Memasuki usia remaja, yang aku tahu waktu itu hanya sekolah dan belajar. Tahun 1994 aku masuk sekolah SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pada saat berbaris untuk upacara pertama kalinya di sekolah yang baru, aku melihat sebagian teman-temanku sudah banyak yang aku kenal dari sejak SD (Sekolah Dasar) atau TK (Taman Kanak-kanak) dan ada juga tetangga dekat rumah. Saat itu yang aku lakukan hanya belajar, bermain dan dekat dengan siapa saja.
Masa-masa itu aku belum mengenal arti cinta, bahkan aku juga belum tahu beda cewek cantik dengan tidak cantik. Namun ada yang berbeda dari diriku saat memasuki semester kedua, aku mulai merasakan senang melihat seseorang teman wanita berlama-lama, bahkan jika tidak melihatnya aku merasakan hari itu ada sossok yang hilang.
Masa-masa itu aku belum mengenal arti cinta, bahkan aku juga belum tahu beda cewek cantik dengan tidak cantik. Namun ada yang berbeda dari diriku saat memasuki semester kedua, aku mulai merasakan senang melihat seseorang teman wanita berlama-lama, bahkan jika tidak melihatnya aku merasakan hari itu ada sossok yang hilang.
Beranjak ke kelas dua, adikku masuk sekolah yang sama denganku. Disitulah cerita ini berawal..
Singkat cerita Adikku berteman dengan 2 temannya, mereka sering ke rumah, entah itu belajar atau hanya main saja. Salah seorang dari temannya menyukaiku, saat itu aku hanya menganggap biasa saja. namun aku tetap berteman dengannya. Akupun semakin akrab dengannya, kami sering bermain sepeda bareng keliling kampung. Semakin lama kami semakin dekat hingga aku memutuskan untuk berbicara serius dengannya ketika kita sudah berteman selama 1 tahun. Aku ingat sekali waktu itu tahun 1996 akhir. Teman adikku itu bernama Lisa.
"Lis, aku pengen bicara serius dengan kamu"
"Bicara aja Doni.. aku dengar kok"
"Begini Lis.. akuuu.. ah gak jadi ah"
"Kok gak jadi sih"
"Iya nanti saja deh.."
"Udah ngomong saja, gak usah malu"
"Lis, aku suka sama kamu.. kamu mau gak jadi orang yang istimewa di hatiku?"
"Mau"
"Kok jawabannya cepet banget sih dah gitu singkat banget lagi"
"Emang mau.. trus mau ngomong apa lagi donk"
Sejak itu aku menjadi sangat dekat dengannya, adikku pun sering meledekku. Saat sekolah itu aku tidak pernah pergi dan pulang bareng dengan Lisa. Karena saat kelas 2 aku masuk pagi dia masuk siang dan saat kelas 3 karena ada pembangunan sekolah, sekolah kami menumpang ke sekolah lainnya. Seluruh kelas 1 dan kelas 2 sebagian menumpang di SDN daerah Srengseng Sawah sedangkan kelas 2 yang sebagian lagi dengan seluruh kelas 3 menumpang di SDN daerah Lenteng Agung. Jadinya kita terpisah lokasi, padahal semua masuk siang, coba kalau kita 1 lokasi, pasti kita bisa pergi dan pulang bersama.
Memasuki masa SMA (Sekolah Menengah Atas), walau kita berbeda sekolah, saat liburan kita sering main di rumah atau keluar makan bakso atau hanya duduk-duduk di taman. Semakin lama kita semakin dekat dan semakin akrab, tidak ada lagi canggung atau malu-malu lagi.
Tahun 1999 saat dia SMA, Lisa mengambil jurusan Tata Boga, mungkin dia mau jadi wanita yang ahli masak. Aku berfikir 'enak juga jika punya istri jago masak..bisa masak makanan yang enak-enak untukku'.
Tak terasa sudah 4 tahun aku mengenalnya, aku semakin sayang dengannya. Dia adalah sosok gadis penurut, pengertian, tidak banyak tingkah namun blak-blakan (artinya dia akan bicara sesungguhnya jika dia suka ataupun tidak suka). Cinta ini semakin tumbuh dan berkembang begitu dalam hingga kita berfikir tidak bisa terpisahkan.
Tamat sekolah dia memilih untuk membuka usaha rumah makan di dekat kampus IISIP dekat dengan rumahnya. Akupun tidak melarangnya, karena bagiku itu merupakan hal positif yang harus dikembangkan dan dijalani.
Karena rasa sayangku kepadanya aku sering mampir ke tempat usahanya, aku membantunya melayani pelanggannya yang datang. Aku kesana tidak tentu waktu kadang saat mau ke kampus, kadang saat pulang dari kampus atau saat liburan.
6 tahun sudah kita berpacaran di tambah 1 tahun sebelumnya masa-masa kedekatanku dengannya, jadi sudah 7 tahun aku mengenalnya.
Saat itu aku sedang ujian UAS (Ujian Akhir Semester) di kampus ku di Kebayoran Lama. Sore itu aku dengar, rumah makannya kebakaran karena ledakan gas. Selesai ujian segera aku pergi ke tempat usahanya. ternyata kulihat semua terbakar dan sudah terpasang garis polisi. Akupun bertanya-tanya tentang warga sekitar mengenai apa yang terjadi.
"Pak Parjo (orang yang buka usaha tepat di sisi kanan tempat usaha Lisa), sebenarnya apa sih yang terjadi?"
"Tadi gas di dapur Lisa, meledak.. diapun terpental dan kebakaran pun terjadi. Saat api belum membesar kita menariknya keluar dan langsung membawanya ke rumah sakit"
"Oh begitu, terus bagaimana keadaan Lisa Pak?"
"Tadi saat dibawa ke Rumah Sakit, dia masih sadar dan masih bisa berbicara, cuma di dadanya sesek saja"
"Oh begitu"
Aku pun pamit dengan Pak Parjo, aku melihat kerusakan di seluruh tempat usaha Lisa dan juga samping kiri kanannya menjadi imbas terkena kobaran api. Untungnya mobil pemadam kebakaran bisa cepat tiba di lokasi, hingga hanya 3 toko saja yang terbakar. Dan juga memang posisi tokonya di jalan utama jadi aksesnya menjadi sangat mudah untuk langsung memadamkan api.
Belum ada rasa khawatir mengenai keadaan Lisa, karena menurut banyak saksi di lokasi, dia baik-baik saja. akupun bergegas menuju rumah sakit tempat dia dirawat. Aku melihat dia terbaring di atas tempat tidur rumah sakit dengan infus di tangan kirinya serta selang oksigen yang berada dihidungnya. Akupun berjalan mendekatinya..
"Hai, sayang.."
"Gimana keadaan kamu?"
"Dadaku masih sesak" dia berkata pelan.. akupun memegang erat tangannya dan sesekali memeluk pundaknya untuk memberinya semangat
"Ya sudah, kamu yang sabar yah.. mungkin ini cobaan yang harus kita lalui.. jangan salahkan siapa pun.. yang harus kita lakukan adalah intropeksi diri kita"
"Iya Mas Dani.. malam ini kamu temani aku yah?"
"Aku ada ujian besok pagi, besok adalah ujian terakhir.. jadi besok malam saja yah aku temanin kamu.. malam ini kamu sama papa kamu dulu yah"
"Yaaaaa.. jadi gak bisa yah?" dia berkata manja kepadaku..
"Iya, besok yah"
Tengah malam aku baru keluar dari rumah sakit, aku belajar di sepanjang jalan menuju rumah mengenai pelajaran yang akan diujikan besok. Untungnya aku menggunakan angkutan umum jika ke kampus jadi bisa sambil belajar di jalan deh. Seperti biasa keesokan harinya jam 6 pagi aku sudah pergi ke kampus untuk ujian jam 8. Saat ujian berlangsung semua telepon genggam peserta ujian harus dimatikan. Akupun fokus mengerjakan soal yang diberikan.
60 menit saja ujian berlangsung dengan 10 soal Essay. Setelah selesai ujian akupun menghidupkan telepon genggamku. Saat aku hidupkan telpon genggamku, masuk berita peringatan panggilan tak terjawab sebanyak 25 kali dan sebuah SMS yang menyuruhku segera datang ke rumah sakit.
Akupun begegas pergi ke rumah sakit, setibanya di sana semua orang terlihat sangat sedih dan ibunya Lisa terlihat menangis. Bapaknya Lisa pun menghampiriku dan berkata 'Lisa sudah tidak ada', aku disuruhnya 'ikhlas menerima kejadian ini'.
Saat itu juga badanku menjadi lemas seperti tidak ada tenaga, pikiranku melayang teringat perkataannya semalam. Aku sangat menyesal tidak mau menuruti permintaan terakhirnya.
Sebulan lamanya aku sakit memikirkan kenangan bersamanya. Hari-hariku selanjutnya menjadi tidak bersemangat, diriku menjadi seorang yang pendiam (tidak banyak berbicara) atau berbicara hanya sekedarnya kepada banyak orang.
Sampai 5 tahun berlalu aku masih tidak bisa melupakannya, bayangannya masih selalu hadir dalam ingatanku. Bagiku separuh napasku sudah ikut pergi bersamanya.
Untungnya Saat ini aku sudah bekerja di perusahaan Perdagangan. Hingga aku mempunyai kesibukan agar tidak berfikiran dia terus menerus. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa aku masih merindukan sosoknya hadir di hidupku, aku masih berharap dia masih berada disisiku.
Hari itu saat aku pulang bekerja, dari atas bus aku melihat sosok wanita mirip dengan dia di seberang jalan berlawanan dari arah berjalannya bus yang aku naiki. Spontan aku menyetop bus tersebut kemudian turun dan secepat mungkin berlari kembali menuju tempat wanita yang kulihat tadi sedang berdiri. Namun sosoknya tidak aku temukan, mungkin karena bis ku terlalu jauh berhentinya sehingga aku kehilangannya atau hanya halusinasiku saja, entah yang mana yang benar.
Kembali aku menyebrang jalan dan menunggu bus yang ke arah rumahku datang kembali, lama aku menunggu mobil busku tidak kunjung datang, hingga waktu sholat magrib sudah masuk, ku coba mencari masjid di sekelilingku, ku lihat ada kampus tepat di belakangku berdiri. Akupun bertanya kepada satpam kampus mengenai letak musholah di kampus tersebut. Kemudian aku berjalan menuju tempat yang diberitahukan satpam tersebut.
Selesai sholat, saat aku memakai sepatu, tepat dihadapanku melintas sosok yang sedang aku cari tadi. Aku segerakan memakai sepatu dan menghampirinya. Agak gugup sih terus sedikit takut tapi tekadku kuat untuk kenalan.
"Maaf, hai.." aku berkata dari belakangnya kemudian melambaikan tanganku..
"Kalau boleh aku boleh kenalan dengan kalian" aku berkata kalian karena mereka bertiga
"Maaf aku cuma mau kenalan saja, tidak ada maksud lain"
"Namaku Doni.." aku menyodorkan tangan kananku ke arah mereka..
"Aku Dini.. Seli.. Santi" mereka berkata dengan pelan..
"Oh oke, terima kasih ya sudah mau kenalan denganku"
"Kalau boleh tahu kalian kuliah dijurusan apa?"
"Sekretaris" Dini berkata..
"Oh gitu, jadi kalian tiap hari senin masuk jam berapa?"
"Kita ada kuliah jam 18.30 - 20.00"
"Oh oke.. terima kasih ya"
"Oh iya.. masnya kuliah di jurusan apa?"
"Aku kerja di Kelapa Gading.. Perusahaan Perdagangan. Jujur tadi aku melihat Seli dari bus seperti orang yang sudah lama aku kenal. Ternyata beda"
"Oh begitu.. memang sama banget yah Mas Doni?" Santi berkata..
"Sama persis dari mukanya, bentuk badan, warna kulit, bentuk rambut dan panjang rambutnya pun sama.. hanya nama saja yang beda"
"Emang nama teman Mas siapa?"
"Lisa"
"Ih, namanya hampir sama juga tuh, cuma terbalik aja"
"Terbalik! maksudnya gimana?"
"Iya coba deh dibalik 'Seli jadi Lise' hampir sama kan!"
"Iya juga yah"
Tak berlama-lama aku langsung pamit pulang. Saat malam tiba aku kembali memikirkan perjumpaanku tadi dengan Seli. Senang rasanya bisa melihat wajah Lisa kembali walaupun beda orang.
Selanjutnya tiap hari senin aku pasti mampir ke kampus Seli dan sholat di sana. Dipertemuanku kedua aku beranikan diri meminta nomor telepon genggamnya, syukur dia mau memberikannya. Itulah awal mula ke dekatanku dengannya.
Hingga aku sering SMS dan telpon dengannya. Alhamdulillah-nya lagi cintaku berbalas, 6 bulan kemudian kami resmi berpacaran. Tidak mau menunggu waktu lama, akupun menanyakan kesiapannya untuk berumah tangga.
"Sel, aku ingin segera melamar kamu! apakah kamu sudah siap hidup bersama denganku untuk selama-lamanya?"
"Gak kecepatan mas? aku kan juga masih kuliah!"
"Enggak kok, kan kuliah masih bisa dilanjutkan walau sudah menikah juga"
"Iya sih.. kamu sudah 100% mengenal dan memahami aku? memang kamu benar-benar sudah menerima aku apa adanya? menurut kamu aku seperti apa sih mas?"
"Iya.. aku akan menerima kekurangan dan juga kelebihan yang ada di diri kamu, bagiku kamu adalah wanita yang baik dan rajin ibadah.. itu saja sudah cukup.."
"Ya sudah kalau begitu, memang kapan kamu akan melamar aku?"
"Minggu depan"
"Cepat banget sih, aku aja belum kamu kenalin ke keluarga kamu.. kenapa gak kamu kenalin aku dulu ke keluarga kamu baru bisa ambil keputusan untuk melamarku"
"Iya malam minggu besok aku akan jemput kamu dan mengenalkan kamu ke keluarga besarku"
"Nah gitu dong.. harus ada perosesnya.. pelan-pelan saja mas.. santaaiiiii.. hehehehe" dia meledekku sambil tertawa
"Iya nih abis kamu cantik banget.. aku takut ada yang mengambil kamu.. aku takut banget kehilangan kamu.. jika ini terjadi aku bisa mati dibuatnya"
"Kok begitu? Ah mas bisa aja nih" dia tersipu malu.. dan dengan senyuman manjanya
"Iya separuh nafasku sudah hilang kemarin bersama Lisa, nah sekarang jika kamu tak lagi ada di sisiku maka nafas itu akan hilang semuanya.. kalau semua nafasku hilang bagaimana dong!"
"Ah kamu bisa aja mas.. mana mungkin aku meninggalkanmu!" dia tersenyum..
"Terima kasih yah"
"Untuk apa?"
"Iya kamu sudah mau menjadi bagian dari diriku dan mau mengisi hari-hariku dengan senyuman dan canda tawamu.. aku sayang kamu Sel"
"Iya mas.. Love u too"
Seminggu kemudian aku mengajaknya ke rumah, keluargaku aku suruh berkumpul semua malam itu. Dan kemudian setelah aku bersama Seli datang memasuki rumah, suasana menjadi riuh. Semua bilang ini mah Lisa, Lisa yang terlahir kembali. Untungnya Seli tidak marah saat semua orang membandingkan dia dengan Lisa. Semua menjadi ceria dan menganggap Seli sudah lama menjadi bagian dari mereka. Yang kulihat Seli tidak canggung kepada keluargaku. Dia mudah akrab dan seperti sudah menjadi bagian dalam keluargaku.
Aku berharap 'aku dan Seli bisa bersama selamanya..' (KK)
-- DH --