terima kasih ya bu. Maafin aku.."
"Iya tidak apa.. ya sudah kamu tidur deh"
Itulah malam terakhir aku bertemu dengannya. Kejadian yang masih aku ingat sampai saat ini.
3 tahun setelah aku menikah, aku mulai bosan dengan pernikahanku. Aku mulai mencari tahu keberadaan mantanku yang dulu. Aku menghubungi nomornya yang dulu, namun tidak diangkat. Aku coba cari dia lewat facebook, ternyata tidak sulit mencari dia tinggal tulis namanya secara lengkap 'Muhamad Arifin'.
Aku mengirim pesan untuknya lewat facebook, syukur dia membalas pesanku. Pernikahanku semakin membosankan, akupun banyak mengisi waktu dengan anak perempuanku seorang.
Hubunganku dengan suamiku semakin renggang. Kita sering cek cok dan sering kali terbersit untuk cerai.
Teringat masa-masa aku dengan mantanku dulu, dia tidak banyak menuntut, periang, baik dan sangat menghibur. Mungkin aku sudah salah menentukan pilihan waktu itu, aku hanya melihat kehidupan ini dari sisi materi saja, bukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Aku lebih memilih kebahagiaan semu dan sementara.
Sekarang sudah 13 tahun usia pernikahanku, kami sama-sama mempertahankan pernikahan ini, selain karena anak juga karena orang tua. Aku juga tidak mau pernikahanku jadi omongan banyak orang.
2 tahun kemudian, suamiku jatuh sakit. Ada kanker di tubuhnya dan sudah menjalar ke semua tubuhnya. Akupun merawatnya dengan baik, walau sebenarnya badan ini letih namun aku coba merawatnya sebaik mungkin.
"Mas Gunawan, kamu harus bertahan.. kamu harus sehat.. ingat aku dan anak kita yang masih butuh perhatian kamu"
"Ka, maafin aku selama ini yah.. aku tidak tahu berapa lagi sisa umurku.. aku berharap aku bisa sehat kembali seperti dulu. Agar bisa bermain dengan kamu dan anak kita Winda."
"Iya mas" tak terasa air mataku mengalir tipis di pipiku..
"Kamu menangis Ka? Semoga kamu sabar yah merawatku"
"Iya mas.. pasti.."
Mas Gunawan, sudah sangat kesakitan dengan kanker yang dideritanya, bicaranya selalu ngaco dan selalu menitip pesan serta minta maaf. Dia juga sudah tidak bisa kemana-mana, sehingga dia harus pensiun muda dari kantornya. Setahun sudah dia berjuang melawan sakitnya, dia meninggal 3 hari setelah merayakan ulang tahunnya.
Video dan foto-foto saat ulang tahunnya di rumah sakit, adalah saat-saat terakhir aku melihatnya tersenyum dan bahagia sekali.
Sekarang aku sudah menyandang status janda. Aku bingung harus bagaimana menghadapi kehidupanku ke depan. Di rumah ini banyak sekali kenang-kenanganku bersamanya, rasanya di setiap sudut rumah ada bayangannya. Ingin rasanya aku menjual rumah ini kemudian pergi mencari rumah yang sedikit kecil dan jauh dari masa-masaku bersamanya.
6 bulan berlalu, aku kembali teringat kekasihku yang dulu. Aku kembali menghubungi Arifin melalui pesan di facebooknya. Namun memang sedikit agak terlambat dia menjawabnya. Ingin rasanya aku menemuinya dan memperbaiki kesalahanku waktu dulu.
Berjalannya waktu, Arifin tetap dingin kepadaku, dia menanggapi perkataanku dengan santai dan biasa saja. Keinginanku bertemupun ditolaknya, karena dia sibuk jawabnya dan tidak ada waktu untuk berjumpa.
Entah, rasa cintaku kenapa semakin tumbuh besar kepadanya. Apa mungkin karena dia orang santun, biasa saja, melindungi dan tidak banyak tingkah. Aku juga senang dengan kehidupan agama dan prinsip yang ada di dalam dirinya.
Berharap aku bisa bersamanya kembali, bahkan aku tidak perduli dia masih mempunyai istri.
"Fin aku sangat mencintai kamu, aku berharap banget bisa berbicara hal ini langsung kepada kamu. Tetapi karena kamu yang benar-benar tidak ada waktu untuk bertemu atau memang kamu menghindar dariku"
"Ka, lupakan aku'.. kita jalani kehidupan kita sekarang.. masing-masing."
"Kenapa ya.. aku tidak bisa lupa sama kamu!"
"Aku sudah punya istri Ka, aku juga sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi kepada kamu"
"Masa sedikit saja kamu tidak ada perasaan kepadaku"
"Ya, sama sekali tidak ada lagi.. kita jalani saja hidup kita masing-masing yah. Kan waktu itu kamu yang sudah memutuskan jalan hidup kamu yang sekarang ini"
"Aku mohon Fin, aku tidak apa deh jadi istri ke dua kamu"
"Apa? Kamu fikir deh.. apa mungkin hal itu? Sudah yah, jangan banyak berharap yang tidak mungkin terjadi"
Percakapan itulah yang menjadi komunikasi terakhir aku dengan Arifin, selanjutnya dia tidak pernah membalas pesanku di facebook. Aku coba menulis pesan di instagramnya, itupun tidak diresponnya bahkan emailku juga tidak dibalas.
Berulang kali aku SMS, Whatsapp, Telepon juga diabaikan olehnya. Aku tahu memang begitulah sifat Arifin, dia punya prinsip yang kuat. Dia memang selalu menjaga hati orang yang dia cintai, begitupun saat dia tinggalkan aku dulu dia hanya berucap 'Aku ikhlas jika itu yang terbaik buat kamu'.
Sekarang aku sadar aku sudah mengambil keputusan yang salah saat itu.
Aku coba untuk mengerti keadaan ini, namun semakin aku tahan, semakin aku mencintainya. Hingga aku tidak tahan lagi dan mendatangi rumahnya. Dari kejauhan aku melihat Arifin, kedua anak dan istrinya sedang bercanda gembira di teras rumah. Tadinya aku ingin meminta Arifin kepada istrinya, namun melihat semua itu aku tidak tega dan kembali pulang ke rumah.
Aku harus bisa melupakan Arifin dan berusaha menerima takdir yang Allah berikan. (KK)
-- DH --
Aku mulai melupakan pacarku hingga kemudian dia tahu jika aku dekat dengan cowok lain. Dia sangat marah saat datang menemuiku di rumah.
"Kamu kemana saja selama aku tidak ke sini?"
"Tidak kemana-mana!"
"Jangan bohong.. aku tidak suka dibohongi"
"Benar aku tidak kemana-mana, lagi pula kamu yang kemana saja?, dua minggu lebih tidak pernah datang ke rumah, telepon juga tidak pernah".
"Aku ada, aku di rumah menunggu kabar dari kamu.. sampai-sampai aku menyerah dan menelepon kamu tadi, tapi kamu tidak ada. Ibu kamu yang angkat telepon dan sudah cerita semua".
"Cerita apa?"
"Ika, aku sayang kamu.. tapi aku tidak bisa kamu bohongi terus.. kamu jujur deh kepada aku. Aku ikhlas kok jika memang itu yang terbaik buat kamu."
"Jujur mengenai apa?"
"Aduh kamu, tidak usah pura-pura deh.. kamu ada yang lain kan?
"Ada yang lain apa?"
"Jujur.. akui saja ka!"
"Apa sih.. aku tidak ngerti"
"Ya sudah kamu sumpah atas nama cinta kita, jika kamu tidak punya cowok lain selain aku"
"Tidak, aku tidak mau.. ngapain sumpah-sumpah segala, yang penting kan aku sama kamu."
"Ya sudah, itu berarti memang kamu sudah ada yang lain lagi, hubungan kita sampai di sini saja. Semoga keputusan kamu ini adalah yang terbaik untuk kamu."
Dia pamit pulang, saat aku sedang menangis. Memang hari itu sudah malam juga, kira-kira sudah jam setengah 11 malam.
Ibu mendekatiku dan memelukku sambil berkata.
"Kamu harus putuskan ka, jangan kamu jalani semua. Pikirkan semuanya adalah yang terbaik untuk kamu."
"Iya bu, terima kasih ya bu. Maafin aku.."
"Iya tidak apa.. ya sudah kamu tidur deh"
Itulah malam terakhir aku bertemu dengannya. Kejadian yang masih aku ingat sampai saat ini.
3 tahun setelah aku menikah, aku mulai bosan dengan pernikahanku. Aku mulai mencari tahu keberadaan mantanku yang dulu. Aku menghubungi nomornya yang dulu, namun tidak diangkat. Aku coba cari dia lewat facebook, ternyata tidak sulit mencari dia tinggal tulis namanya secara lengkap 'Muhamad Arifin'.
Aku mengirim pesan untuknya lewat facebook, syukur dia membalas pesanku. Pernikahanku semakin membosankan, akupun banyak mengisi waktu dengan anak perempuanku seorang.
Hubunganku dengan suamiku semakin renggang. Kita sering cek cok dan sering kali terbersit untuk cerai.
Teringat masa-masa aku dengan mantanku dulu, dia tidak banyak menuntut, periang, baik dan sangat menghibur. Mungkin aku sudah salah menentukan pilihan waktu itu, aku hanya melihat kehidupan ini dari sisi materi saja, bukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Aku lebih memilih kebahagiaan semu dan sementara.
Sekarang sudah 13 tahun usia pernikahanku, kami sama-sama mempertahankan pernikahan ini, selain karena anak juga karena orang tua. Aku juga tidak mau pernikahanku jadi omongan banyak orang.
2 tahun kemudian, suamiku jatuh sakit. Ada kanker di tubuhnya dan sudah menjalar ke semua tubuhnya. Akupun merawatnya dengan baik, walau sebenarnya badan ini letih namun aku coba merawatnya sebaik mungkin.
"Mas Gunawan, kamu harus bertahan.. kamu harus sehat.. ingat aku dan anak kita yang masih butuh perhatian kamu"
"Ka, maafin aku selama ini yah.. aku tidak tahu berapa lagi sisa umurku.. aku berharap aku bisa sehat kembali seperti dulu. Agar bisa bermain dengan kamu dan anak kita Winda."
"Iya mas" tak terasa air mataku mengalir tipis di pipiku..
"Kamu menangis Ka? Semoga kamu sabar yah merawatku"
"Iya mas.. pasti.."
Mas Gunawan, sudah sangat kesakitan dengan kanker yang dideritanya, bicaranya selalu ngaco dan selalu menitip pesan serta minta maaf. Dia juga sudah tidak bisa kemana-mana, sehingga dia harus pensiun muda dari kantornya. Setahun sudah dia berjuang melawan sakitnya, dia meninggal 3 hari setelah merayakan ulang tahunnya.
Video dan foto-foto saat ulang tahunnya di rumah sakit, adalah saat-saat terakhir aku melihatnya tersenyum dan bahagia sekali.
Sekarang aku sudah menyandang status janda. Aku bingung harus bagaimana menghadapi kehidupanku ke depan. Di rumah ini banyak sekali kenang-kenanganku bersamanya, rasanya di setiap sudut rumah ada bayangannya. Ingin rasanya aku menjual rumah ini kemudian pergi mencari rumah yang sedikit kecil dan jauh dari masa-masaku bersamanya.
6 bulan berlalu, aku kembali teringat kekasihku yang dulu. Aku kembali menghubungi Arifin melalui pesan di facebooknya. Namun memang sedikit agak terlambat dia menjawabnya. Ingin rasanya aku menemuinya dan memperbaiki kesalahanku waktu dulu.
Berjalannya waktu, Arifin tetap dingin kepadaku, dia menanggapi perkataanku dengan santai dan biasa saja. Keinginanku bertemupun ditolaknya, karena dia sibuk jawabnya dan tidak ada waktu untuk berjumpa.
Entah, rasa cintaku kenapa semakin tumbuh besar kepadanya. Apa mungkin karena dia orang santun, biasa saja, melindungi dan tidak banyak tingkah. Aku juga senang dengan kehidupan agama dan prinsip yang ada di dalam dirinya.
Berharap aku bisa bersamanya kembali, bahkan aku tidak perduli dia masih mempunyai istri.
"Fin aku sangat mencintai kamu, aku berharap banget bisa berbicara hal ini langsung kepada kamu. Tetapi karena kamu yang benar-benar tidak ada waktu untuk bertemu atau memang kamu menghindar dariku"
"Ka, lupakan aku'.. kita jalani kehidupan kita sekarang.. masing-masing."
"Kenapa ya.. aku tidak bisa lupa sama kamu!"
"Aku sudah punya istri Ka, aku juga sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi kepada kamu"
"Masa sedikit saja kamu tidak ada perasaan kepadaku"
"Ya, sama sekali tidak ada lagi.. kita jalani saja hidup kita masing-masing yah. Kan waktu itu kamu yang sudah memutuskan jalan hidup kamu yang sekarang ini"
"Aku mohon Fin, aku tidak apa deh jadi istri ke dua kamu"
"Apa? Kamu fikir deh.. apa mungkin hal itu? Sudah yah, jangan banyak berharap yang tidak mungkin terjadi"
Percakapan itulah yang menjadi komunikasi terakhir aku dengan Arifin, selanjutnya dia tidak pernah membalas pesanku di facebook. Aku coba menulis pesan di instagramnya, itupun tidak diresponnya bahkan emailku juga tidak dibalas.
Berulang kali aku SMS, Whatsapp, Telepon juga diabaikan olehnya. Aku tahu memang begitulah sifat Arifin, dia punya prinsip yang kuat. Dia memang selalu menjaga hati orang yang dia cintai, begitupun saat dia tinggalkan aku dulu dia hanya berucap 'Aku ikhlas jika itu yang terbaik buat kamu'.
Sekarang aku sadar aku sudah mengambil keputusan yang salah saat itu.
Aku coba untuk mengerti keadaan ini, namun semakin aku tahan, semakin aku mencintainya. Hingga aku tidak tahan lagi dan mendatangi rumahnya. Dari kejauhan aku melihat Arifin, kedua anak dan istrinya sedang bercanda gembira di teras rumah. Tadinya aku ingin meminta Arifin kepada istrinya, namun melihat semua itu aku tidak tega dan kembali pulang ke rumah.
Aku harus bisa melupakan Arifin dan berusaha menerima takdir yang Allah berikan. (KK)
-- DH --