"Terus dia juga ikut nongkrong di sana? Sudah tahu ada dia, genit banget sih pake nyamperin ikutan nongkrong"
"Makanya dengerin dulu aku cerita, baru komentar"
"Saat itu, saat kita lagi duduk-duduk, dia lewat, aku dan teman-teman tidak menduga dia akan datang. Karena kan dia sudah pindah rumah dan sudah bertahun-tahun tidak datang ke lingkungan rumahku"
"Terus?"
"Ya dia lewat dan nimbrung bersama kita, bahkan saat itu dia berani menyatakan cintanya kepadaku di depan teman-teman semua. Aku sebenarnya bingung saat itu"
"Bingung kenapa?"
"Iya.. harus menjawab omongannya atau langsung meninggalkannya. Akupun berfikir tidak ingin mengecewakannya, makanya malam itu aku berdebat panjang dengannnya"
"Terus?"
"Dia minta aku putusin kamu dan terima cintanya"
"Terus kamu jawab apa?"
"Ya aku jawab tidak lah"
"Terus kamu ngapain saja dengan dia?"
"Ya tidak ngapa-ngapain lah.. emang ngapain?"
"Ya gak tahu.. aku kan tanya.. kok kamu tanya balik ke aku!"
"Di depan teman-teman aku ya hanya ngobrol saja"
"Yakin tidak ada yang lain? Kamu sudah ceritakan semuanya ke aku? Tidak ada yang kamu rahasiakan kan?"
"Iya"
"Iya apa?"
"Iya gak ada"
"Bener yah.. aku marah jika kamu berbohong kepadaku"
"Iya bener"
"Ya sudah kalau begitu.. ingat ya 'cinta harus dilandasi oleh kejujuran dan kasih sayang' tahu"
"Iya"
"Kok iya.. iya terus dari tadi"
"Kan emang iya"
Malam itu aku pulang agak malam dari rumah Dinda. Aku senang dia bisa mengerti dari apa yang aku ceritakan.
Keesokan harinya, hari minggu aku berencana tamasya ke Bandung bersama keluarga. Aku pun mengajak Dinda untuk ikut bersama pergi ke Bandung.
Di dalam mobil aku duduk berdua Dinda di bagian belakang mobil. Papaku yang membawa mobil dengan ditemani mamaku yang duduk tepat di sebelahnya. Di kursi tengah ada kedua adikku. Dalam perjalanan Dinda terlihat sangat senang, disepanjang perjalanan aku banyak bercerita tentang masa kecilku dengannya.
Sampai di Bandung, aku menginap di rumah saudara dari papaku, rumahnya berada di Cimareme, Padalarang. Selesai menurunkan bawaan, sholat dan ngobrol-ngobrol santai kami berangkat ke Dago Plaza Mall. Kami berkeliling mall untuk melihat-lihat.
Di dalam mall, kami tidak lama. Kami beranjak jalan kembali ke alun-alun kota Bandung. Di sana kami membeli jajanan khas bandung sekaligus makan malam di sana. Di atas tempat duduk dipinggir taman aku berdua dengan Dinda.
"Kita berapa lama di sini Di?"
"Besok sore pulang kok. Kan aku pamit dengan orang tua kamu hanya 2 hari. Hari ini dan besok"
"Kirain mau nambah hari"
"Kenapa? Kamu betah di sini ya?"
"Iya.. suasananya enak sekali. Nyaman banget di sini"
"Maksudnya, suasananya romantis ya?"
"Ya.. tidak begitu juga, tapi yang jelas nyaman banget dan indah"
"Oh, begitu"
"Ngomong-ngomong besok kita mau jalan-jalan ke mana?"
"Katanya sih ke gedung sate, terus cari oleh-oleh"
"Kita tidak ke Maribaya?"
"Mamaku sih ngajak ke sana juga.. ya liat saja besok deh. Aku juga pengen ke sana, melihat air terjun dan pemandangan alamnya yang indah"
"Iya, aku pernah ke sana waktu masih kecil sekali. Sekarang bagaimana bentuknya ya? Pasti sudah banyak perubahan"
"Sudah pasti lah, berarti kamu sudah tidak kesini 15 tahun lamanya"
"Iya.. iya.."
"Besok aku bilang papa mama untuk ke sana ya?"
"Sip"
Suasana semakin malam semakin ramai, lelah di badan sudah mulai terasa. Kami pun meninggalkan alun-alun menuju rumah saudaraku. Diperjalanan kami ditunjukkan tempat-tempat bersejarah dan melewati gedung sate juga. Di dalam mobil aku berteriak kepada mamaku.
"Mah besok ke Maribaya yuk!"
"Boleh juga tuh, kita sudah lama sekali tidak ke sana ya pah"
"Iya.. iya.. besok kita ke sana" jawab papaku..
"Wah, sekarang Maribaya sudah keren banget dan banyak yang baru disana. Kalian memang harus ke sana deh" jawab saudaraku..
"Beneran om?"
"Iya, om baru minggu kemarin kesana sekeluarga"
"Tidak jauh kan om tempatnya?"
"Oh, tidak lah"
"Besok kita sekalian ke Gunung Tangkuban Perahu juga ya mah pah"
"Iya" jawab mamaku..
"Iya" jawab papaku..
Malam itu terlewatkan dengan sempurna. Kami bersama-sama tidur di tengah rumah hingga suara kokok ayam jantan membangunkan kita di pagi hari yang indah itu. Sayang sekali pagi itu hujan turun agak lebat, namun kita sudah siap-siap berangkat menuju Tangkuban Perahu dan Maribaya. Berharap sesampainya di sana hujan reda.
Kami mandi dan makan bergantian pagi itu. Bibiku memasak nasi goreng dengan telur dadar, pisang goreng pun ikut menemani bersama air teh dan kopi panas.
Tepat pukul 08.00 pagi kami berangkat dan berpamitan dengan om dan bibi.
"Kami tidak ikut menemani ke sana yah!"
"Kenapa, ayolah kita jalan-jalan bersama" papaku berkata..
"Biar kalian saja, jadi kalian tidak balik lagi nanti untuk antar kami, lagi pula kami kan baru dari sana minggu lalu"
"Hayolah om" kataku..
"Sudahlah, nanti kalian balik lagi jauh lagi pula kan biar tidak kemalaman sampai Jakartanya"
Om ku bersih keras untuk tidak ikut, kitapun tidak bisa memaksa mereka juga. Untungnya papaku mengenal baik jalan-jalan di kota Bandung, jadi pasti tidak akan tersesat.
Menyusuri jalan Gunung Tangkuban Perahu yang berkelok-kelok dengan jalanan menanjak, semakin dekat dengan lokasi aroma belerang sangat menyengat di hidung. Benar sekali disana tidak hujan sama sekali, cuaca yang dingin dengan sedikit kabut menyertai pemandangan di sana, aku turun dan berfoto-foto di sana, tidak lupa sebelum pulang membeli oleh-oleh dan tanaman kaktus kecil.
Dinda terlihat menikmati sekali suasana di sana, senyumnya yang manis membuat aku semakin cinta kepadanya. Saat di bibir kawah aku berbicara kepadanya.
"Aku cinta kamu Dinda.. aku sayang kamu dan tidak mau jauh dari kamu"
"Sama, aku juga sayang kamu, aku berharap selanjutnya kita bisa mengisi waktu seperti ini kembali dan cinta kita bisa bersatu selamanya"
"Aamiin.. semoga Allah mengabulkan doa-doa kita dan mempersatukan cinta kita menjadi sepasang suami istri"
"Aamiin"
Aku menggenggam tangannya, rambut panjangnya yang tergerai melambai-lambai dan terbang menutupi wajahku, membuat pesona kecantikannya semakin indah.
2 jam lamanya kita berada di Gunung Tangkuban Perahu, hingga kita harus beranjak pergi meninggalkannya menuju Maribaya.
Melewati hutan di sepanjang jalan, terlihat sekali posana bandung yang asri. Dinda di dalam mobil tertidur di pundakku, mungkin dia sudah merasa capek dan lelah.
Saat azan zuhur aku sampai di Maribaya, suasananya yang memang beda dari tempat sebelumnya, di sini kita ditawarkan suasana pemandangan alam dengan gemericik air di dalamnya. Sebelum berkeliling kami semua mencari tempat sholat dan makan siang.
Selesai makan siang kami berkeliling ke curugnya dan melihat suasana hutan yang asri dari atas bukit. Aku melihat semua sisi di sana sangat indah untuk berfoto dan menjadikan suatu kenangan indah yang tidak terlupakan.
Papa, mama dan kedua adikku sangat bersemangat. Tidak aku sangka ada tempat yang seindah ini.
"Ini jauh berbeda saat mama ajak Adi saat kecil dulu"
"Iya mah.. bagus banget pemandangannya"
"Dulu paling cuma lihat air terjun dan duduk-duduk dirumput"
"Sekarang bagus banget ya mah?"
"Ini berarti pemerintahnya serius untung mengembangkan wisata di Bandung" papaku berkata..
"Iya yah, pah.. tapi kenapa tidak dari dulu yah dibangun seperti ini?"
"Ya.. mungkin terbentur modal dan masih bingung mau dibangun seperti apa!"
"Iya.. iya.. bisa jadi"
"Sudah yuk kita pulang, biar nanti sampai Jakarta-nya masih sore"
"Iya.. yuk kita pulang"
"Kamu yang bawa mobil ya Di, terus dinda duduk di depan saja" papaku berkata..
"Papa saja yang di depan, biar saya di tengah sama mama" Dinda berkata..
"Oh, ya sudah kalau begitu.." kata papaku..
"Tapi aku tidak tahu jalanan Bandung pah!"
"Tar papa yang kasih tahu arahnya, lagi pula kalau kamu mau baca papan petunjuk jalan kan bisa"
"Ah, ribet.. kalau liat-liat papan segala.. papa saja yang kasih tahu ya"
"Iya.. iya.. yuk kita jalan keluar"
Kami berjalan keluar besama-sama, terlihat pengunjung masih sangat banyak yang masuk. Aku melihat semakin sore malah semakin ramai yang datang berkunjung.
Saat pulang itu aku bertemu Citra.
"Hai Di!"
"Ngapain kamu di sini?"
"Ya liburanlah sama keluargaku"
"Mana keluarga kamu? Kok aku tidak melihatnya!"
"Ada kok, memang kita terpencar tadi"
"Masa sih.. aku bingung, sempit banget dunia ya.. masih bisa-bisanya kita ketemu di sini"
"Ya.. bisa lah!"
"Ya sudah, gua pamit ya!"
"Tunggu dulu!"
"Apalagi?"
"Kenalin dulu dong gua sama pacar lo itu"
"Buat apa?"
"Kali aja kita bisa temenan"
"Ya sudah ini Dinda" kenalin Din..
"Citra" dia berkata sambil berjabatan tangan ke Dinda..
"Lo sudah lama pacaran dengan Adi?" Citra bertanya ke Dinda..
"Ya sekitar 1 tahunan lah"
"Oh, baru!"
"Emang kenapa?"
"Dia gak cocok buat lo!"
"Maksudnya apa?"
"Lambat tapi pasti.. Adi akan menjadi milim gue"
"Jangan mimpi lo" terlihat Dinda semakin kesal dibuatnya..
"Sudah Din, tidak usah didengerin perkataannya" aku berkata ke Dinda sambil memegang bahunya..
"Sudah sana lo, gua pamit" aku melanjutkan perkataan ke Citra..
Aku berjalan meninggalkan Citra.
"Tunggu dulu, gua belum selesai bicara" Dia berkata sambil berteriak ke arah kami berdua yang terus melangkah jalan..
"Apalagi, gua tidak mau bikin ribut di sini" aku menoleh ke arah Citra..
"Siapa yang mau cari ribut! Lo saja yang beranggapan begitu" dia berkata sambil berteriak..
Kami melangkahkan kaki semakin cepat. Terlihat dia sudah jauh dari kami berdua.
Aku melihat wajah dinda sedikit murung dan kurang bersemangat. Aku tidak menyangka liburan yang tadinya indah berakhir menjadi seperti ini.
Hujan gerimis, menjadi pemandangan di sepanjang jalan pulang, kami melewati tol Cipularang. Tidak disangka sore itu jalanan sangat padat, hingga membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai ke Jakarta. Aku menurunkan bawaan ke rumahku dulu kemudian mengantarkan Dinda pulang ke Depok.